Keterangan foto youtube

JAKARTA | duta.co – Pelan, tapi pasti. Operasi menggoyang kursi Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Ketua Umum DPP PKB, masih terus berjalan.  Apalagi akhir Agustus 2024 nanti, konon SK DPP PKB sudah berakhir. Di samping banyaknya keinginan nahdliyin agar politik PKB sinkron dengan PBNU.

DPP PKB dalam kepemimpinan Cak Imin dianggap ‘tinggi hati’. Partai besutan para kiai itu mestinya langsung mengucapkan selamat atas kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 14 Februai 2024. Tetapi, faktanya, PKB justru asyik bermanuver mendorong Hak Angket (di Senayan) dan sibuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saatnya PKB kembali ke pangkuan Nahdlatul Ulama. PKB segera memberikan ucapan ‘selamat’ kepada Pak Prabowo dan Mas Gibran. Jangan banyak manuver. Setelah itu, juga jangan ‘tinggi hati’. Karena kenenangan atau tambahnya suara itu kerja kolektif bukan kerja ketua umumnya saja,” demikian Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Sekjen PBNU yang akrab dipanggil Gus Ipul  dalam TikTok @unprat21, yang sudah disukai ribuan orang sebagaimana terlihat duta.co, Senin (1/4/24).

Warning Gus Ipul ini, menarik dicermati. Apalagi namanya juga disebut dalam podcast ‘Bocor Alus’ yang diisi jurnalis-jurnalis handal Tempo melaluio @tempodotco. Pengamat politik santri, Doktor M Sholeh Basyari, pun menilai wajar kritik Gus Ipul terhadap Ketua Umum DPP PKB.

“Saya juga melihat video itu, statemen Gus Ipul. Isinya down-grade peran Cak Imin secara analitik, meskipun fakta perolehan suara PKB pada pemilu legislatif bulan lalu, ter-upgrade signifikan,” demikian Dr M Sholeh yang notabene Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies) kepada duta.co.

Menurutnya, video berisi statement Gus Ipul itu masih konsisten, terukur dan terstruktur. Kendati kurang masif, terutama tentang ‘operasi ganti nahkoda’  dan pengembalian PKB ke pangkuan PBNU.

Diakui, bahwa, sebagian besar nahdliyin, memang, menginginkan hal itu. Jalan Gus Ipul ini, menggambarkan sejumlah hal yang menarik dicermati. Pertama, dari nama-nama potensial yang telah beredar untuk menggantikan Cak Imin sebagai ketum PKB, hanya Gus Ipul yang bisa disebut serius dan selevel dengan Cak Imin. Sementara nama-nama seperti Abdul Kadir Karding, Marwan Jafar bahkan Yaqut Cholil Qoumas adalah kader-kader yang justru diorbitkan Cak Imin.

“Rasa-rasanya sulit berharap dari Karding dan Marwan untuk benar-benar mengkonsolidasi kekuatan guna mendepak Cak Imin dari Raden Saleh,” katanya sambil tersenyum.

Pengamat Politik Santri, Dr M Sholeh Basyari (FT.IST)

Gus Ipul, tegas Dr Sholeh, punya sejarah dan pengalaman sendiri dalam ‘merebut’  PKB di saat transisi kepemimpinan nasional. Jejak Gus Ipul terkait hal ini terlacak pada Muktamar Luar Biasa (MLB) PKB di Jogja Januari 2002. Saat itu, MLB disamping untuk merebut PKB dari kelompok Mathori Abdul Jalil sekaligus untuk mendapatkan ticket kursi menteri pada pemerintahan Megawati.

“Meski setelah kursi menteri dan PKB berhasil direbut dari kubu Mathori, Gus Ipul tampak terlena. Tahun 2005, Muhaimin mampu meyakinkan Gus Dur dan mayoritas kiai pendukung PKB, untuk menyelenggarakan muktamar PKB di Semarang. Muktamar ini didahului oleh pemecatan secara bersamaan Ketum dan Sekjen PKB (Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf).  Dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, hanya PKB  satu-satunya partai yang ketum dan sekjen-nya dipecat secara bersamaan,” jelasnya.

Kedua, lanjut dosen di Perguruan Tinggi NU itu, kepemimpinan solid Cak Imin di PKB sejak Muktamar Semarang (2005) hingga sekarang (2024), dengan semua dinamika yang menyelubunginya, melahirkan keutuhan partai sekaligus mematikan tumbuhnya bibit kepemimpinan internal.

Cak Imin seperti umumnya pemimpin dengan karakter otoriter lainnya: tidak sudi tokoh lain besar di luar kontrol dirinya. Sudah 19 tahun Cak Imin menahkodai PKB, tidak satupun kader dan tokoh dengan spec dan level nasional, lahir dari tangannya.

“Alih-alih melahirkan kader level nasional yang dipersiapkan sebagai sirkulasi elit partai, Cak Imin tidak segan menendang kader-kader utama keluar dari lingkarannya, bukan sebab berbeda prinsip, tetapi lebih karena kecurigaan-kecurigaan negatif internal,” jelasnya.

Ketiga, lanjutnya, sejatinya upaya untuk mendongkel Cak Imin dari Raden Saleh, sangat berliku dan terjal. Mengapa? Karena DPP, DPW dan DPC PKB, begitu solid mengarah ke kebulatan tekad mendukung Cak Imin kembali. Tetapi faksi-faksi yang menghendaki regenerasi di PKB, tak kalah kuat, mereka memiliki modal besar: Titah istana (lama dan baru). Ini sangat ampuh mengobrak-abrik barisan.

Belajar dari operasi di PPP dengan target Suharso Monoarfa, titah istana terkait PKB, bersembus sangat sayup, sunyi dan seperti iklan mobil panther tahun 90-sn ‘Nyaris Tak Terdengar’.

“Titah itu terdeteksi setidaknya (melalui) dua hal: reshuffle orang terdekat Cak Imin atau turunnya logistik untuk kepentingan ini. Selagi dua hal ini tidak nyata, titah istana terkait operasi ganti nahkoda PKB, jangan-jangan hanya  sekelas ‘ngabuburit jelang berbuka’. Jadi? Dua indikator itu yang kita tunggu saja,” pungkasnya sambil tertawa. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry