Gus A'am Wahib dan Gus Irfan Yusuf Hasyim (kanan). (FT/WIWIEK)

SURABAYA | duta.co – Isu HTI dan khilafah justru memperkuat sosok Prabowo Subianto. Terlepas dari kebenaran isu tersebut, publik semakin paham, bahwa, yang sanggup menghadang khilafah, menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila, adalah Prabowo.

Ada dua kehebatan Prabowo dibanding yang lain. “Pertama, Pak Prabowo itu tentara, TNI. Nyawanya diwakafkan untuk NKRI. Tentara itu ‘hidungnya’ tajam. Daya ciumnya terhadap gerakan anti NKRI, anti Pancasila sangat luar biasa. Baik dari kanan maupun dari kiri. Ini berbeda dengan yang lain, karena dia petugas partai, tidak bisa bebas,” demikian disampaikan Gus Irfan Yusuf Hasyim, juru bicara pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, kepada duta.co, Selasa (20/11/2018).

Karena daya ciumnya sangat tajam, maka, Prabowo tidak kagetan. Tidak pernah silau dengan isu-isu HTI, ancaman khilafah segala macam. Apalagi kalau isu itu hanya dipakai untuk kepentingan politik praktis, kepentingan Pilpres.

“Kedua, karena Pak Prabowo bukan petugas partai, sehingga tangannya bebas, tangannya leluasa untuk menjaga NKRI, menjaga Pancasila, apalagi memiliki kemauan kuat untuk memperbaiki ekonomi rakyat. Karena bukan petugas partai, Pak Prabowo bisa leluasa memilih Cawapres yang sesuai dengan harapan rakyat Indonesia. Kalau petugas partai, jelas tidak bisa, karena harus konsultasi dulu dengan ketua umum partai,” tambah cucu pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari ini.

Ancaman Kanan-Kiri

Tahun lalu, Emirza Adi Syailendra (World Politics Review) sudah menulis, dengan kejadian-kejadian penuh gejolak selama masa pemilihan gubernur di Jakarta yang menjatuhkan gubernur non-Muslim, dan pelarangan organisasi Islam sipil oleh pemerintah Indonesia, sangat mudah mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia terancam dengan hadirnya politik Islam garis keras.

Namun, ternyata Islam garis keras bukan satu-satunya yang dianggap ancaman terhadap demokrasi. Tindak tanduk Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya yang di-cap anti-Islam juga menjadi faktor ancaman.

Belakangan, isu bangkitnya paham komunis juga tidak bisa dinafikan. Termasuk sejumlah pernyataan politisi yang menyudutkan Islam, seperti penolakan Perda Syariah, pengingkaran adanya akhirat, penyebutan ‘Bangsat’ untuk Kemenag, suara adzan yang disebut kalah merdu dibanding kidung Ibu Indonesia.

“Kalau ancaman dari kanan masih berada di jalan, tetapi ancaman dari kiri sudah berada di Senayan. Ini yang harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya umat Islam, tetapi juga umat beragama lain,” demikian sepenggal kesimpulan yang mencuat di diskusi Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin (BKSN) awal pekan ini. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry