WILIS : Lereng Gunung Wilis terbakar di sejumlah titik (tagana kota kediri /duta.co)

KEDIRI | duta.co – Rasa mencekam dirasakan warga Kediri dan sekitarnya akibat maraknya bencana alam tak kunjung usai. Diantara Gunung Kelud berada di sisi timur dan Gunung Wilis berada di sisi barat, bergantian api membara mengeluarkan asap hitam mengepul ke angkasa. Faktor kekeringan berkepanjangan bisa jadi alasan utamanya, namun dibalik semua itu apakah bisa diartikan tanda-tanda alam marah?

Ada kutipan satu bait kalimat dari kisah legenda rakyat, ‘Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung’. Dikisahkan sosok Lembu Sura begitu murka karena ingin meminang putri cantik Kerajaan Kadiri, Dewi Kilisuci. Namun bukannya mendapatkan impiannya, justru sosok dikabarkan sakti mandraguna tak berkutik saat dijebak masuk jurang cukup dalam di perut Gunung Kelud.

“Karena kita telah kehilangan budaya, semua tidak lagi menggunakan etika dalam berpikir maupun bertingkah laku. Merasa punya kemampuan, kekuatan dan kekuasaan. Namun tidak sadar bahwa apa yang dilakukan justru merugikan banyak orang. Dalam hal ini seluruh rakyat yang menanggung derita ini,” ucap Mbah Gondrong, sosok spiritual di Kediri saat diwawancarai.

Bila melihat kasus bencana alam dimana-mana, terang Mbah Gondrong, harusnya pemimpin berpikir tentang nasib yang kini dialami rakyatnya. “Sudah tidak terhitung berapa banyak kejadian alam hingga perang saudara. Kemudian jatuh korban. Apakah para pemimpin kita tahu? mendengar? Berusaha cari solusi? Bila salah mengambil langkah, harusnya rakyat diajak bicara. Jangan terus mencari kambing hitam,” ungkapnya.

Seperti musim kemarau berkepanjangan, banyak petani yang gagal panen. “Apakah dengan alat modern akan menyelesaikan masalah? Bila petani masih suka pola tradisional, apakah bisa di larang? Marilah kita bangga sebagai Bangsa Indonesia. Para pemimpin harus paham betul arti UUD 1945 dan kandungan pada sila-sila di Pancasila,” ucapnya.

Menurut Mbah Gondrong, bahwa Alloh .Swt memberikan ujian sesuai kemampuan umatNya dan kemudian akan diberikan apa yang diharapkan. “Namun bila bangsa ini selalu bergejolak, para ulama sibuk berpolitik demi kepentingan pribadi atau golongannya. Rakyat kecil yang harus menanggung penderitaan ini. Susah cari uang halal, jangan tempat ibadah hanya dijadikan panggung sandiwara, lalu siapakah yang menanggung penderitaan wong cilik,” lanjutnya.

Kediri yang dulunya subur, memasuki masa kekeringan ditandai petani di Lereng Gunung Kelud telah susah mendapatkan air. “Hutan lindung turut terbakar, pertanda makin susah mendapatkan air bersih. Jangan hanya bekerja saat jam kerja saja. Namun harus siap melayani rakyat dengan sepenuh hati dan setiap saat, karena mereka semua digaji oleh uang rakyat,” ucap Mbah Gondrong dalam kata penutup. (nng)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry