Ketarangan foto edition.cnn.com

“Menurut Benzi, serangan Hamas adalah karena mereka frustasi terhadap kondisi yang menghimpit. Dia menyerukan agar pemerintah Israel memberikan sesuatu yang bisa menjadi harapan bagi Palestina ke arah yang lebih baik.”

Oleh Achmad Murtafi Haris*

SEORANG kawan bertanya, jika tuntutan Israel dituruti untuk pendirian negara Palestina yang berdaulat, apakah Israel benar akan memenuhi resolusi PBB itu? Kawan yakin bahwa Israel tidak akan mentaati keputusan PBB 242 pada 1967 yang membagi wilayah menjadi Tepi Barat dan Jalur Gaza milik Palestina dan lainnya milik Israel. Secara formal pemerintah Israel meski menerima keputusan itu, tapi batas perbatasan Israel-Palestina masih diperdebatkan. Sementara di pihak Palestina meski juga terdapat banyak penolakan namun pada akhirnya menerima. Hamas juga menerima keputusan itu pada 2017 dengan batas wilayah sesuai pada 1967 dengan Jerusalem sebagai ibu kota Palestina. Meski demikian, Hamas tetap tidak mengakui keberadaan negara Israel (aljazeera). Sikap ini lebih lunak dari sikap Hamas pada 1988 yang kesemuanya adalah milik Palestina.

Jika Hamas menerima solusi 2 negara, mengapa dia masih memilih perang melawan Israel dan tidak mau meneruskan perundingan damai dengan Israel?

Solusi 2 negara memang belum bisa diterima sepenuh hati oleh kedua pihak Israel dan Palestina. Hasil polling mutakhir menunjukkan bahwa baik masyarakat Israel mau pun Palestina lebih banyak mendukung “one state solution”. Bagi Israel, kemenangan perang 1967 membuat mereka berhak atas tanah yang dikuasai yang melebih batas peta PBB. Sementara bagi pihak Palestina, mereka masih merasa bahwa semua wilayah asalnya adalah milik mereka, untuk itu mereka berhak atas semuanya dari sungai Jordan hingga pantai Mediterania. Israel berpandangan bahwa berdirinya negara Palestina yang berdaulat adalah ancaman abadi bagi mereka. Negara yang berdaulat berhak membangun kekuatan militer dengan senjata berat tank, pesawat tempur, rudal yang akan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan negara Israel. Negara seperti Iran yang sangat anti Israel akan menyuplai senjata berat itu. Kekhawatiran inilah yang membuat Israel ogah-ogahan dengan solusi 2 negara. Dengan kondisi terjajah saja Hamas bisa menyerang dengan roket-roket balistik, apalagi jika Palestina berdaulat penuh.

Bagi Hamas, ketidakseriusan Israel mendukung berdirinya negara Palestina, membuat mereka terus geram. Beberapa kali dia menyerang Israel dan serangan 7 Oktober kemarin adalah yang terbesar yang menewaskan 1400 warga Israel. Seperti yang sebelumnya, serangan Hamas selalu dibalas dengan serangan yang bertubi-tubi yang menimpa warga sipil Palestina.

Benzi Sanders, mantan tentara Israel yang berperang melawan Hamas pada 2014, bercerita pengalaman pahitnya saat diwawancarai CNN, bahwa saat perang itu, dia masuk ke perkampungan Palestina untuk mengejar Hamas. Setelah diketahui bahwa yang ditemukan adalah warga, maka dia meninggalkan rumah itu. Namun apa yang kemudian sungguh mengagetkan. Pesawat tempur Israel mengebom rumah itu dan membuat tewas penghuninya. Dia melaporkan apa yang terjadi dan mendapatkan jawaban bahwa Arab adalah Arab. Sama saja tentara atau bukan. Benzi sangat sedih dengan kejadian itu yang dia saksikan dengan mata sendiri. Dia yang tinggal di Amerika yang juga berkewarganegaraan negara besar itu, mengatakan bahwa pemerintah Israel secara umum tidak serius dengan agenda perdamaian. Mereka membiarkan permukiman Yahudi berdiri di tanah Palestina yang tidak hanya melanggar batas wilayah PBB tapi juga melanggar aturan Israel sendiri. Menurut Benzi, serangan Hamas adalah karena mereka frustasi terhadap kondisi yang menghimpit. Dia menyerukan agar pemerintah Israel memberikan sesuatu yang bisa menjadi harapan bagi Palestina ke arah yang lebih baik. Bukan dengan hegemoni yang membuat mereka frustasi dan nekat.

Perang terakhir membuat status otorita Palestina ke depan menjadi kelabu. Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ke depan tidak ada lagi otorita Palestina terutama di Gaza. Hamas yang selama ini berkuasa atas Gaza karena menang di Pemilu Palestina, tidak dibiarkan memegang administrasi Gaza. Ketidakmampuan Israel masuk ke Gaza membuat Hamas membangun persenjataan untuk menyerang Israel. Israel tidak ingin ini terjadi lagi dan akan menghabisi Hamas sepenuhnya.

Akankah rencana Netanyahu ini terwujud? Banyak pengamat sangsi. Jika apa yang diinginkan Netanyahu terjadi, hal ini secara pasti memupuskan harapan berdirinya negara Palestina yang berdaulat yang sekaligus melanggar resolusi PBB tentang solusi dua negara. Warga Palestina akan menjadi warga pribumi terjajah seperti era penjajahan dahulu. Pemerintahan Israel akan menjadi pemerintah Apartheid yang mendiskriminasi warga Palestina sebagai warga kelas bawah. Seperti yang terjadi si Afrika Selatan hingga 1991 saat sistem Apartheid dihapus dan memberi hak kepada warga kulit hitam untuk mencalonkan presiden dan Nelson Mandela terpilih.

Yang seperti ini tentu tidak menyelesaikan masalah. Ketegangan akan terus terjadi dan brutalisme tidak berakhir. Dan tidak semua warga Israel mendukung kebijakan Israel yang seperti ini. Benzi mantan tentara Israel yang ikut berperang melawan Hamas pada 2014 mengatakan bahwa sikap keras pemerintah Israel hanya akan melahirkan perlawanan yang lebih dari pihak Palestina. Benzi tidak takut berseberangan dengan mayoritas warga Israel yang mendukung aksi militer. Baginya ini semata demi kebaikan bersama. (*)

*Achmad Murtafi Haris adalah dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry