Dr Moh Mukhrojin, MSi, Ketua MUI Kec Sukolilo Surabaya.

“Tanpa mengurangi rasa hormat, kita hentikan perdebatan soal pengaturan pengeras suara (speaker) masjid dan musholla. Ada peristiwa besar di bulan Rajab, yang patut jadi renungan bersama. Bagaimana peristiwa Isra’ Mi’raj ini menjadi ‘pelatuk’ memakmurkan Masjid.”

Oleh Dr Moh Mukhrojin, MSi*

SETIAP pengajian Isra’Mi’raj Nabi Muhammad SAW  seringkali Qori’ membaca QS. Al Isra’ ayat 1 sebagai tradisi pembacaanya. Artinya : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Setidaknya ada dua kata masjid dalam ayat itu. Ini menunjukan bahwa Nabi Muhammad diajak ‘jalan-jalan’ oleh Allah SWT dari masjid ke masjid, setelah beliau mengalami kesusahan yang luar biasa.  Dalam sirah Nabawiyah kita sebut “amul huzni”, tahun kesedihan.

Mengapa? Karena tahun itu Rasulullah SAW berpisah dengan istri tercinta, Sayyidah Khadijah dan paman yang selalu membelanya, yaitu Abu Thalib. Lagi, di tahun tahun tersebut, cobaan terhadap kaum muslimin atas dakwah Nabi, semakin menjadi jadi. Seperti teror, siksaan dan hujatan seakan  tak henti hentinya. Bahkan, Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dan para kaum muslimin juga menghadapi boikot Kafir Quraisy. Tidak boleh berdagang mau pun aktivitas lainya yang berurusan dengan penduduk.

Peristiwa Isra’ Mi’raj ini terjadi pada tahun ke 10 Kenabian, yaitu pada tanggal 27 Rajab sebelum Nabi Hijrah ke Madinah. Melalui peristiwa inilah Allah SWT memberikan semacam refreshing kepada Rasulullah atas kejadian yang menimpanya. Allah menjalankan hambaNya dari masjidil Haram ke masjidil Aqso yang disebut dengan istilah  “Isra”. Dan ‘mengangkat’ atau menjalankan dari bumi menuju sidrotul muntaha (langit ke tujuh) yang disebut dengan “Mi’raj” dalam suatu malam. Dengan mendapatkan ‘oleh-oleh’ berupa perintah salat lima waktu.

Menarik di sini kita bahas, ternyata Masjid dan Salat, itu seperti mata uang yang tidak bisa terpisahkan. Dan dengan inilah, Allah SWT menghilangkan kesedihan.

Sama halnya dengan kita, bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini, sudah dua tahun kita juga mengalami kesedihan mendalam karna datangnya pandemi Covid 19. Tidak sedikit dari saudara kita yang kehilangan pekerjaan. Bahkan kehilangan orang tercintanya.

Di tengah pandemi ini, sudah semestinya kita justru dapat membantu orang orang yang terdampak Covid 19, dengan cara memakmurkan Masjid. Tentu, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan sebagaimana anjuran pemerintah.

Terkait  memakmurkan Masjid ini, tersebut dalam Firman Allah  SWT, artinya: “Sesungguhnya hanyalah yang memakmurkan masjid masjid Allah ialah yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah. Maka merekalah orang orang yang diharapkan termasuk golongan yang mendapat petunjuk (QS. At- Taubah:18).

Substansi Adzan

Dalam ayat di atas jelas, bahwa sesungguhnya hanya orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir saja, yang mau memakmurkan masjid. Artinya semua orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, sudah semestinya memakmurkan masjid. Dan ukuran masjid itu, makmur adalah bagaimana pengurus masjid untuk membuat konsep agar banyak jamaah yang salat berjamaah di masjid  lalu juga mau membayar zakat untuk mengcover kaum lemah.

Dewasa ini banyak Masjid yang hanya terpakai untuk salat jamaah saja, setelah itu terkunci rapat sehingga ketika ada musafir mau salat, justru tidak bisa. Jika demikian halnya, maka, itu sama dengan mushalla, hanya menjadi tempat salat saja.

Padahal zaman nabi, masjid tidak hanya mereka gunakan untuk salat saja, namun juga gerakan sosial kemasyarakatan, sehingga dengan masjid Rasulullah membangun peradaban. Maka sudah seharusnya masjid buka 24 jam, gunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat.

Terlebih ketika pandemi seperti ini, banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan kehilangan Keluarga. Sudah semestinya masjid menjadi pelopor untuk membantu kaum muslimin agar bangkit dari kesusahan dan keterpurukan.

Ini sesuai dengan lafadz adzan ‘Hayya Ala As-Sholah Hayya Ala  Al-Falah’. Artinya “Mari Kita Salat, Mari kita menuju Kemenangan”. Dengan demikian, para takmir tidak hanya meneriakkan adzan belaka, tapi juga melaksanakan substansi isi seruan adzan tersebut, yaitu mengajak kaum muslimin untuk beribadah salat berjamaah sekaligus meraih kemenangan atas kesusahan di tengah badai pandemi Covid 19 saat ini. Wallahu Alamu bishowab. (*)

*Dr Moh Mukhrojin, MSi adalah Ketua MUI Kec Sukolilo Surabaya.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry