Mahasiswa Unusa dilibatkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat. DUTA/ist

Diabetes mellitus (DM) menjadi salah satu penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Karena penyakit ini membutuhkan penanganan dan perawatan yang cukup lama, sehingga tidak hanya berdampak pada kesakitan fisik tapi juga mental.

Karena itu, dosen Fakultas Kepewatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mengedukasi masyarakat di wilayah Kelurahan Wonokromo pada April-Mei 2022 lalu tentang perawatan paliatif bagi penderita DM.

Ada lima dosen yang terlibat yakni  Ratna Yunita selaku ketua tim, dengan anggota Nety Mawarda Hatmanti, Abdul Muhith, Imamatul Faizah dan Evi Sylvia Awwalia.

Perawatan paliatif merupakan sebuah pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup baik pasien maupun keluaganya yang menghadapi masalah dengan penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan penanggulangan penderitaan.

“Di seluruh dunia, diperkirakan 40 juta orang membutuhkan perawatan paliatif setiap tahunnya, tetapi hanya 14% yang menerimanya,” kata Ratna.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Salah satu yang membutuhkan perawatan paliatif adalah penderita DM karena ini penyakit progresif yang memerlukan waktu penanganan yang lama dan biaya besar.  Pasien dengan penyakit progresif tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas, tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.

Kebutuhan pasien yang memiliki penyakit pada stadium lanjut tidak hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, tetapi juga membutuhkan dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosialdan spiritual yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

Tim pengmas ini pun mencoba mengedukasi masyarakat yang ada di sekitar kampus A Unusa yakni di RW 05 Kelurahan Wonokromo. Dari data Posyandu Lansia ada 35 warga terdiagnosa pasti penderita DM.

“Waktu pandemi, masyarakat berobatnya terhenti. Masyarakat juga masih banyak yang belum mengetahui seberapa melakukan upaya promotif dan preventif dalam perawatan paliatif penderita DM,” ungkap Ratna.

Ratna dan tim melihat, di lingkungan itu masih belum optimalnya program pemberdayaan Kader Kesehatan dalam promotif dan preventif dalam perawatan paliatif penderita DM. Program yang berjalan di RW 05 yaitu posyandu balita dan posyandu lansia.

“Masyarakat juga masih belum banyak mengetahui mengenai promotif dan preventif dalam perawatan paliatif penderita DM,” ungkapnya.

Dari hasil wawancara dengan beberapa warga yang menderita DM, hampir seluruhnya belum mengetahui manajemen diri DM yang tepat untuk dilaksanakan dan kepatuhan dalam regimen terapi.

Kontrol gula darah juga masih minim dilakukan sehingga ini membuat masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas  gangguan psikososial dan spiritual yang memengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.

“Kami ajarkan kader dan masyarakat terkait Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) sebagai upaya promotif dan preventif dalam perawatan palliatif penderita DM,” ungkapnya.

Luaran yang diharapkan adalah dengan pengembangan Kader kesehatan dan sosialisasi kepada warga dapat meningkatkan pengetahuan dan kemandirian warga dalam upaya promotif dan preventif dalam perawatan palitif dengan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).

SEFT itu sendiri adalah gerakan dengan cara menekan di beberapa titik akupresur yang bisa mengurangi rasa nyeri dan mengurangi kecemasan pada penderita DM. Biasanya dilakukan di ubun-ubun, di dahi, bawah mata, di tangan dan sebagainya.

“Kita demonstrasikan cara pemijatannya secara langsung dan kita juga beri video teknik itu pada masyarakat sehingga bisa dilakukan sendiri di rumah,” tandasnya. ril/hms

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry