Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Timur Agus Muttaqin.

LAMONGAN | duta.co – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jawa Timur sangat menyesalkan adanya dugaan Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Made Lamongan. Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Timur Agus Muttaqin menyebutkan, seluruh bentuk pengenaan biaya sekolah semua telah diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012.

“Dalam pasal 9 ayat 1 Permendikbud disebutkan, bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan,” kata Agus Muttaqin, Selasa (29/06/21)

Dia mengungkapkan, apapun bentuknya, satuan pendidikan dasar di bawah pemerintah dilarang memungut iuran, titik. Tidak ada alasan apapun. “Selama ini banyak aduan terkait modus pengenaan biaya yang dilakukan sekolah mulai dari dalih untuk mengganti seragam, buku hingga pelampiran surat kesediaan orang tua berdasar kesepakatan komite sekolah,” terang dia.

Modus semacam itu, kata Agus, dianggap kepala sekolah sebagai surat sakti untuk melegalkan praktik pungutan kepada wali murid.

Dia menjelaskan, padahal dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 12 huruf (a) menyebut, komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.

“Inilah yang acapkali disalahpahami, semua salah kaprah. Saya bicara saja terus terang, seringnya malah terjadi penyiasatan oleh sekolah,” tandasnya.

Untuk itu, sambung Agus, masalah kebutuhan seragam dan lain-lain, sebaiknya diserahkan kepada wali murid. Wali murid difasilitasi untuk bermusyawarah dengan komite sekolah dan segala keputusan tidak pula menjadi kewajiban yang memberatkan.

” Kalau pengenaan biaya sifatnya wajib, ada batas minimal, dan ada jangka waktunya, itu jelas pungutan. Bukan sumbangan, apapun bentuk pungutan itu harus dikembalikan ke wali murid,” bebernya.

Lebih lanjut dia mengatakan, selain dilarang oleh Permendikbud, pungutan itu bisa dianggap dari dua kaca mata. Dari Ombudsman, permasalahan tersebut merupakan bentuk maladministrasi.

Menurut Agus, sedang dari aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan itu jelas pelanggaran hukum dan bisa diproses lebih lanjut.

“Tapi, sebaiknya perlu dilakukan tindakan persuasif dengan menganggap kasus tersebut sebagai bentuk maladministrasi. Tidak semua harus dilakukan pendekatan hukum pidana dan saling menjaga martabat,” urainya.

Mantan wartawan Jawa Pos itu menuturkan, kepala sekolah sebaiknya segera mengembalikan uang pungutan tersebut ke wali murid. Dan berjanji tidak akan mengulangi lagi pada tahun ajaran baru yang akan datang.

“Kepada wali murid, saya berpesan agar tidak segan untuk melapor jika tidak ada itikad baik dari sekolah untuk mengembalikan pungutan tersebut,” pungkas Agus. ard

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry