Almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) FT/BENTURAN NU PKI 1948-1965.

SURABAYA | duta.co – Hari ini heboh menuver anak cucu PKI yang tergabung dalam Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65). Mereka sudah keliling instansi, menyerahkan temuan barunya berupa 346 titik kuburan massal korban tragedi 65/66.

Dramatisasi (346 titik) kuburan massal ini, sudah lama diantisipasi Nahdlatul Ulama (NU). Dalam buku BENTURAN NU PKI 1948-1965 karya H Abdul Mun’im DZ dijelaskan, bahwa, ada 9 sikap NU menghadapi perang ‘data dan opini’  tentang komunis.

Salah satunya berbunyi: “Jangan mendramatisasi jumlah korban hanya untuk menarik simpati masyarakat, apalagi dilihat dari kacamata hak asasi manusia dewasa ini. Cara propaganda semacam itu dilakukan oleh para politisi, diplomat dan sarjana Barat, sehingga melihat NU dan TNI dan umat Islam Indonesia dikategorikan sebagai penjahat…,” begitu sikap NU yang tertuang pada point 3 di buku tersebut.

Lalu bagaimana sikap Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur? Cucu pendiri NU ini, yang selama ini (secara kemanusiaan) getol membela keluarga PKI pun merasa dituduh bahkan juga disomasi.

Ceritanya: Para eks tapol PKI ini menuntut permintaaf maaf dari pemerintah, menuntut berbagai ganti rugi materiil dan immaterial yang nilainya sangat besar. Kalau ini dibiarkan, maka, bisa mengancam integritas dan keutuhan bangsa.

Gus Dur pun Terganggu

Tetapi, eks tapol PKI ini justru mengirimkan surat somasi kepada Gus Dur tertanggal 10 Januari 2005. Dalam somasi itu disebutkan bahwa selama menjadi presiden, Gus Dur tidak memperjuangkan hak-hak PKI sebagai warga negara. Karena (dianggap) kelalaian itu, Gus Dur ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan tersangka lain yaitu Soeharto, Habibie dan Megawati.

“Karena somasi PKI, maka, Gus Dur terpaksa menunjuk Chudry Sitompul untuk menghadapi orang-orang yang selama ini dibelanya. Menghadapi kasus itu, Gus Dur menjadi sangat repot, karena walaupun dalam keadaan sakit terpaksa harus menjalani pemeriksaan polisi,” demikian buku BENTURAN NU PKI 1948-2965 karya H Abdul Mun’im DZ.

Lalu apa komentar Gus Dur atas somasi itu? “Mereka salah alamat. Saya menjadi Presiden karena mandat dari MPR. Dan tidak ada sama sekali mandat untuk membantu eks Tapol. Namun demikian, secara kemanusiaan saya membela mereka, bahkan sejak tahun 1970 saya telah membela PKI. Sudah menolong kok dituduh mengabaikan. Saya tidak senang dan merasa terganggu, ditolong kok seperti itu,” demikian Gus Dur.

Karenanya, generasi Islam tidak boleh lengah. Khususnya warga NU harus paham kisah kebiadaban PKI. “Mereka ingin membalik fakta. Menekan pemerintah agar PKI dan anak cucunya dinyatakan sebagai korban. Kalau mereka korban, lalu, siapa pelakunya? Apakah kiai-kiai, santri, umat Islam yang telah menjadi korban kebiadabannya? Kita harus bangkit ‘melawan lupa’,” demikian tokoh anti komunis, Drs Arukat Djaswadi yang juga Direktur Center for Indonesia Comunity Studies (CICS) kepada duta.co.  (Sumber: BENTURAN NU PKI 1948-1965)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry