maah Lansia diberikan fasilitas kursi roda saat tiba di Madinah. (IDN Times/Sunariyah)

SURABAYA | duta.co – Rabu (7/6/23), sekitar pukul 14.00 Wib, redaksi duta.co menerima telepon dari tanah suci. “Saya berada di Madinah. Sungguh memprihatinkan penanganan Jemaah lanjut usia. Saya yakin, tidak akan muncul di media tanah air,” demikian seorang jamaah asal Kediri, Jawa Timur kepada duta.co.

Lelaki yang enggan disebut namanya itu, kemudian bersumpah, DEMI ALLAH. Dia kasihan menyaksikan Jemaah lansia yang terkatung-katung. Mereka tidak memiliki pendamping. Bahkan tidak sedikit yang harus membayar mahal, untuk kegiatan seperti umroh wajib.

“Kebijakan pemerintah untuk melarang pendampingi boleh saja, tetapi, siapa yang bertanggungjawab akan nasib mereka? Apakah petugas mumpuni untuk menjadi pendampingnya? Untuk umroh wajib, mereka harus membayar Rp5 juta. Lalu, apakah semua Jemaah Lansia berduit?” terangnya.

Ia kemudian bercerita soal kursi roda, dan petugas pendorongnya. “Kalau harus sewa pendorong, Jemaah mesti merogoh saku sampai Rp6 juta. Padahal, kalau ketahuan Askar (polisi) setempat, pendorong itu lari tidak kembali. Saya benar-benar kasihan,” tambahnya.

Jadi? “Menurut pandangan kami, penanganan Jemaah Lansia sangat menyedihkan. Ini menjadi pekerjaan rumah Kemenag RI. Kabar baik selama ini, belum mencerminkan yang sebenarnya. Mohon media duta.co, menyuarakan ini,” harapnya.

Bisa Optimalkan Mahasiswa

Sarannya: Kebijakan Menteri Agama menghapus pendamping lansia dari keluarga, harus ditinjau ulang. Ini karena, faktanya, keamanan jemaah haji lansia tidak terjamin dengan tidak adanya pendamping keluarga.

Perintah, melalui UUD 1945 cukup jelas di mana negara wajib melindungi keselamatan, khususnya rakyat. Nah, dengan dihapusnya pendamping lansia dari keluarga mengancam. ini keselamatan jemaah haji lansia dan juga membuat jemaah haji lansia harus merogoh uang 5 juta sampai 6 juta ke pendamping swasta untuk umroh wajib.

“Bayangkan kalau ribuan jemaah lansia, dengan tempat dan waktu terbatas, serta begitu bersemangat untuk beribadah karena berpikir mumpung di Madinah dan di Makkah, bisa sampai 3 atau 4 kali umroh. Bagaimana dengan keamanan jiwanya dan berapa puluh juta lagi mereka harus mengeluarkan uang,” terangnya lelaki yang juga mahasiswa Indonesia di Madinah.

“Kalau sekali umroh mereka harus keluar uang Rp5 jt sampai Rp6 juta. Itu belum pendampingan saat pelaksaan haji yang saya dengar pendampingannya sampai bertarif Rp15 juta sampai Rp20 juta. Kasihan lansia dan ini jelas menurut saya sudah melanggar UUD 1945 dan HAM,” kisahnya sambil menjelaskan mengapa pemerintah tidak mengoptimalkan mahasiswa di tanah suci.

“Setiap hari saya mendengar lansia tersesat, hati saya deg degan. Padahal ini kloter awal di mana petugas haji Indonesia kita tahu, sangat terbatas. Saya tidak bisa membayangkan kalau sudah separo kloter datang seperti ini, apa yang terjadi dengan nasib lansia yang kemungkinan hilang dan di puncak haji. Semoga tidak terjadi,” tegas mahasiswa yang sedang menempuh S3 di Madinah ini.

Sudah Diwanti-wanti

Sejak awal, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah wanti-wanti kepada Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh agar memberi pelayanan terbaik kepada jemaah haji 2023. Menag mengingatkan bahwa tahun ini ada 62 ribu jemaah lanjut usia (lansia).

Hal tersebut disampaikan Menag saat membuka Rapat Kerja Nasional Program Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah tahun 2023. “Tanpa mengurangi pelayanan jemaah haji lainnya, saya minta supaya jemaah haji terutama yang lansia, dipastikan mendapat pelayanan khusus dan maksimal,” ungkap Menag di Asrama Haji Bekasi, Rabu (1/3/2023).

Menurut Menag, kebutuhan jemaah lansia pasti berbeda dibanding dengan jamaah yang usianya lebih muda. Oleh karenanya, perlu diperhatikan dengan detail dan seksama. “Di beberapa daerah, ada jemaah yang usianya di atas 100 tahun. Bisa bayangkan usia di atas seratus tahun, makanananya saja harus diperhatikan, itu baru makanan,” jelasnya.

Gus Men, panggilan akrabnya, menyadari bahwa hal tersebut tidak mudah. Namun, sebagai pelayan masyarakat, hal tersebut harus tetap dilakukan guna memberikan kenyamanan dan kelancaran beribadah bagi para jemaah haji.

Menag pun menjelaskan bahwa kunci dalam pelayanan yang baik terdapat pada petugas yang melayani. Artinya, rekrutmen petugas menjadi kunci pelaksanaan ibadah haji ramah lansia dan berkeadilan. “Petugas ini penting untuk dipastikan benar-benar melalui uji kompetensi. Kalau tidak kompeten tidak usah berangkat,” tegasnya.

Sampai berita ini terunggah duta.co belum mendapat jawaban dari petugas yang berada di tanah suci. (mky,kmg)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry