TAK PERCAYA: Widodo (kiri), ayah Yudhistira Rostriprayogi, saat bercerita kepada perangkat desa di rumahnya, RT 01 RW 6 Desa Cepokomulyo, Kec Gemuh, Kab Kendal, Minggu (9/4) kemarin.

KENDAL | duta.co – Mata Tri Widodo berkaca-kaca saat perangkat desa dan awak media datang ke rumahnya di RT 01 RW 6 Desa Cepokomulyo, Kec Gemuh, Kab Kendal, Minggu (9/4) kemarin. Dia tak percaya anaknya, Yudhistira Rostriprayogi (19), adalah terduga teroris yang tewas tertembak di Tuban bersama lima rekannya.

Widodo mendapat kabar bahwa satu diantara terduga teroris yang tertembak di Tuban merupakan anak pertamanya. “Tadi pagi (kemarin-red) rencananya mau ke Solo takziah keluarga, sampai Boyolali dapat kabar dari sepupu tentang berita ini. Saya langsung konfirmasi ke saudara yang juga bekerja sebagai polisi namun dia juga tidak berani memastikan apakah benar itu putra saya,” paparnya.

Widodo mengungkapkan sudah sejak SMP, putra pertama tersebut dia sekolahkan dalam pondok pesantren yakni SMP Pondok Pesantren Ass salamah Temanggung, kemudian melanjutkan ke sebuah Pondok Pesantren di Salatiga.

Lebih lanjut, Widodo menceritakan lulus SMA, Yudhis bekerja sebagai sebagai pengajar sekaligus ustad di Pondok Pesantren Baitul Ikhsan, Gringsing, Batang.

Menurut Widodo, putranya yang merupakan hafiz Alquran sering juga mengisi pengajian di daerah Weleri. Wid menikahi ZA selulus SMA pada tahun 2016. Keduanya sama-sama bekerja sebagai guru ngaji di Ponpes Baitul Ikhsan Batang. Bersama istri, Yudhistira, tinggal di pondok dan pada hari Jumat pulang ke rumah. Mereka kembali pondok setiap Senin pagi.

Selain bekerja sebagai guru ngaji di pondok, menurut Wid, anaknya juga bisnis jual beli komputer. Beberapa hari lalu, laptop dagangannya yang akan dikirim ke Medan sempat dikembalikan. “Ternyata saat kirim, baterai laptop seharusnya dilepas, tapi tidak dilepas. Akhirnya tidak bisa dikirim, karena alarmnya berbunyi,” tuturnya.

Widodo mengaku, selama di rumah, anaknya tidak pernah menunjukkan tingkah laku yang ganjil. Dia juga sering bercelana jins meskipun kadang memakai celana congkrang. “Setiap malam Minggu, dia mengisi pengajian di Weleri. Materinya cara membaca Alquran yang baik dan benar,“ tambah Wid.

Sementara itu, ZA (21), istri Yudistira, menuturkan, bahwa dirinya juga belum menerima kabar mengenai suaminya yang disebut tewas dalam baku tembak di Tuban. Perempuan bercadar ini mengatakan, terakhir kali bertemu, suaminya pamit mengikuti seminar di Malang selama sebulan.

“Belum dapat kabar apa-apa dari polisi atau pihak desa,” kata ZA.

Ibu dari AA (1) ini mengaku, suaminya berangkat sendiri ke Malang sejak Kamis (6/4) lalu. Mereka terakhir kali berkomunikasi pada Jumat malam. “Ada yang menanyakan kebenaran kabar itu, tapi saya belum bisa jawab,” ujarnya.

Ketua RT 01 RW 6 Desa Cepokomulyo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Solikhin, mengatakan, keluarga Yudistira bukan tipe keluarga yang menutup diri. Ibunya adalah seorang bidan dan ayahnya merupakan guru SD. “Yudhistira memang pulangnya setiap Jumat. Ia juga sering jamaah di masjid kampung sini, “ katanya.

Sedangkan Sekretaris Desa Cepokomulyo Coyo Nurmulyo mengaku, dirinya tidak terlalu kenal dengan Yudhistira karena dia lebih sering tinggal di pondok. “Dia kan, masih muda dan pulangnya seminggu sekali,“ tambahnya.

Yudistira Rostriprayogi menjadi salah satu terduga teroris yang tewas dalam baku tembak dengan polisi di wilayah Tuban, Jawa Timur. Yudistira tewas bersama lima temannya. Mereka melakukan baku tembak setelah sebelumnya menembaki polisi meski tidak mengenai sasaran. sad, tri

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry