SURABAYA | duta.co – Setiap tahun ratusan miliar hingga triliunan rupiah APBD Jawa Timur dialokasikan untuk belanja kesehatan. Tercatat 40% lebih anggaran kesehatan dialokasikan untuk RSUD dr Soetomo.

Pada Tahun Anggaran (TA) 2017, belanja Alat-alat Kesehatan (Alkes) dan Alat-alat Kedokteran (Aldok) diduga menjadi ajang permainan mafia, sehingga terjadi kerugikan keuangan daerah.

Terkait hal itu, Komunitas Anti Korupsi dan Manipulasi Anggaran (KAKMA) mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, dengan membawa segebok dokumen, melaporkan dugaan penyimpangan yang terjadi di sejumlah rumah sakit milik Pemprov Jatim.

“Tujuan KAKMA adalah melaporkan dugaan korupsi pengadaan Alkes dan Aldok pada RSUD dr. Soetomo dan RSUD Karya Husada Batu. Kami menduga pada dua RSUD tersebut ada korupsi ratusan miliar,” kata Saefudin Ketua KAKMA, Minggu (11/10/2020).

KAKMA menjelaskan bahwa pada RSUD dr.Soetomo pada waktu itu tercatat ada 616 paket pengadaan dengan beragam caranya mulai penunjukkan langsung, e-purchasing, lelang dan pemililihan langsung.

Selain itu tercatat Rp.400 miliar lebih dipakai untuk pembelian alkes dan alat kedokteran. “Hampir 85% pengadaan tersebut dilakukan dengan cara e-purchasing atau e-katalog,” jelas Saefudin.

Lebih jauh Saefudin mengatakan bahwa di tahun 2017 hampir tidak ada satupun penyedia jasa yang tercatat dalam situs e-catalog LKPP yang menyedia barang alkes dan alat kedokteran untuk wilayah Kota Surabaya. Kalaupun ada hanya untuk obat-obatan saja.

“Lantas kalau pakai e-purchasing, belinya kepada siapa?,” lanjut Saefudin dengan nada tanya.

KAKMA menduga hal ini bisa terjadi karena adanya campur tangan mafia pengadaan. “Semua penyedia Alkes dan Aldok tahu siapa sosok mafia ini. Kami menyebutnya inisial Drg D. Dalam beroperasinya masih pakai cara-cara kuno seperti “menyatut” nama-nama Aparat Penegak Hukum (APH),” dalih Saefudin.

Dengan sistem e-purchasing maka keputusan untuk beli ada pada PPK, Drg D mempengaruhi PPK secara langsung maupun tidak langsung agar melakukan pembelian terhadap perusahaan yang telah disiapkan.

Akibatnya, tujuan e-catalog untuk pengadaan yang efisien dan transparan tidak terbukti, sebab perusahaan yang menjadi penyedia tidak bisa dilacak keberadaannya. Dan public tidak bisa mengakses Berita Acara Hasil Pengadaan.

KAKMA menduga pengadaan barang dan jasa di RSUD dr Soetomo Surabaya yang menggunakan e-purchasing hanya tipu-tipu belaka sehingga jelas merugikan keuangan daerah.

Selain itu KAKMA juga melaporkan pengadaan Aldok pada RSUD Karya Husada Batu. Tercatat pengadaan tersebut nilai kontraknya Rp.39.891.998.500, dengan pemenang PT Ladang Karya Husada (LKH).

“Adapun belanja Aldoknya berupa Modular Operating Room Integrated System (Moris),” terang Saefudin.

Berdasarkan spesifikasi bahwa Moris terdiri dari Ruang Operasi, Scrub Fasilities Roos dan Clean Corridor Room masing-masing 1 set. Untuk tahun 2017 memiliki luas 57,7 meter persegi dengan rincian sebagai berikut:

Untuk Ruang Operasi 48,05 meter persegi, Scrub Fasilities Roos 3,15 meterpersegi dan Clean Corridor Room 6,50 meterpersegi. Dari jenis luas ruang operasi maka dapat dikategorikan sebagai ruang operasi umum karena memiliki luas ruang operasi antara 42 hingga 50 meter persegi.

KAKMA menduga untuk pengadaan di RSUD Karya Husada ini terdapat kerugian negara sebesar Rp. 16.764.087.300. “Semua perhitungan kerugian negara sudah kami serahkan kepada Kejati Jatim,” beber Saefudin.

Dalam laporan ini KAKMA meminta kepada Kejati Jatim untuk memeriksa PPK pada paket yang menggunakan e- purchasing pada RSUD dr.Soetomo, serta semua penyedia jasa yang tercatat menang di RSUD Dr. Soetemo pada TA 2017 dan memeriksa PPK pada paket belanja modal alat kedokteran RSUD Karya Husada Batu.

Selain itu, juga meminta agar mengambil alih kasus belanja modal alat kedokteran RSUD Karya Husada Batu pada TA 2018 yang ditangani kepolisian. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry