Oleh: Suparto Wijoyo *

INGAR bingar perpresidenan di Indonesia menyongsong 2019 amatlah beronak. Riaknya menghadirkan ombak yang semakin menggelombang. Tepiannya berdebur selaksa pantai yang mengundang giringan angin agar air laut tertambatkan. Gemuruh para pendukung sudah menggelegak. Sebuah tampilan dengan kaos bergambar dan berisi seruan untuk #2019GantiPresiden menjamur dan tumbuh subur. Sementara gelombang kerumun massa yang mengimani bahwa Dia Sibuk Bekerja juga terus disorongkan. Para kandidat yang bersiap-siap berlaga sejatinya tidak menemukan panggung yang lempang, karena ikatan batas persentasi perpartaian yang berakumulasi pada sabda 20%. Lakon yang hendak dipertarungkan pun berkisar pada nama petahana  yang sepersis dengan Pilpres 2014.

Kemunculan sesosok jenderal mantan Panglima TNI dan Gubernur TGB kian  meramaikan riuhnya perhelatan meski belum kentara partai politik yang mengusungnya. Biarlah semua bersemi terlebih dahulu sebelum  tumbuhnya pohon ketokohan itu menyempurna dalam rentang batang  yang kokoh. Bila perlu setiap daerah memunculkan tokoh yang pantas ‘diwedar’ secara nasional sebagai sebuah utusan atas nama bangsa-bangsa beradab. Negara yang memiliki 17.508 pulau dengan kumparan suku bangsa yang paling spektakuler dengan ribuan buah (bolehlah dicatat kasar 1.240), pastilah memiliki bibit-bibit unggul untuk menjadi pemandu perjalanan Bangsa Indonesia.

Setiap suku dan setiap bangsa yang berhimpun dalam cawan Bangsa Indonesia niscaya telah melahirkan sosok tangguh yang siap diunggah di “halaman rumah depan”. Istana negara terbuka menerima setiap utusan yang memang lahir dari ornamen  Bangsa Indonesia. Apabila sebuah negara yang sebesar Indonesia dengan ragam bahasa yang berkisaran 800 buah, sungguh terlalu “diperunik” dengan sebutan pemimpin dari “petugas partai”. Kalaulah ini yang dibahasakan dengan pilihan terminologi yang sangat “menyayat hati” bagi siapa saja yang merasa memiliki rindu mendalam pada NKRI. Pemimpin NKRI sepatutnya bukan “petugas dari sebuah kerumun politik” tetapi “duta sebuah bangsa” yang membentuk negara.

Dari sisik melik inilah, bangsa-bangsa yang tersebar dan mendiami seluruh titik geografis negara sudah tiba waktunya memunculkan “anak-anak pinangannya” agar sedia menjadi pemimpin nasional. Kepemimpinan itu hadir untuk terus menjaga agar Indonesia berkeabadian sampai datangnya “hari pembalasan”, hingga publik tidak perlu menghabiskan energi tentang “periode 2019” semata, yang pada hakikatnya masih menampilkan daya misteri. Jangankan soal  tahun 2019, apa yang hendak dicapai pada Pilkada 2018 saja sangatlah berteka-teki. Esok hari  dalam skala qodho’-qodar amatlah tidak teraba. Bahkan seperjuta detik di depan kita adalah lembaran probabilitas yang tidak berketerhinggaan. Hanya Allah swt-lah  penjaga segalanya dan penghadir siapa yang diperjalankan ke “sidratul-munthaha” kekuasaan.

Waktu ramai Pilpres 2019 seperlagakan dengan isu tahun 2030 yang mampu menghipnotis umat dan meyembulkan kecenderungan pada “sensasi dan imajinasi”. Luapan “emosi” yang terpapar sehentakan sewaktu meluncurnya buku Gregg Braden, Peter Russell, Daniel Pinchbeck, Geoff Stray, dan John Major Jenkins yang berjudul The Mistery of 2012 yang “menggelinding” di pasaran tahun 2009. Dunia gempar menyambut “kemungkinan-kemungkinan” terjadinya kiamat 2012.  Dan semua terlewatkan “biasa-biasa saja”. Ini sejatinya sejurus lontaran nasib Indonesia 2030, mengingat “arah anginnya” yang “bersepoi sama”.  Atas kondisi  “menggantang asap yang tertiup angin  kencang” itulah, saya sementara ini menepi dulu dengan memberikan “pengaguman” atas prestasi yang diraih pemimpin Jawa Timur: Pakde Karwo  yang perlu diutus ke “jalan berliku” nasional.

Sebagaimana diberitakan banyak media bahwa beliau selama ini telah menerima beratus-ratus penghargaan, termasuk mendapatkan penghargaan Indonesia Visionary Leader (IVL) dalam kategori Best Overall. Inovasi-inovasi yang dilakukannya diapresiasi  untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ide-ide visioner dalam mengintegrasikan peran pemerintah, BUMN dan swasta untuk membangun daerah, melangkah menumbuhkan entrepreneurship, mengajak pelaku partikelir memajukan wilayahnya. Penghargaan ini  melengkapi daftar panjang ratusan “sanjungan” nasional maupun internaisonal yang telah disemat penuh hormat.

Kepemimpinan dan inovasi Pakde Karwno  disorot on the track. Di samping pertumbuhan ekonomi yang inklusif, kesejahteraan yang meningkat, secara administratif-organisatoris birokrasi terbukti manfaat dengan mendapatkan  Leadership Award dan Innovative Government Award.   Secara khusus Leadership Award  merupakan wujud apresiasi terbaik yang diberikan pemerintah pusat kepada para kepala daerah yang telah berdedikasi memajukan daerahnya. Inovasi dan leadership yang hebat juga lahir di Kabupaten/Kota Jatim.

Anugerah Leadership Award untuk  bupati/walikota saat itu diraih oleh Surabaya, Banyuwangi, serta Lamongan. Khusus untuk  Innovative Government Award kategori kabupaten diraih bupati Gresik. Penghargaan ini pada jenjang urusan berikutnya juga dicapai Kota Probolinggo, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Madiun.  Semua ini memberikan optimisme hadirnya kepemimpinan dan inovasi pemerintahan terutama di Jatim di tengah-tengah maraknya berita OTT KPK. Istimewa lagi untuk “edisi” penghargaan Indonesia Visionary Leader ini, Emil Dardak selaku bupati Trenggalek meraih pernghargaan kategori Best in Unlocking Local Potentiality. Trenggalek menjadi moncer melalui pembangunan yang tidak bersifat top down melainkan bottom up.

Terhadap penghargaan dimaksud,  pembaca pasti memiliki pandangan yang bersifat persepsional atas suguhan menu yang dihidangkan dengan cita rasanya. Tetapi yang jelas  terdapat satu “aroma seruan” betapa pemimpin perlu hadir guna melayani dengan filosofi harmoni yang selayaknya dikonstruksi.   Kini  pembaca tahu tongkat estafet ataupun pelari cepat mana yang layak melanjutkan inovasi Pakde Karwo, dialah yang “diutus” untuk “bertahta”. Untuk selanjutnya biarlah Pakde Karwo menjajal  panggung nasional.

* Koordinator Magister Sains Hukum & Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry