MASSA mengaitkan cinta NKRI dengan kasus Ahok.

 

SURABAYA | duta.co – Aksi massa pendukung Ahok menyalakan 1.000 lilin digelar di sejumlah daerah. Aksi dilakukan setiap hari. Bahkan hingga malam hari. Karena menyalahi aturan, banyak di antara aksi mereka terpaksa dibubarkan oleh polisi. Yang menarik, aksi pro-Ahok dikaitkan dengan bela NKRI. Hal ini dipertanyakan banyak pihak, apa hubungan antara Ahok dan bela NKRI? Apa membela Ahok sama halnya dengan membela NKRI?

“Sungguh keterlaluan bila itu maksudnya. Apa hubungan Ahok dengan cinta NKRI bro? Kalau cinta NKRI ayo bantu mengentas kemiskinan di kota ini dan di seluruh daerah lain yang masih banyak warga miskinnya. Jangan bawa kasus Ahok di Jakarta ke sini,” kata Ahmad Faiz, warga Gayungsari, saat menanggapi aksi nyalakan lilin di kawasan Tugu Pahlawan Surabaya beberapa hari lalu.

Sejumlah aksi dibubarkan oleh polisi. Selain di Jakarta, massa yang berkumpul di alun-alun kantor Wali Kota Batam, Kepulauan Riau, juga dibubarkan paksa oleh pihak kepolisian Polresta Barelang Batam. Aksi tersebut dibubarkn karena tak memiliki izin.

Massa yang tergabung dalam aksi Solidaritas Penyalaan Lilin untuk Save NKRI dan Kebhinekaan ini dibubarkan lantaran tidak memiliki izin keramaian. Sempat terjadi adu mulut antara petugas kepolisian dengan massa yang tidak mau bubar. Namun akhirnya, sebagian besar massa berteriak dengan yel-yel Save NKRI dan bebaskan Ahok ini, langsung dibubarkan paksa oleh kepolisian.
“Save NKRI kok melanggar aturan,” kata seorang anggota polisi.
Kapolresta Barelang Batam, AKBP Hengky mengatakan, aksi solidaritas penyalaan lilin di daerah alun-alun ini tidak memiliki izin keramaian yang dikeluarkan oleh kepolisian. “Aksi solidaritas penyalaan lilin malam ini tidak ada memiliki izin sama sekali. Meskipun itu aksi bela NKRI tetap harus izin,” ujarnya.

Sebanyak 200 personel kepolisian bersenjata lengkap dari Polda Kepulauan Riau dan Polresta Barelang Batam turun ke lokasi di alun-alun Pemko dan lapangan Welcome To Batam yang merupakan titik kumpul massa. Hengky juga menambahkan, aksi pembubaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap massa untuk menghindari bentrokan yang dilakukan oleh provokator atau penyusup yang sengaja membuat perpecahan di antara massa.

Aksi bakar lilin untuk Ahok digelar di depan Rumah Sakit Stella Maris, Pantai Losari, Makassar, dibubarkan oleh massa FPI Sulawesi Selatan dan HMI Cabang Makassar, Sabtu malam (13/5/2017).

Beruntung aparat dari Polrestabes Makassar dan TNI ikut mengawal aksi hingga tidak terjadi keributan antar dua kelompok massa tersebut. Massa FPI melarang warga Makassar yang ingin menggelar “Malam 1.000 Lilin untuk Ahok” yang digelar di dalam kawasan anjungan Pantai Losari.

Ketua HMI Cabang Makassar Muwaffiq Nurimansyah yang ikut memimpin aksi kadernya menyebutkan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok di Jakarta tidak semestinya didramatisir dan melebar hingga melibatkan warga Makassar.

Kasus Ahok ini kasus pidana dan personal, jangan dibawa-bawa ke sentimen agama karena bisa memancing isu SARA. “Jangan lagi bikin kegiatan 1.000 lilin untuk Ahok, kami akan padamkan,” pungkas Muwaffiq.

Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto turun tangan menengahi kedua kelompok agar tidak terjadi bentrokan. Ramdhan mengaku aksi dukung Ahok ini hanya menyebar di sosial media dan tidak memiliki izin dari pihak kepolisian. Ia juga mengaku tidak ada kelompok ormas yang melaporkan bertanggung jawab pada aksi ini.
Wakil Ketua Umum dan Perundangan-undangan MUI Ikhsan Abdullah melontarkan kritik terhadap aksi simpatik pendukung Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut dia, aksi hingga larut, bahkan sampai jam 12 malam, bertolak belakang dengan citra taat hukum yang selama ini ditunjukkan oleh Ahok.

“Kita lihat Pak Ahok ini kan contoh yang baik, taat hukum, di mana 22 kali persidangan dihadiri beliau tanpa mangkir. Ini menunjukkan betapa tinggi budaya hukum yang ditunjukkan Pak Ahok. Nah jangan lagi kemudian sampai pendukungnya, penganutnya malah memberikan citra yang buruk terhadap Pak Ahok,” kata Ikhsan dalam diskusi bertema ‘Dramaturgi Ahok’ di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2017).

Sikap pendukung Ahok yang melakukan aksi hingga larut malam tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam undang-undang tertulis batas waktu massa melakukan demonstrasi hingga pukul 18.00 WIB.

“Hormati juga Pak Ahok. (Aksi yang pendukung) seolah Pak Ahok sedang melakukan aksi menolak putusan pengadilan. Jangan sampai upaya yang sudah baik, ditaati dan diberi contoh, oleh pendukungnya menjadi persoalan yang mengarah menjurus ke radikal,” kata Ikhsan.

“Bagaimana kemudian mereka melakukan demonstrasi dengan tidak taat dengan hukum. Mereka demo sampai larut malam, jam 12 malam, menyalakan lilin di mana-mana, melakukan kekerasan,” ucap Ikhsan.

Ia berharap para pendukung Ahok menghormati putusan pengadilan dan langkah banding yang diambil Ahok serta tim penasihat hukumnya.

“Saya harap jangan ada lagi gerakan-gerakan yang menafikan atau mengecilkan arti dan peran dari putusan. Putusan pengadilan wajib dihormati karena itu adalah fakta dan dari awal kita sudah sepakat bawa forum ini ke pengadilan,” tutur Ikhsan.

Salah satu penasihat hukum Ahok, I Wayan Sudirta, menanggapi kritik terkait dengan aksi pendukung kliennya yang berlangsung hingga malam di beberapa kota. Menurut dia, aksi tersebut dipicu oleh putusan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang tak lazim.

Wayan meminta pihak yang melontarkan kritik atas aksi itu tidak menyalahkan aksi pendukung Ahok. “Gejolak jangan selalu disalahkan. Gejolak ini bukan karena sebab, tapi akibat. Akibat putusan yang tidak lazim, putusan yang dipolitisasi, putusan yang karena penekanan, kontroversi. Dulu ketika Pak Ahok dijadikan tersangka, pendukungnya diam. Dituntut, masih diam. Kok putusannya kayak begini,” kata Wayan setelah menghadiri diskusi bertema ‘Dramaturgi Ahok’ di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2017).  hud, det

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry