Siswa-siswi MI Tarbiyatul Islamiyah, (Panjunan, Sukodono, Sidoarjo saat berkunjung ke Museum Nahdlatul Ulama (NU), Sabtu (20/4/24). (FT/UDIN)

SURABAYA | duta.co – Puluhan murid kelas enam (6) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Islamiyah (TI), Panjunan, Sukodono, Sidoarjo berkunjung ke Museum Nahdlatul Ulama (NU) Surabaya, Sabtu (20/4/24). Mereka diajak belajar dan melihat langsung sejarah NU dari awal kelahirannya sampai sekarang.

“Keberadaan Museum NU semakin penting, karena sekarang banyak anak-anak yang tidak mengenal sejarah perjuangan para kiai, perjuangan para masyaikh di negeri tercinta (Indonesia),” demikian disampaikan Muhammad Arifin, Guru Al-Qur’an-Hadits MI Tarbiyatul Islamiyah, kepada Saifuddin SPd, petugas (guide)Museum NU.

Mas Udin, panggilan akrab Saifuddin, kemudian mendampingi mereka menyusuri benda-benda bersejarah. Dari sejumlah keris, batu-batu sakral, kitab tinggalan kiai NU, foto-foto kuno, sampai surat bersejarah tanggapan Raja Saud (Araba Saudi) atas permintaan Komite Hijaz yang berisi kiai-kiai NU.

“Setidaknya, setelah mengetahui sejarah perjuangan para kiai, anak-anak kita menjadi paham, bagaimana sikap NU, warga NU dalam beribadah, berbangsa dan bernegara. Bagaimana para kiai yang mengemban misi Islam rahmatan lilalamin dalam misi Komite Hijaz. Sampai kebijakan Arab Saudi — yang notabene menjadi sentral umat Islam dunia — harus menerima usulan kiai-kiai NU,” tegasnya.

Menurut Udin, sejarah perjuangan kiai-kiai NU, selain memperteguh pelaksanaan ibadah (Islam) ala ahlussunnah waljamaah an-nahdliyah, kiai-kiai NU ternyata sudah selesai dalam urusan berbangsa dan bernegara. Kiai-kiai NU juga sudah selesai dalam urusan bid’ah.

“Itulah sebabnya, bagi NU, NKRI harga mati. Artinya, kiai-kiai NU yang notabene para pejuang kemerdekaan RI, melihat bangunan NKRI ini sudah final. NU tidak tertarik dengan konsep khilafah, karena Indonesia – sebagai Negara bangsa — ini dibangun secara bersama-sama. Pemahaman ini harus sampai kepada anak-anak kita,” tegasnya.

Di sini, tegasnya, juga terpampang sejarah bagaimana NU dalam merespon dimensi kehidupan bernegara. Salah satunya pemberian gelar wali al-amr al-dharuri bi al-syaukah oleh NU kepada Presiden Soekarno.

“Ini punya konsekuensi yang sangat dalam. Ini harus dipahami oleh generasi muda NU. Mengapa NU ikhlas melepas frasa Piagam Jakarta (sila pertama) yang berbunyi ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya’? Ini demi persatuan dan kesatuan NKRI,” tegasnya.

Masih menurut Udin, banyak hal yang patut ditransformasikan (informasi) kepada generasi muda NU, agar negeri ini terus terjaga dengan baik, suasana kehidupan beragama juga berjalan dengan baik. “Sayangnya, sampai sekarang, Museum NU belum mendapat perhatian dari pemerintah. Semua dilakukan secara mandiri, sesuai komitmen bahwa transformasi informasi tentang perjuangan para Kiai NU ini, harus dilakukan. Demi berbangsa dan bernegara Indonesia,” pungkas Udin. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry