Pakar Komunikasi Politik Unair, Dr Suko Widodo. DUTA/dok

SURABAYA | duta.co – Klaster Sampoerna untuk penyebaran coronavirus deasese (Covid-19) membawa polemik antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Berawal saat Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengatakan lambatnya respon terkait penanganan awal risiko penularan Covid-19 di pabrik rokok terbesar di Surabaya itu. Padahal sejak 14 April 2020, pihak perusahaan telah melapor ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya.

Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser yang juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Surabaya membantah tudingan Khofifah.

Melihat kondisi itu, pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr Suko Widodo menilai hal tersebut menunjukkan kalau sistem komunikasi antarlembaga pemerintahan tidak lancar.

“Adanya kesimpangsiuran informasi itu, baik saling membantah, saling klaim, menunjukkan lemahnya pola komunikasi keduanya di dalam pemerintahan, baik di Pemprov maupun Pemkot,” ujarnya.

Sehingga kata Suko, yang perlu dilakukan adalah harus dengan rendah menekan ego masing-masing agar bisa melayani. “Agar kedua lembaga itu tidak terus berantem,” tandas Suko.

Dia mencontohkan, kalau Surabaya mengatakan sudah menyampaikan soal penyebaran Covid-19 di Sampoerna, nyatanya publik tidak tahu. Padahal, menurut undang-undang terkait keterbukan informasi publik, semua masyarakat wajib tahu dan pemerintah memberitahukan dengan baik,“ ujarnya.

Suko mengaku menangkap munculnya data-data yang tak terduga itu menunjukkan tata kelola informasi yang dilakukan pemerintah tidak komprehensif.

“Mengapa kok baru muncul. Mungkin tidak disembunyikan, tapi mungkin malah tidak mengerti. Kalau disembunyikan itu masih pintar,” tandas Suko. end/ril