Setyawan (baju coklat) didampingi Pengacara dari Ansugi Law - Mathew (baju merah) dan Anthon (baju putih) memberikan penjelasan kepada media. (dok/duta.co)

SURABAYA | duta.co  – Setiyawan, debitur atau nasabah Bank CIMB Niaga tidak pernah menyangka berawal dari pinjaman berjalan lancar itu akhirnya berbuntut panjang. Pria 50 tahun ini kini dihadapkan pada kasus hukum terkait pengalihan kredit (cessie) yang terjadi tanpa dasar yang jelas hingga berbuntut pelaporan kolektibilitas yang dilakukan oleh CIMB Niaga kepada dirinya.

Tak terima dengan perlakuan Bank CIMB Niaga, Setiyawan menunjuk Firma Hukum Ansugi Law sebagai tim kuasa hukumnya. Dan pada 3 Oktober 2023, mendatangi Kantor Wilayah IV Otoritas Jasa Keuangan (Kanwil IV OJK) di Jl. Gubernur Suryo No. 28-30, Surabaya.

“Hanya ingin berkonsultasi saja sih, karena masalah ini cukup serius. Kasus yang saya hadapi ini terkait pengalihan kredit,” ujarnya.

Perwakilan Kanwil IV OJK bagian Badan Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Heri danRafli, menyarankan agar Setiyawan mengajukan melalui sistem pengaduan resmi. Melalui Firma Hukum Ansugi Law, pengaduan ini diajukan pada 5 Oktober 2023 dengan nomor tanda terima 002904.

Anthonius Adhi Soedibyo, S.H., M.Hum. dari Firma Hukum ANSUGI LAW menjelaskan, kronologis, hubungan antara Setiyawan dan CIMB Niaga bermula ketika Setiyawan selaku debitur, menandatangani Perjanjian Kredit Nomor  024/PK/SME-ME/MLG/2016 padal 27 September 2016 dalam bentuk Pinjaman Rekening Koran (PRK) yang mengharuskan pembayaran bunga setiap bulan dan pokok pinjaman di akhir masa perjanjian.

“Oleh karena hubungan yang baik antara Setiyawan dengan CIMB Niaga, perjanjian ini kemudian diperpanjang terus menerus hingga 5 kali.” ujarnya.

Namun pada tahun 2021, dunia dihantam oleh pandemi Covid-19 yang mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat secara drastis. Pandemi inilah yang kemudian menyebabkan perlambatan ekonomi yang berdampak pada berbagai sektor dan turut mempengaruhi aktivitas keuangan masyarakat, tidak terkecuali Setiyawan sendiri.

Setiyawan yang juga terdampak akibat Covid-19 ini, mengalami keterlambatan pembayaran bunga kreditnya pada awal tahun 2021, yang merupakan tahun kelima dari perjanjian kreditnya.

Kendati demikian, Setiyawan selalu beritikad baik dengan melunasi semua kewajiban bunga dan dendanya dalam kurun waktu 120 hari, tepatnya pada bulan Juni 2021, 4 bulan sebelum jatuh tempo perjanjian kredit. Selama 4 bulan berikutnya, Setiyawan  tidak pernah mengalami gagal bayar dalam pembayarannya.

Masalah mulai muncul ketika Setiyawan tidak mendapatkan kabar mengenai nasib perjanjian kreditnya dari CIMB Niaga. “Jadi saya sendiri juga nggak tahu itu bakal diperpanjang atau tidak. Sudah coba berkali-kali menanyakan ke CIMB Niaga tapi nggak ada kejelasan. Akhirnya setelah 20 hari lewat batas waktu kredit baru dikabari,” tutur Setiyawan.

Sayangnya tanggapan tersebut tidak juga memberikan kepastian kepada Setiyawan terkait perpanjangan perjanjian kreditnya. Bukan malah kepastian, Setiyawan malah dibuat kaget bukan main ketika Ia menemukan bahwa CIMB Niaga memintanya untuk melakukan pembayaran dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.

“Bayangkan  dari yang semula Rp90 juta  menjadi Rp150 juta per bulan,” ujarnya tak percaya.

CIMB Niaga juga menjanjikan akan melakukan perpanjangan kredit milik Setiyawan dengan syarat dia harus memasukan uang sejumlah Rp150 juta ke rekening escrow CIMB Niaga untuk setiap bulannya sampai dengan perjanjian perpanjangan ditandatangani.

Tanpa adanya prasangka buruk terhadap CIMB Niaga, Setiyawan dengan itikad baik bersedia memasukan uang ke dalam rekening escrow CIMB Niaga dari bulan Oktober 2022 hingga Agustus 2023 sambil menunggu kepastian mengenai perpanjangan kredit.

Hingga pada akhirnya, tepatnya pada bulan Juni 2023, pihak CIMB Niaga menyodorkan perjanjian yang berbeda dari sebelumnya, yakni perubahan fasilitas kredit dari yang sebelumnya PRK menjadi Pinjaman Transaksi Khusus (PTK).

Tanpa menanyakan lebih banyak, Setiyawan menandatangani perjanjian tersebut. Beberapa hari setelah perjanjian, tiba-tiba CIMB menghubungi  Setiyawan bahwa perjanjian tersebut harus direvisi karena terdapat kekeliruan.

Setiyawan  melakukan pengecekan dan menemukan bahwa terdapat kekeliruan yang terdapat pada judul perjanjiannya, yakni: “Perjanjian Tanggal Tenor yang Sudah Melewati 2 Tahun Tanpa Jangka Waktu Sebab Beberapa Hal Lainnya.”

CIMB Niaga memberikan janji akan melakukan perubahan terhadap perjanjian tersebut dan akan melakukan penandatanganan ulang. Setelah menunggu lama, lagi-lagi pihak CIMB Niaga tidak kunjung memberikan kabar dan kepastian kepada Setiyawan.

Bahkan, Setiyawan telah berkali-kali menghubungi dan menanyakan CIMB Niaga perihal kapan perjanjian harus direvisi dan ditandatangani ulang, namun lagi-lagi tidak ada tanggapan. Khawatir akan hal tersebut, akhirnya Setiyawan menghubungi kuasa hukumnya, Ansugi Law, dan melalui kuasa hukumnya Ia menanyakan perihal solusi dari permasalahan yang dihadapinya kepada CIMB Niaga.

“Mengingat kejadian seperti ini terus berulang menimpanya, Setiyawan menjadi khawatir dan mulai muncul ketidakpercayaan kepada Bank CIMB Niaga,” tegasnya.

Pada 1 Agustus 2023, Setiyawan melakukan langkah antisipasi dengan mengajukan permohonan informasi kolektibilitas pinjaman kepada OJK melalui SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Namun, alangkah kagetnya ketika Setiyawan membaca laporan dalam sistem tersebut, yang dimana informasi di dalam memuat keterangan yang tidak benar dan tidak berdasar tentang kolektibilitas kredit debitur selama ini di Bank CIMB Niaga. Dalam laporan tersebut Setiyawan dinyatakan dalam kondisi macet (KOL-5), padahal faktanya pembayaran dari Setiyawan selalu lancar.

Berkenaan dengan permasalahan tersebut, pada 7 Agustus 2023, Setiyawan yang diwakili oleh Firma Hukum Ansugi Law mengadakan pertemuan dengan CIMB Niaga cabang Rungkut. Dalam pertemuan tersebut, tim legal CIMB Niaga mengarahkan Setiyawan agar Ia mengajukan proposal penawaran terkait dengan penyelesaian permasalahan ini kepada Bank CIMB Niaga.

 Setiyawan menyepakatinya dengan mengajukan surat proposal penyelesaian pada tanggal 16 Agustus 2023. Namun sayangnya, surat proposal tersebut tidak mendapat tanggapan.  Oleh karena tidak ada tanggapan dari CIMB Niaga, maka pada tanggal 30 Agustus 2023, Setiyawan  melalui Ansugi Law mengirimkan pengingat ke CIMB Niaga. Hal ini tidak lain didasarkan karena Setiyawan masih memiliki itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dan menghormati masa mediasi. Disamping itu, pada tanggal 29 Agustus 2023, Setiyawan masih tetap melakukan pembayaran melalui penyetoran uang sebesar 150 juta ke rekening escrow milik CIMB Niaga.

Bukannya menerima surat balasan penyelesaian dari surat proposal yang diajukan, pada 2 September 2023,  alangkah terkejutnya Setiyawan ketika menerima surat dari CIMB Niaga, berupa surat pemberitahuan nomor 113/VI-DH/LIT/LWO/VIIII/2023 perihal pengalihan piutang (cessie) yang dilakukan oleh CIMB Niaga terhadap pinjaman kredit tersebut, yang dialihkan ke PT Oke Asset Indonesia. Hal ini membuat Setiyawan campur aduk, antara kebingungan, geram, dan marah karena secara tiba-tiba hutangnya dialihkan ke pihak lain.

Selama ini, Setiyawan sangat percaya akan itikad baik dari Bank CIMB Niaga, sehingga meskipun tidak mendapatkan kejelasan maupun kepastian hukum terhadap perjanjian kreditnya, Setiyawan tidak melaporkannya kepada OJK, dengan harapan agar dapat menyelesaikannya secara kekeluargaan dengan pihak Bank CIMB Niaga.

Terlebih lagi, pengalihan utang (cessie) ini tidak pernah diperjanjikan sebelumnya, tidak pernah disinggung dalam klausul perjanjian kredit, dan hanya dilandasi oleh peraturan internal CIMB Niaga yang berbentuk klausula baku. Peraturan ini juga tidak pernah diberikan maupun dibacakan kepada Setiyawan. Perbuatan CIMB Niaga tersebut jelas melanggar Pasal 34 Peraturan OJK nomor 6/POJK.07/2022, yang mewajibkan tindakan pengalihan hak tagih kepada pihak lain berdasarkan perjanjian kredit atau pembiayaan dengan konsumen wajib dimuat dalam perjanjian kredit atau pembiayaan dan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Belum lagi, pelaporan kolektibilitas milik Setiyawan yang tidak berdasar dan tidak benar telah menyandera posisinya sebagai konsumen untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit dari pihak bank lain.

Akibat dari serangkaian kejadian ini, Setiyawan akhirnya mendatangi Kanwil IV OJK di Surabaya dan bersiap mengambil langkah hukum yang diperlukan terhadap akta cessie, yang dilakukan oleh CIMB Niaga dan PT Oke Asset Indonesia yang tidak berdasar dan melanggar peraturan OJK nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Imm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry