Keterangan gambar theconversation.com

“Seorang pemuda dengan senang hati, mengatakan, bahwa: Islam itu mudah. Rasulullah hanya menyuruhku untuk tidak berbohong.  Setelah itu (pemuda tersebut)  baru sadar, ternyata berbohong adalah pangkal segala kemaksiatan.”

Oleh Tjetjep Mohammad Yasien

KISAH ini sering kita dengar. Suatu ketika, Kanjeng Nabi Muhammad SAW terkaget, melihat sejumlah orang dengan ‘bringas’ mengejar seseorang yang baru saja terlihat lari di depannya.

Rasulullah SAW tahu persis, ke mana arah orang itu pergi. Rasulullah juga yakin, pengejarnya akan bertanya kepadanya, agar bisa menangkap dan membunuhnya.

Dalam kondisi sulit, apakah harus bohong atau sebaliknya?

Baginda Nabi (tetap) tidak mau berbohong. Padahal, kalau mau, bisa. Tentu, dengan alasan lebih penting, menyangkut nyawa seseorang.

Lalu, apa yang dilakukan Kanjeng Nabi? Beliau memilih pindah tempat.

Ketika ditanya Rasulullah menjawab dengan mantap. “Selama saya (duduk) di sini, saya tidak melihat sosok yang saudara cari. Saya benar-benar tidak melihat seseorang,” begitu jawab Rasullullah.

Kanjeng Nabi tidak berbohong. Karena (memang) selama pindah tempat duduk, beliau tidak melihat orang lari di depannya. Begitulah Kanjeng Nabi untuk menjaga lisan dan perbuatan dari berbuat bohong.

Dari sini jelas, bahwa, Baginda Rasul sangat membenci kebohongan. Termasuk kepada salah satu sahabat yang berbohong ketika diajak berperang. Wakila, ada seorang sahabat yang akhirnya dihukum dengan cara dikucilkan, tidak disapa selama 50 hari.

Bahkan, konon, Kanjeng Nabi juga menambah hukumannya agar sahabat tersebut tidak bercampur istrinya selama 10 hari terakhir. Begitulah cara Nabi mendidik sahabat agar tidak berbohong.

Kisah lain. Konon zaman Rasulullah SAW, ada seorang pemuda yang begitu tertarik masuk Islam. Ia mendengar Islam itu indah. Apalagi orang di sekitarnya sudah banyak masuk Islam. Laki-laki itu menyaksikan sendiri, tetangganya yang muslim hidupnya tenteram dan damai.

Tapi, lelaki itu masih ragu. Apakah bisa diterima oleh Rasulullah? Karena ia tidak sanggup meninggalkan maksiat. Ia gandrung mo limo (minuman keras, berzina, narkoba, mencuri dan berjudi). Dalam hatinya, bolehkah masuk Islam, sementara tetap bisa minuman keras, berzina, narkoba, mencuri dan berjudi?

Benar, pemuda tersebut nekat menemui Rasulullah SAW di sebuah majelis serta mengutarakan niatnya memeluk Islam. “Ya Rasulullah, saya mendengar dan melihat sendiri Islam itu indah. Saya ingin masuk Islam.  Tetapi, saya tetap minum minuman keras, berzina, narkoba, mencuri dan berjudi. Apakah bisa?,” tanyanya.

Sahabat yang mendengar ingin memukul lelaki itu. Tetapi apa jawaban Nabi? ‘Boleh’. Rasulullah hanya minta satu syarat ‘jangan berbohong!’.

Pemuda itu pun dengan senang hati, mengatakan, bahwa: Islam itu mudah. Rasulullah hanya menyuruhku untuk tidak berbohong.

Tetapi, ketika datang hasrat untuk berzina, tiba-tiba teringat pesan Nabi. “Nanti kalau Rasulullah bertanya dari mana saya, lalu apa jawab saya? Atau keluarga saya bertanya, apa jawab saya? Apa bisa saya berkata apa adanya? Padahal Nabi melarang saya berbohong,” katanya dalam hati.

Setelah itu (pemuda tersebut)  baru sadar, ternyata berbohong adalah pangkal segala kemaksiatan. Akhirnya niat berzina urung dilakukan. Begitu seterusnya. Setiap kali muncul niatnya maksiat, ia pun berhasil meredamnya. Dengan cara tidak berbohong. Subhanallah.

Inilah rahasia penting, mengapa Kanjeng Nabi Muhammad SAW melarang kita berbohong. Apalagi hanya untuk mengejar kekuasaan. Bukankah begitu? Waallahu’alam.(*)

Madinah, Jumat 8 September 2023

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry