Tiga guru besar UINSA yang dikukuhkan oleh Rektor Prof. A’la di Sport Center, Kamis (28/12). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co – Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya menambah tiga guru besar atau profesor. Ketiganya merupakan guru besar ke 54, 55 dan 56. Memang jumlahnya belum mencapai angka ideal seperti yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) yang minimal 25 persen dari total dosen yang ada.

Rektor UINSA, Prof. Abd A’la mengatakan memang cukup kesulitan untuk menambah guru-guru besar terutama dalam bidang ilmu sosial atau ilmu umum. β€œKalau ilmu keagamaan setiap tahun pasti ada. Sekarang bagaimana ilmu-ilmu umum itu bisa dimunculkan dan selalu ada,” ujarnya usai pelantikan guru besar di Sport Center UINSA, Kamis (28/12).

Susahnya untuk menambah jumlah guru besar itu, terutama masalah jurnal internasional terindek scopus. Namun hal itu sudah mulai diantisipasi UINSA dengan menggelar banyak pelatihan-pelatihan bagi para dosen khususnya yang sudah bergelar doktor. β€œKemarin waktu ada kilinik jurnal, ada 21 doktor yang hadir. Untuk klinik penulisan artikel juga banyak yang ikut. Merata dari semua fakultas,” tuturnya.

Saat ini diakui A’la, pihaknya mendorong dosen-dosen dari program studi yang baru berdiri untuk segera mengajukan diri untuk menjadi doktor. Misalnya dari Arsitek, FISIP, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Psikologi dan sebagainya untuk bisa meraih gelar doktor. β€œKita akan dukung sepenuhnya,” tukasnya.

Karena itu, A’la mengatakan pihaknya sangat berterima kasih dengan dilantiknya tiga guru besar ini. Mereka adalah Prof. Dr. H Sahid HM,M.Ag., M.H dari Fakultas Syariah dan Hukum dengan pidato pengukuhan berjudul Pembaruan Hukum Islam dalam Konteks Formalisasi Syariat di Indonesia.

Guru besar kedua yakni Prof. Dr. Damanhuru, M.A dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dengan pidato pengukuhan berjudul Hadis-hadis Misoginis dalam Penelitian Simultan. Serta yang ketiga adalah Prof. Dr. Titik Triwulan Tutik, SH, M.H dari Fakultas Syariah dan Hukum dengan pidato pengukuhan berjudul Pembaruan Hukum Tata Negara di Indonesia dalam Rangka Mewujudkan CIta Negara Hukum Nasional.

Prof Sahit dalam pengukuhannya mengatakan kontek hukum Islam adalah bukan kesenangan personal atau pribadi melainkan harus atas kepentingan kolektif. Kepentingan umum dalam hal ini harus diperhatikan.

Dalam hal ini, Prof. Sahid memberikan contoh penerapan peraturan daerah untuk masalah minuman keras. Faktanya di Indonesia, minuman keras masih diberikan izin untuk beredar. KarenaΒ  pemerintah masih berpikir, jika dilarang peredarannya akan melanggar hak asasi manusia (HAM) orang lain yang ingin menikmati minuman keras itu. β€œSebenarnya hukum Islam itu perlu dimasukkan untuk membangun Indonesia yang lebih beradab,” tandasnya.

Namun di hal lain, hukum Islam memang tidak harus diberlakukan secara universal. Dalam kontek Islam Nusantara, hukum Islam perlu memperhatikan budaya lokal itu sendiri. Misalnya, tentang jam malam, penerapan jilbab bagi para pegawai negeri sipil (PNS) dan sebagainya. β€œTidak semua orang yang pulang larut malam terutama perempuan, berbuat maksiat. Pemakaian jilbab walau itu diwajibkan bagi muslimah tapi juga tidak boleh diberlakukan universal atau diperdakan. Hak asasi manusia di sini perlu juga diperhatikan asalkan tidak bertentangan dengan hukum Islam,” tukasnya. end