Ada yang menutup gambar Presiden dalam diskusi. Inilah yang ramai dibahas dalam medsos. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Media sosial tengah ramai dengan iklan (flyer) gratis, bahwa, sejumlah kampus akan bergerak, dengan diawali pernyataan sikap untuk ‘Menyelamatkan Demokrasi’.  Kalau kemarin masih satu dua kampus, kini sudah belasan kampus, bahkan bisa ratusan kampus.

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X ditanya wartawan soal aksi para akademisi ini. Ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Jumat (02/02/2024), Sultan menyatakan tak mempermasalahkan yang menyebut pemerintahan Jokowi sudah menyimpang dari proses kenegaraannya sehingga mengakibatkan kemunduran demokrasi di Indonesia. “Ya gakpapa (kritik jokowi), wong itu urusan akademisi, jangan tanya saya,” paparnya.

Menurut Sultan, kritik yang disampaikan para dosen, mahasiswa dan civitas akademika di mimbar akademik merupakan ranah pendidikan dan otonomi kampus. Aksi tersebut merupakan salah satu bagian dari demokratisasi di Indonesia.

Yang kemudian perlu ditanyakan adalah sejauh mana pemerintah menanggapi kritik tersebut. Namun apapun tanggapannya, Sultan meminta kampus dan civitas akademika tidak perlu takut. Semakin jelas, keberpihakan politik Presiden Jokowi inilah yang membuatnya blunder.

“Itu kan otonom (kampus). Otonom ya terserah aja, aspirasi kok, demokratisasi kok. Gak papa sekarang hanya bagaimana pemerintah menanggapi aja. Seperti itu saja gak usah takut,” tandasnya.

Hampir semua kampus mengaku miris dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan terdapat aturan, mengatur seorang presiden boleh memihak kepada kandidat calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden (pilpres). Jokowi juga menambahkan bahwa seorang presiden juga diperbolehkan untuk berkampanye.

“Ini hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang paling penting presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh memihak, boleh,” ungkap Jokowi di Jakarta, Rabu (24/1) sebagaimana dikutip banyak media.

Ia menjelaskan, yang paling penting adalah ketika sedang berkampanye seorang pejabat publik sama sekali tidak boleh menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh negara. Ketika ditanya oleh awak media, apakah Jokowi memihak kepada salah satu capres dan cawapres, mantan gubernur DKI Jakarta ini tidak menjawab secara gamblang dan malah bertanya balik. “Ya, saya mau tanya, memihak gak?” jawabnya singkat.

Inilah yang memicu kemarahan insan kampus. Bahkan mundurnya Menko Polhukam, Mahfud MD lantaran ini. Sebagai presiden, Jokowi mestinya mengayomi semua menteri yang ikut kontestasi. Nyatanya, tidak. Mahfud MD sendiri menghadap ke Jokowi dengan membawa surat pengunduran diri yang isinya sangat singkat.

“Saya menyampaikan permohonan berhenti sebagai Menko (Polhukam) melalui sebuah surat yang isinya hanya tiga paragraf,” jelas Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Menko Polhukam pada Kamis (01/02).

Su\urat itu, kata Mahfud, memuat ucapan terima kasihnya kepada Jokowi karena telah memercayai dirinya untuk menjabat sebagai menteri di kabinetnya sejak 23 Oktober 2019 “dengan penuh kehormatan”. Padahal, dialah Menko Polhukam era pemerintahan Jokowi yang paling lama. Kita tunggu saja reaksi kampus, yang rata-rata akan berteriak mulai Senin (5/2/24) depan. (mky,suara.com)