Siswa dan siswi SD Negeri Sidodadi, Candi, Sidoarjo mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pilihan yakni tari. (dok/duta.co)

SIDOARJO | duta.co – Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik di luar jam belajar dengan bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Kegiatan ini bertujuan mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan.

Di SD Negeri Sidodadi, Candi, Sidoarjo, ada dua jenis kegiatan ekstrakurikuler yaitu wajib dan pilihan. Yang masuk dalam wajib adalah pramuka, bahasa Inggris, dan komputer. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler pilihan adalah tari, banjari, dan renang.

Selama ini, ekstrakurikuler tari hanya diikuti oleh murid perempuan. Padahal setiap pergantian tahun ajaran, guru selalu menyampaikan kepada murid bahwa semua ekstrakurikuler boleh diikuti semua murid sesuai dengan bakat dan minat mereka.

Sebenarnya ada satu dua murid laki-laki yang berminat mengikuti kegiatan tari. Namun mereka hanya sebentar saja bergabung. Penyebabnya setiap setelah mengikuti kegiatan menari mereka menjadi bahan ejekan teman-teman sesama laki-laki maupun perempuan. Dibilang, anak cowok kok menari sih. Merasa malu dan takut diejek lagi, murid laki-laki peserta ekskul menari itu akhirnya mundur. Mereka memilih kegiatan yang lain.

Tantangan yang dihadapi murid laki-laki yang tertarik ikut menari bukan hanya datang dari teman sekolah saja. Keluarga di rumah juga ada yang menentangnya. Sejumlah orang tua menganggap jika menari cocoknya untuk anak perempuan saja. Pemikiran itu pun diturunkan ke anak-anaknya. Hingga mereka terdoktrin untuk menganggap dirinya tak cocok menari.

Alasan utama orang tua tak ingin anak laki-lakinya menari adalah mereka takut kegiatan itu akan mengubah karakter buah hatinya menjadi sosok yang lemah gemulai. Selain itu, wali murid juga mempertimbangkan adanya biaya tambahan khusus untuk kostum menari. Hingga mereka meminta anak-anaknya untuk tidak memilih kegiatan tari.

Selain itu, Program pelatihan Sekolah Responsif Gender (SRG) berdampak positif bagi SDN Sidodadi. Pelatihan yang didampingi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dan INOVASI Jatim itu menjadi momentum perubahan.

Kegiatan itu membuka jalan untuk melakukan pendekatan kepada wali murid dan peserta didik tentang kesetaraan gender. Bersama kepala sekolah, bapak dan ibu guru didampingi komite sekolah mensosialisasikan kepada wali murid dan peserta didik bahwa semua kegiatan ekstrakurikuler dapat diikuti oleh seluruh peserta didik laki-laki dan perempuan. Termasuk ekskul menari.

Hasilnya ada sekitar 10 peserta didik laki-laki yang kemudian bergabung mengikuti kegiatan tari. Mereka juga sudah unjuk penampilan di ajang Gelar Karya. Ada dua tarian yang dibawakan campuran peserta didik laki-laki dan perempuan. Yakni Wonderful dan tari Udang.

Merasa kegiatan menari ini bisa menjadi sarana efektif mensosialisasikan kesetaraan gender, mulai tahun ajaran 2023/2024 ini tari bukan lagi menjadi ekskul pilihan. Untuk peserta didik kelas II, IV, dan V, tari menjadi ekskul wajib. Terlebih banyak sekali manfaat yang didapat siswa dengan ekskul tari ini.

Yang pertama, peserta didik diajak menghargai perbedaan. Meski laki-laki atau perempuan posisinya sejajar, sama-sama sebagai peserta ekskul. Kemudian, menari juga melatih siswa untuk belajar matematika. Sebab gerakan tari menggunakan hitungan irama yang membutuhkan kecerdasan berhitung.

Selain itu menari juga membantu menjaga perasaan hati siswa lewat musik yang digunakan maupun ritme seluruh gerakan. Menari juga melatih anak untuk disiplin, bersabar dan mau terus berusaha. Peserta didik diajari untuk tidak gampang menyerah sebelum bisa menghapal atau memberikan penampilan yang optimal.

Manfaat lainnya adalah menari meningkatkan konsentrasi karena penari harus mampu mengkoordinasikan tubuh dan otaknya dengan baik. Gerakan yang dilakukan bisa dibandingkan dengan aktivitas olahraga sehingga bisa menyehatkan.

Dengan sosialisasi yang berjalan baik dan lancar para orang tua dapat memahami konsep kesetaraan gender. Mereka pun mengizinkan anak laki-lakinya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menari. Begitupun dari peserta didik juga tidak ada lagi kata-kata perundungan untuk murid laki-laki yang menari. Apalagi sekolah juga menyediakan jenis tarian yang khusus untuk anak laki-laki, khusus anak perempuan, dan tarian yang mencampurkan penampilan peserta didik laki-laki dan perempuan.

Murid pun merasa senang bisa menyalurkan keinginan dan bisa mengetahui jenis tari-tarian. Untuk memberi motivasi, guru memberikan penilaian khusus dan reward agar kegiatan ekstrakurikuler tari itu bisa terus berjalan dengan baik.

”Ikut ekskul menari rasanya senang, berani menampilkan bakat, dan bisa melawan rasa tidak percaya diri,” kata Andika Yudha Pratama, siswa kelas V yang sudah ikut ekskul tari sejak kelas IV.

Perasaan serupa juga dituturkan rekan sekelas Andika, Raditia Noval Saputra dan Muhammad Danial Wafiki. ”Ya bahagia, tidak takut lagi tampil di depan orang, jadi percaya diri,” kata Raditia. ”Sama juga rasanya senang. Membuat saya berani tampil,” sahut Danial.

Sosialisasi kesetaraan gender mampu menghilangkan pandangan negatif dari peserta didik laki-laki yang menari. Sehingga anak laki-laki bisa memiliki kesempatan untuk menunjukan kemampuan berdasarkan minat dan bakatnya. Mereka juga punya kesempatan untuk menampilkan tariannya dengan percaya diri. (imm)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry