TERJARING OTT: Tersangka LF, saat digelandang ke kantor Kejari Ponorogo, Selasa (4/8/2020). Tersangka yang merupakan pendamping Perhutani terjaring OTT Kejari setempat . Duta/Siti Noer

PONOROGO | duta.co – Seorang pendamping Perhutani Ponorogo, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo, Selasa (4/8/2020). Penangkapan yang semula berupa penipuan itu akhirnya berujung pada pemerasan dengan jeratan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Karena tersangka adalah pendamping Perhutani yang dibayar oleh negara. Ancaman hukuman yang diberikan tidak adalah Pasal 12 huruf 2, UU No. 31/1999 sebagimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Tipikor dengan hukuman 4 tahun penjara, maksimal 20 tahun.

Tersangka LF, warga Jl Mawao, Nologaten, Ponorogo kini harus menimati dinginnya dinding penjara. Petugas pendamping Perhutani itu terkena OTT di Kedai Sor Sawo, Jl Pramuka, Nolgaten, Ponorogo. Saat itu dia tertangkap tangan menerima uang Rp6 juta dari saksi Sujono, Ketua LMDH Wonoharjo, Suren, Mlarak, Ponorogo.

Kasus ini berawal dari surat panggilan Kejari Ponorogo  yang diduga palsu terhadap Sujono, atas sebuah kasus yang diduga juga palsu. LF meminta uang sebesar Rp24 juta kepada Sujono, dengan alasan kasusnya sudah diselesaikan.

“Tersangka meminta sejumlah uang, orang tersebut menggunakan kwitansi palsu, seolah-olah Kejari telah menerima uang Rp24 juta. Sebelumnya tersangka membuat surat panggilan 16 Juli kepada saksi untuk datang ke Kejari. Namun sebelum masuk ke gedung Kejari, tersangka sudah mencegat korban dan mengatakan kasusnya sudah selesai tapi harus membayar Rp24 juta,” terang Kajari Ponorogo, Khunaifi Alhumami.

Saat itu korban memberikan uang Rp2 juta dan sisanya akan diberikan kemudian hari. Lalu pada Senin pagi (3/8/2020), mereka bertemu di Kedai Sor Sawo, korban memberikan uang Rp6 juta, karena menurut Kajari, korban sudah curiga dengan tindakan tersangka. Saat menghitung uang itulah tersangka diamankan oleh petugas.

Kajari juga mengakui, kasus ini terbongkar setelah adanya informasi dari masyarakat. Kasus ini awalnya adalah penipuan, namun mengingat tersangka adalah pendamping Perhutani yang dibayar oleh negara maka kasusnya menjadi tindak pidana korupsi.

“Tersangka menipu orang lain dengan mengatasnamakan Kejaksaan, tapi karena tersangka adalah tenaga pendamping yang dibayar negara oleh Perhutani, maka kita sangkakan pasal  12 huruf  e UU Tipikor, dengan ancanam 4 tahun dan maksimal 20 tahun,” pungkas Kajari, yang langsung menggelandang tersangka ke Rumah Tahanan Ponorogo.

Sementara itu kuasa hukum tersangka, Siswanto mengatakan, OTT yang dilakukan oleh Kejari karena tersangka dijebak oleh korban yang sudah dipersiapkan. Sebab sebelum tersangka sempat makan atau minum sudah disuruh menghitung uang sebesar Rp6 juta. Dan saat itulah tersangka ditangkap.

Menurut Siswanto, kerugian nominal adalah Rp6 juta . Dan sesuai dengan keterangan dari kliennya, saat itu dipanggil oleh seseorang yang mengaku sebagai tim dari PBNU yang berinisial G. Tim ini mengaku disuruh datang ke Sor Sawo untuk memberikan sejumlah uang kepada tersangka.

“Pas di situ banyak petugas, ndak cuma tersangka saja tapi banyak namanya itu. Yang tim 10 katanya membawahi perkara apa ke program pertanian di sini ini inisialnya S, itu yang dari apa PBNU sesuai keterangan dari klien saya itu utusan dari PBNU , sebagai penyambung lidah antara tim yang ada di Ponorogo dengan DPR pusat,” imbuh Siswanto.

Namun untuk memperdalam kasus ini Siswanto masih akan berkoordinasi untuk mendampingi dalam proses penyidikan. Demikian juga koordinasi dengan keluarga tersangka, apakah masih mwmerlukan pendampingannya setelah penunjukan dirinya sebagai kuasa hukum atas biaya negara. sna