RITUAL Agama Sunda Wiwitan (kiri) dan Anak-anak Sunda Wiwitan menyanyikan Lagu Sampurasun. Mereka menganggap diskriminasi terhadap masyarakat adat, penghayat, dan penganut kepercayaan hingga saat ini masih berlangsung di Indonesia. (FT/UGM.AC.ID)

JAKARTA | duta.co  – Penganut Penghayat Sunda Wiwitan, salah satu aliran kepercayaan, menyambut gembira putusan MK perihal persetujuan aliran kepercayaan ke dalam kolom agama, kartu tanda penduduk (KTP).

Seperti disampaikan Dewi Kanti Setianingsih, pejuang agama Sunda Wiwitan, merasa plong. Putusan MK Selasa (7/11) itu, membuat Dewi dan penghayat kepercayaan lainnya terlindungi, dianggap oleh negara, meski negeri ini sudah merdeka selama 72 tahun.

“Menurut kami ini sebuah langkah maju yang adil dan tegas dari negara dalam melaksanakan amanat konstitusi,” ujar Dewi kepada wartawan Rabu (8/11/2017).

Dewi kemudian menceritakan, selama ini para penghayat kepercayaan sering kali mengalami kesulitan dalam mengurus adminsitasi seperti pembuatan akta kelahiran maupun buku nikah. Karena untuk mengurus dua hal tersebut, mereka dipaksa untuk memilih satu agama tertentu dari agama-agama yang telah diakui oleh negara.

“Perkawinan kami terhambat dicatatkan karena dianggap belum ada perundang-undangan yang menaungi kami, kemudian ketika perkawinan itu sudah dilaksanakan dan memiliki keturunan, anak tidak bisa mendapatkan akta kelahiran,” ujarnya.

Beberapa bentuk diskriminasi itulah yang selama ini kerap dialami oleh para penghayat kepercayaan termasuk dirinya. Bahkan tidak sedikit juga anak-anak penghayat kepercayaan, menurut Dewi tumbuh dengan rasa tidak percaya diri di sekolah mereka.

Karena mereka sering kali dianggap berbeda oleh lingkungannya hanya karena agama orang tua mereka yang tidak bisa masuk di KTP. Oleh karena itu Dewi berharap dengan keputusan MK itu, dapat memberikan napas baru bagi para penghayat kepercayaan.

“Anak-anak kan harusnya dikuatkan psikologinya, ada kepercayaan diri dan merasa disetarakan juga dengan warga negara Indonesia sama seperti anak-anak lainnya,” ujar Dewi.

Putusan MK ini mengharuskan pemerintah cepat bergerak.  Kementerian Dalam Negeri pun berjanji akan segera menindaklanjuti putusan tersebut dengan memperbaiki Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan database kependudukan serta sosialisasi ke seluruh Indonesia putusan itu.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arief Fakhrullah mengatakan bahwa perbaikan SIAK dan penyiapan formulir tersebut butuh waktu kurang lebih sebulan lamanya.

“Saya perlu waktu kira-kira satu bulan untuk pembenahan aplikasi SIAK dan sosialisasi ke Dukcapil se-Indonesia dan menyiapkan form-formnya,” kata Zudan melalui pesan singkatnya, Rabu (8/11/2017)

Karenanya, kata Zudan, para penghayat kepercayaan diminta bersabar agar bisa mendapatkan KK dan e-KTP baru dengan perubahan kolom agama sebagaimana putsuan MK sampai sebulan ke depan. “Iya benar, perbaiki dulu aplikasi SIAK,” ujar Zudan.

Soal apakah nanti rincian aliran kepercayaan yang dianut akan ditulis di KK dan e-KTP, menurut Zudan, saat ini persoalan tersebut sedang dibahas antara Kemendagri, Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Sedang dikoordinasikan dengan Kemenag dan Kemendikbud. Ada plus-minusnya sedang dibahas saat ini,” ujar Zudan.

Seperti diketahui, permohonan uji materi diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016. Para pemohon sebelumnya menilai, ketentuan di dalam UU Adminduk itu dinilai tidak mampu memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat selaku warga negara.

Selama ini, para penghayat kepercayaan seperti Sunda Wiwitan, Batak Parmalim, dan Sapto Darmo merasa mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan publik karena kolom agama dalam KK dan KTP mereka dikosongkan.

Tetapi, anggota Komisi II DPR RI Ahmad Baidowi (Awi) mengaku terkejut dengan keputusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan penganut kepercayaan setara dengan enam agama lainnya atau sudah dapat tercantum di KTP.

“Seharusnya semua WNI memeluk agama resmi negara. Setiap ada putusan MK terkait PUU memang harus ditindaklanjuti dengan revisi UU, yang jelas nanti jumlah pengikut aliran kepercayaan semakin banyak menyebutkan identitasnya,” kata Awi, di Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Tidak hanya itu, Awi juga mengatakan pasca putusaan MK tersebut dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk menghindari kewajiban ajaran agama. “Bahkan bisa disalahgunakan oleh pemeluk agama untuk menghindari kewajiban ajaran agama bisa berdalih (berlindung) dengan identitas aliran kepercayaan,” papar dia.

Kendati demikian, wakil sekertaris jenderal (Wasekjen) DPP PPP itu menegaskan meski putusan itu mengecewakan, akan tetapi harus diterima. “Ya, meskipun kecewa tapi putusan MK sifatnya final dan mengikat,” pungkasnya.

Perlu tahu, Indonesia sebagai negara yang berpegang teguh pada semboyan “Bhineka Tunggal Ika” selalu mengapresiasi ragam perbedaan dan kesatuan masyarakat di dalamnya. Secara resmi Indonesia mengakui 6 ragam agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.

Tapi, tahukah Anda bahwa Indonesia sejak dahulu sudah memiliki banyak aliran kepercayaan jauh sebelum masuknya agama-agama besar yang diakui saat ini? Bahkan sampai saat ini aliran kepercayaan warisan nenek moyang itu masih diyakini dan dianut oleh sebagian kecil masyarakat di berbagai daerah Nusantara.  Dengan putusan MK ini diyakini agama adat bakal tumbuh bak jamur di musim hujan. (rep,net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry