Foto atas Sejumlah truk sampah terparkir di area TPA Jabon Sidoarjo (ANTARA/Umarul Faruq.) Foto bawah sejumlah Ketua RW di desa Sidorejo, Krian berembuk jalan keluar. (FT/MKY)

SIDOARJO | duta.co – Surat Edaran Pj. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sidoarjo, Andjar Surjadianto, SSos, CGCAE, tertanggal 20 Januari 2023 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Pengelolaan Persampahan, terus menjadi perbincangan warga.

Dalam SE itu, Andjar menegaskan, bahwa, besaran tarif pengelolaan sampah dari desa atau kelurahan dan kawasan permukiman sebesar Rp 25.000,- sampai dengan Rp 35.000,- per KK per bulan. Ini mengacu Peraturan Bupati (Perbup) No 116/2022 tentang Pedoman Perhitungan Pengelolaan Persampahan yang ditetapkan 9 Desember 2022 lalu.

“Dampaknya sekarang, penyedia jasa persampahan ikut-ikutan menaikkan tarif. Sementara, kemampuan warga tidak sebanding dengan kenaikan tarif tersebut. Ini bisa menjadi bom waktu,” demikian Arief Supriyono SE, SH, MM Ketua RW-09, Perumahan Taman Sidorejo, Desa Sidorejo, Krian, Sidoarjo kepada duta.co, Kamis (23/2/23).

Menurut Arief, sampah ini masalah serius. Selama ini warga sudah memberikan yang terbaik. “Kami juga mengapresiasi kinerja penyedia jasa persampahan selama ini. Tetapi, kalau hari ini ada kenaikan, dan itu mengacu kepada Surat Edaran Sekda atau Perbup 116/2022, maka, beban warga semakin berat,” terangnya.

Sejumlah Ketua RW di Desa Sidorejo, Krian, Kamis (23/2/23) malam, sengaja berembuk bagaimana menemukan jalan keluar masalah persampahan ini.

“Kondisi ekonomi kian sulit. Menaikkan iuran sampah ke warga jelas tidak kondusif. Kita pikirkan, bagaimana jalan keluarnya, sehingga problem sampah tetap teratasi dengan baik,” demikian Mokhammad Kaiyis, Ketua RW-10 Perumahan Graha Permata Sidorejo Indah.

Hal yang sama dirasakan warga Perumahan Alam Pesona. Menurut Ketua RW-11, Winarno Budi Susetyo, SE, momentum menaikkan tarif pembuangan sampah, hari ini, sangat tidak tepat.  “Pertama, kondisi ekonomi warga sedang ‘megap-megap’. Kedua, angka yang telah menjadi kesepakatan selama ini, masih layak. Ketiga, tidak seluruh sampah warga kita masuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Jabon,” tegasnya.

Ancam Demo

Seperti warta dari sejumlah media, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, M Bahrul Amig menyebut, sesuai hasil kajian konsultan, biaya yang seharusnya dikeluarkan masyarakat untuk pengelolaan sampah, mulai dari pengambilan, pengangkutan, pemilihan dan pengelolaan sebesar Rp77 ribu per KK per bulan. “Itu kan terlalu berat. Makanya konsultan kami undang, pengelola, kades, kecamatan untuk FGD hingga ketemu angka Rp25-35 ribu tersebut,” jelasnya.

Namun, desa memberikan kebijaksanaan, misalnya yang tidak mampu, bisa membayar Rp10 ribu. Ia juga mengatakan, biaya tersebut, dibayarkan masyarakat ke pengelola sampah di tingkat desa seperti kelompok swadaya masyarakat (KSM) pengelola sampah di bawah tanggung jawab kepala desa.

Amig menyebut, Perbup itu sebagai pedoman perhitungan biaya pengelolaan, bukan arahan kenaikan tarif. Sebab, selama ini, tidak ada tarifnya. “Ini sebagai pedoman sesuai Permendagri 7 tahun 2021. Karena pengelolaan sampah kan ada biaya pengumpulannya, biaya proses di TPST, biaya angkut ke TPA, biaya proses ke TPA dan lainnya,” ungkapnya.

Diakui, problemnya memang ada di TPA. “Kalau bisa melakukan pengelolaan di bawah, atau bahkan tidak perlu buang ke TPA maka semakin sedikit biaya yang dikeluarkan pengelola,” katanya.

Kini, muncul banyak penolakan, keberatan dengan tarif yang ditetapkan Pemkab. Maka, paguyuban pengelola tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Sidoarjo pernah bercenana menggelar demo. Namun, rencana itu batal setelah mereka bertemu dengan Camat, Kades, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo.

Paguyuban ingin menyuarakan keberatan atas besaran tarif dasar pengelolaan sampah yang harus dibayar warga desa dan permukiman. Yakni, Rp 25 ribu–Rp 35 ribu per bulan, sebagaimana tertuang dalam Perbup Nomor 116 Tahun 2022 tentang Pedoman Penghitungan Pengelolaan Persampahan.

Selain itu, keberatan utama mereka adalah tarif sampah yang dibuang ke tempat pemrosesan akhir (TPA) di Jabon. Sebelum aturan itu, tarif TPA Jabon hanya Rp 2 ribu per KK. Bukan berdasar berat sampah. Kini berdasar berat sampah, yakni Rp 500 per kilogram. Artinya, semakin banyak sampah yang dibawa ke Jabon, maka tarifnya makin tinggi.

Ketua Paguyuban Hadi Purnomo, kepada jawapos.com, menyebut pihaknya keberatan dengan hitungan Rp 500 per kilogram. Inginnya, tarif tetap Rp 2 ribu per KK. “Kami ingin Perbup baru itu bisa dicabut. Karena itu, kami berencana demo,’’ katanya. (mky,net)