Keterangan foto narasinewsroom.

“Penegakkan hukum (hari ini) juga sudah mencederai rasa keadilan masyarakat, karena hukum dikendalikan oleh segelintir orang.”

Oleh Mukhlas Syarkun

DALAM sidang BPUPKI ketika diskusi soal bentuk negara, sempat muncul keinginan mengembalikan lagi, menjadi negara kerajaan (Kesultanan atau kekhilafahan) sebagaimana dahulu kala. Namun keinginan itu ditolak, bahkan Kiai Sanusi dari PUI juga menolak dan tegas, dan lebih memilih bentuk republik.

Mengapa? Karena beliau (anggota BPUPKI) berharap kedaulatan rakyat benar benar wujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pendiri Republik ini punya harapan besar agar jangan sampai negara ini hanya melayani segelintir orang.

Dalam perdebatan juga sempat muncul, kalau kita jadi kerajaan, maka, kemungkinan akan dengan mudah dijajah.

Hal ini logis, sebab pengendali negara hanya ada di segelintir orang, maka, dengan mudah ditakluki kekuatan luar.

Bentuk Republik yang memposisikan kedaulatan ada ditangan rakyat, itu senafas dengan demokrasi, maka  ketika ada tanda tanda demokrasi dikebiri, Gus Dur tampil berjuang menegakkan demokrasi supaya kebijakan pemimpin berorientasi pada kemaslahatan rakyat, bukan segelintir orang.

Perjuangan Gus Dur berhasil, sehingga Indonesia dinobatkan sebagai negara muslim terbesar yang mampu menjalankan demokrasi.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, republik yang dijalankan dengan nafas demokrasi berlahan kabur. Hal ini terlihat kebijakan ekonomi yang tidak lagi berorientasi ke rakyat, tapi ke segelintir orang dan, sehingga Rais Am PBNU KH Miftachul Akhyar ikut bersuara bahwa kekayaan Negara, kini hanya dikuasai segelintir orang.

Inilah sisi negatif yang muncul dari sebuah kerajaan  (khilafah) yang dulu pernah diperdebatkan dan kita tinggalkan.

Begitu juga soal kedaulatan rakyat, yang terus tergerus oleh oligarki partai dan pemodal, ini adalah sisi buruk dari potret politik dalam bentuk kerajaan (khilafah) oleh pendiri republik. Dan para pendiri negeri ini berusaha menjauhi.

Penegakkan hukum (hari ini) juga sudah mencederai rasa keadilan masyarakat, karena hukum dikendalikan oleh segelintir orang. Inilah sisi gelap dari bentuk kerajaan (khilafah) yang dulu juga ditentang Umar bin Khattab.

Sekarang, bangsa Indonesia tengah menyaksikan segelintir orang memainkan ekonomi, politik dan hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan kepala daerah (bukan cuma gubernur, tetapi juga walikota) untuk menjadi Capres-Cawapres, sungguh mencerminkan semua itu. Ini sama saja mengubah diktum yang sudah diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahwa Capres-Cawapres berusia minimal 40 tahun.

Kini lengkap sudah baik ekonomi, politik dan hukum terlihat telah lepas dari aspirasi rakyat, tapi justru beralih ke segelintir orang. Khilafah kita tentang, tapi, sisi buruk dari khilafah justru malah dijalankan, bukankah demikian!!

Mukhlas Syarkun

Jakarta

17/10/2023

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry