Mursyidul Ibad, SKM, MKes – Dosen Fakultas Kesehatan

PANDEMI Covid-19 sudah tinggal dan bermukim di masyarakat Indonesia selama enam bulan ini. Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak dari pandemic tersebut.

Upaya yang dilakukan adalah dengan adanya perubahan tim satgas penanganan covid-19 sejak bulan Agustus 2020 menjadi Tim Satuan Tugas Percepatan Penanganan Dampak Covid-19 (tulis sumbernya). Sehingga, sampai saat ini focus pemerintah pada faktor sisi ekonomi maupun kesehatan.

Menurut data dari Pemprov Jawa Barat, angka tingkat perceraian di provinsi tersebut melonjak selama beberapa bulan terakhir. Termasuk, dampak lainnya yang tersebunyi dan belum menjadi prioritas penanganan adalah adanya kenaikan angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) selama pandemic covid 19.

Angka kejadian kehamilan tidak diinginkan di Indonesia menurut data SDKI 2017 sebesar 15,4% dan mengalami peningkatan menjadi 17,5% persen pada tahun 2017. Angka tersebut belum termasuk kejadian KTD pada remaja. Provinsi Jawa Timur sendiri berada pada posisi tengah dengan mneyumbang kejadian KTD pada Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 14,6%.

Dalam paparannya pada siaran pers BKKBN, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyebutkan bahwa dampak mewabahnya Covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap rentannya terjadi Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang dikarenakan adanya penurunan jumlah pelayanan KB secara nasional dari masing-masing jenis alat obat kontrasepsi (alokon).

Hal ini dindikasi bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) yang memerlukan kontrasepsi tidak bisa mengakses layanan kontrasepsi di faskes dan menunda ke faskes selama Covid-19 jika tidak dalam kondisi gawat, karena adanya kekhawatiran PUS yang memerlukan kontrasepsi tertular Covid-19.

Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) juga menegaskan bahwa KTD memiliki dampak yang luas seperti meningkatkan kasus aborsi, meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, anemia pada ibu hamil, malnutrisi pada ibu hamil dan janin, bayi lahir prematur, berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan kurangnya kasih sayang dan pengasuhan karena anak tidak diinginkan.

Menurut penelitian yang dilakukan Anggraeni tahun 2018, menunjukkan bahwa kejadian KTD di Indonesia merupakan masalah serius dan menyumbang 700.000 kematian janin akibat abortus setiap tahunnya. Dampak lainnya yang timbul adalah meningkatnya kejadian abortus, infertilitas, pengabaian anak dan kematian ibu.

Penelitian yang dilakukan oleh Saptarini dan Suparmi tahun 2016 menggunakan data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa beberapa determinan terjadinya KTD di Indonesia. Determinan tersebut diantaranya riwayat penyakit ibu, status hidup bersama, paritas, kontrol kehamilan, pendidikan, tempat tinggal dan penggunaan alat kontrasepsi.

Kejadian KTD yang dialami remaja disebabkan oleh kemudahan akses pornografi, minimnya pengetahuan seputar kesehatan reproduksi, sikap permisif saat bergaul, pola asuh orang tua yang cenderung permisif serta pengaruh teman dekat. * (bersambung)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry