Keterangan foto istimewa

SURABAYA | duta.co – Dokter ahli syaraf Ani Hasibuan patut diacungi jempol. Keberaniannya menerobos ‘kedunguan’ massal, mendesak agar kematian 554 petugas di Pemilu 2019 diselidikan secara tuntas, diacungi jempol banyak pihak. Warganet rame-rame memberikan kode jempol kepadanya.

“Kita tidak boleh diam. Setuju, ini KLB (kejadian luar biasa). Ada 554 petugas meninggal dunia. Sebanyak 440 orang dari KPPS. 92 petugas Panwaslu dan 22 personel polisi. Sementara petugas KPPS yang sakit mencapai 3.788 orang. Tragis! Salut dengan terobosan dokter Ani,” demikian H Agus Priyono, Ketua BKSN (Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin) Jawa Timur kepada duta.co, Rabu (08/5/2019).

H Agus Priyono, Ketua BKSN (Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin) Jawa Timur (kiri/ft/ist)

Selasa malam, 7 Mei 2019, Dokter Ani Hasibuan hadir dalam acara ‘Catatan Demokrasi Kita’ di tvOne. “Saya di sini tidak ada urusan dengan politik. Saya dokter, sendirian. Datang ke Jogja, mencari (tahu) kenapa? Saya penasaran orang meninggal  500 orang kita kalem. Beberapa tahun lalu, (ada) 7 orang meninggal di Brussels Bom, gak tahu negara mana tuh, kita tiba-tiba #savebrussels. Beberapa tahun lalu 11 orang meninggal di Paris Charlie Hebdro #saveparis. Hari ini, di Indonesia 500 meninggal, orang diam aja,” jelasnya.

 Sebagai dokter, Ani penasaran. “Saya mau tahu, saya ini dokter. Tiba-tiba KPU jadi dokter forensik, menyebutkan CoD (cause of death atau sebab kematian) kelelalahan. Mana buktinya, mana pemeriksaannya? Kalau pun itu kelelahan buktikan dong ini 500 orang. Satu nyawa saja mas Andrem dalam agama saya membunuh tanpa alasan disamakan dengan membunuh satu dunia ini. Ini 500 orang masak kita diam. Sebagai dokter, sebagai rakyat gitu, ayo dong diperiksa?,” tambahnya.

Dokter Ani merasa heran dengan kematian para petugas KPPS yang jumlahnya tidak sedikit dan terjadi serentak dalam jangka waktu yang pendek. “Sebagai dokter, dari awal saya sudah merasa lucu (aneh); ini bencana pembantaian apa pemilu, kok banyak sekali yang meninggal? Pemilu itu kan happy happy, ingin dapat pemimpin baru, tapi nyatanya meninggal,” kata Ani dalam Catatan Demokrasi Kita.

Menurut Ani, bila dilihat dari fisiologi, kelelahan itu kaitannya dengan fisik. Bila orang kelelahan akan lapar dan mengantuk, dan bila dia memaksakan untuk tetap bekerja maka akan mengalami pingsan. Tidak mati, dan saya melihat beban kerja. “Saya melihat ada beban fisik yang sangat capek,” kata Ani.

Menurutnya, kerja petugas KPPS bergantian karena jumlah mereka setiap TPS ada tujuh orang. Selama menjadi dokter, Ani mengaku, belum pernah mendapati kematian karena kelelahan.

“Saya sudah 22 tahun jadi dokter, belum pernah saya ketemu ada COD karena kelelahan. Kalau orang ada gangguan jantung di awal oke, kemudian bekerja fisiknya dipacu, meninggal karena sakit jatungnya terpicu. Meninggal karena jatungnya, bukan kelelahan,” katanya.

Dari sejumlah keluarga korban yang dia datangi, didapat cerita bahwa awalnya para korban baik-baik saja dan sehat. Tapi para korban mengeluh hal yang sama sebelum meninggal.

“Kurang lebih keluhannya sama. Satu hari setelah pemilu ada yang sakit kepala, mual-mual, muntah-muntah, dua hari kemudian meninggal. Katanya kecapekan. Kemudian ada yang sakit perut, masuk kamar mandi, masuk kamar tidur, lalu meninggal,” katanya. (mky,rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry