BANDUNG | duta.co – Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandung, Halim Husein, ternyata tidak satu kata dengan rencana pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dia menolak HTI dibubarkan  sebab  sepak terjang HTI selama ini sejalan dengan program-program pemerintah. Apakah Halim anggota HTI? Lalu apa reaksi Komisi Yudisial?

Hingga Selasa 16 Mei 2017, belum ada kepastian Halim anggota HTI. Tapi pria ini memahami HTI memiliki program yang bagus.

“Pemahaman saya seperti ini, saya kan orang Islam, sedangkan HTI memperjuangkan Islam. Di dalam Pancasila ada Ketuhanan Yang Maha Esa, Itu sejalan kok dengan pemerintah,” kata  Halim saat ditemui di PTA Bandung, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Jabar, Senin (15/5/2017).

Halim menyebut, kegiatan-kegiatan yang dilakukan HTI selama ini positif. HTI, sambung dia, banyak membina masyarakat ke arah yang lebih baik.

“HTI ini mendukung program-program pemerintah. Contohnya, pemerintah menggencarkan pembinaan akhlak bangsa sehingga korupsi tidak merajalela, HTI itu membina di situ,” papar Halim.

Sehingga ia menilai pemerintah salah persepsi menilai HTI hingga muncul rencana pembubaran tersebut.

“Cuma penjabaran dakwah-dakwah itu mungkin enggak nyambung sehingga seolah-olah dikatakan HTI melawan pemerintah. Mungkin berbeda penafsiran saja. Oleh karena itu, saya tidak setuju dibubarkan,” kata Halim.

Namun Komisi Yudisial (KY) tidak melarang seorang hakim untuk mengikuti organisasi kemasyarakatan. Hanya saja, jika organisasi tersebut telah dilarang, hal itu tidak diperbolehkan.

“Hakim itu kan tugas pokoknya menerima, memeriksa, dan mengadili perkara. Sebenarnya boleh saja mengikuti organisasi. Tapi, kalau organisasi terlarang, tentu tidak boleh,” ujar pimpinan KY Maradaman Harahap di kantornya, Jalan Kramat Raya, Jakpus, Senin (15/5/2017).

Menurut Maradaman, KY tidak dapat serta-merta memberikan sanksi atau teguran bila seorang hakim bergabung dalam organisasi kemasyarakatan.

Kalau kemudian tugas organisasinya itu mengganggu tugas dia sebagai hakim, tentu harus kita tegur dan itu pun harus ada buktinya. Misal ada susunan organisasi dia, aktivis segala macam, mengikuti HTI tentu itu akan menjadi suatu pemikiran bagi kami jika ada laporan,” jelas Maradaman.

Ditambahkannya, KY juga tidak berwenang mencopot jabatan seorang hakim bila terbukti melanggar kode etik. Karena mekanisme pencopotan hanya bisa dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).

“Copot-mencopot urusan MA kecuali terbukti yang bersangkutan telah direkomendasikan untuk diberhentikan dengan melanggar kode etik pelanggaran berat dan itu melalui mekanisme MKH, jadi tidak serta-merta orang dipecat, ya,” lanjutnya. * dt, hud

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry