Satriya Wijaya, S.KM, M.Kes – Dosen S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

PENYEBARAN dengue dipengaruhi faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk akan lebih lama bila tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim hujan (Nazri, Hashim, Rodziah, Hassan, & Yazid, 2013).

Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-32ËšC membantu nyamuk Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola penyakit di Indonesia sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Tingginya angka kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Peningkatan jumlah kasus DBD dapat terjadi bila kepadatan penduduk meningkat. Semakin banyak manusia maka peluang tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga akan lebih tinggi. (Pongsilurang, Sapulete, & Wulan, 2015).

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Penyakit DBD telah menjadi penyakit yang mematikan sejak tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di 436 kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia. Jumlah kematian akibat DBD tahun 2015 sebanyak 1.071 orang dengan total penderita yang dilaporkan sebanyak 129.650 orang.

Nilai Incident Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347 orang dengan IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90% (Kemenkes RI, 2016b). Kasus DBD dipengaruhi oleh jumlah penduduk pada suatu wilayah yang dicerminkan melalui perhitungan Incidence Rate (IR).

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kejadian demam berdarah dengue adalah faktor perilaku host. Faktor ini dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan host serta faktor geografis dari wilayah tempat tinggal host. Faktor umur dan tingkat pendidikan host akan memengaruhi cara pandang dan perilaku host terhadap kejadian DBD.

Faktor geografis berpengaruh pada perkembang biakan vektor. Kondisi daerah dengan curah hujan ideal berisiko lebih besar untuk terjadinya wabah demam berdarah. Curah hujan yang ideal mengakibatkan air menggenang di suatu media yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang rumah).

Banyak faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah yang bila tanpa penanganan yang tepat akan mengakibatkan kematian. Berbagai upaya pengendalian prevalensi kasus DBD khususnya pada daerah dengan transmisi yang tinggi atau persisten, sangat diperlukan. Daerah yang memiliki transmisi tinggi adalah kota/kabupaten dengan IR yang cenderung tinggi sehingga membutuhkan pengendalian penyakit yang teliti dan cepat.

Pengupayaan diagnosa dini dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) harus melalui beberapa fitur klinis DF dan DBD/DSS yang sulit dibedakan pada fase awal sakit (≤ 3 hari) dan infeksi yang pendek akan membuat identifikasi terhadap perburukan/severe dengue sering kali sulit dilakukan.

Untuk itu kriteria diagnosis dengue yang dipakai saat ini di Indonesia adalah kriteria WHO 2009, yang menyatakan bahwa diagnosis infeksi virus dengue (probable dengue) adalah adanya kriteria klinis (sakit kepala, mual/muntah/nyeri perut, nyeri retro-orbita, mialgia, atralgia, ruam kulit, uji tourniquet (+), dan manifestasi perdarahan spontan).

Lalu disertai hasil uji laboratorium konfirmasi seperti RT-PCR, isolasi virus, deteksi antigen NS-1, deteksi antibodi. Terdapat dua tipe uji cepat dengue yang saat ini digunakan, yaitu deteksi antigen NS-1 dan/atau antibodi (IgG/IgM) dengue dengan metode immunochromatography.

Deteksi antigen NS-1 akan digunakan pada fase awal sakit, yaitu ≤ 5 hari pertama gejala klinis timbul,24 sebaliknya deteksi antibodi akan dipakai setelah lima sakit.

Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya deteksi antigen NS-1 pada fase awal sakit, karena uji ini mempunyai nilai sensitifitas yang tertinggi pada 1-3 hari sakit, yaitu 88,7% – 93,9%12,23,24 Nilai diagnosis definitive terhadap infeksi virus dengue akan meningkat bilamana dilakukan bersama-sama dengan deteksi antibody terutama IgM serta menurun pada infeksi sekunder.

Meskipun mudah dan memberikan kesempatan bagi klinisi untuk memberikan perawatan yang lebih dini kepada pasien, uji ini masih mempunyai kekurangan karena kurang sensitif bilamana dibandingkan dengan isolasi virus/deteksi RNA (Cucunawangsih, 2015). *bersambung

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry