SURABAYA | duta.co – Terpilihnya Gibran Rakabuming Raka mendampingi Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden mendatang, membuat praktisi hukum, Prof Dr. Soenarno Edy Wibowo, S.H., M.H, turut berkomentar. Keputusan ini menjadi sorotan publik karena melibatkan seorang advokat senior yang terkemuka.

Pada saat yang sama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga menjadi topik hangat, seiring dengan opini publik yang menganggapnya sebagai “jalan tol” yang mengantarkan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung dari Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai (cawapres).

Prof. Dr. Soenarno Edy Wibowo mengomentari peristiwa ini, menyatakan, “Kita perlu kembali ke asas-asas asosiasi bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili kerabatnya atau keluarganya.”jelasnya.

Kendati terdapat perdebatan terkait etika dalam putusan MK ini, sejumlah pihak mempertanyakan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat keputusan terkait pencalonan. “Putusan nomor 90 tahun 2003 memberikan kewenangan kepada MA sesuai dengan Undang-Undang 24 Tahun 2003. Di samping itu, MA memiliki kewenangan untuk menguji keputusan KPU, bukan sebaliknya,” tambah Prof Bowo.

Pertanyaan muncul apakah ada potensi gugatan uji materi terhadap keputusan KPU terkait persyaratan pencalonan. “Jika ada gugatan uji materi yang dikabulkan oleh MA, hal ini dapat mengganjal langkah Gibran sebagai cawapres. Namun, perlu dicatat bahwa keputusan tersebut masih harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh KPU,” jelasnya.

Dalam sebuah langkah penting untuk memastikan keberpihakan yang adil dalam proses peradilan di Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengkonfirmasi asas “Nemo Judex Idoneus In Propria Causa” melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.

Asas “Nemo Judex Idoneus In Propria Causa” merupakan prinsip fundamental dalam sistem peradilan yang bertujuan untuk mencegah hakim dari keberpihakan dalam menjalankan tugasnya. Dalam konteks peraturan yang berlaku saat ini, terdapat keragu-raguan mengenai hubungan antara Pengadilan Perdata dan Pengadilan Pidana.

Untuk menghilangkan keragu-raguan ini, Mahkamah Agung telah mengambil inisiatif dengan mengacu pada Pasal 131 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia. Berdasarkan peraturan yang baru diumumkan, jika dalam pemeriksaan perkara pidana terdapat keterkaitan dengan perkara perdata yang melibatkan barang atau hubungan hukum antara dua pihak tertentu, pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan sementara menunggu putusan Pengadilan dalam perkara perdata yang terkait.

Hal ini memastikan bahwa keadilan diutamakan dalam setiap tindakan hukum yang diambil, dan pengadilan pidana tidak akan memutuskan suatu kasus yang berkaitan dengan perdata tanpa mempertimbangkan putusan dari pengadilan perdata yang relevan.

Selain itu, Peraturan Mahkamah Agung ini memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk menghentikan penangguhan pemeriksaan perkara pidana jika dianggap tidak perlu lagi.

Dengan langkah ini, Mahkamah Agung Republik Indonesia terus memastikan integritas sistem peradilan negara dan menjaga asas “Nemo Judex Idoneus In Propria Causa” agar menjadi pedoman utama dalam setiap tahap proses peradilan di Indonesia. Upaya ini adalah langkah positif untuk menjaga keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam sistem peradilan Indonesia.

Dalam konteks hukum, asas-asas yang mendasari keputusan KPU harus tetap ditaati, dan apapun putusan yang diambil MK harus didasarkan pada hukum yang berlaku. Sebagai konsekuensinya, langkah-langkah berikutnya akan sangat penting dalam menentukan kelangsungan proses pemilihan presiden dan pemerintahan yang stabil.(gal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry