Kholili dan surat PMII Jatim. FT/IST

SURABAYA | duta.co – Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadits Indonesia (FKMHI), Kholili memprotes keras surat somasi yang dikeluarkan Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur  ke Polda Jatim, terkait dugaan pencabulan yang terjadi di Kabupaten Jombang.

“Ini sudah tidak bernar. Pertama, surat itu menulis lengkap nama sebuah pesantren. Ini pelecehan terhadap lembaga pendidikan, pesantren. Apakah tidak cukup dengan menyebut oknum atau inisialnya saja? Karena itu,model pelecehan seperti ini tidak boleh dibiarkan. Kami juga akan melaporkannya kepada pihak yang berwajib,” demikian disampaikan Kholili kepada duta.co, Selasa (5/5/2020).

Surat Somasi PKC-PMII Jatim yang dimaksud Kholili ini tertanggal 18 Maret  2020. Surat bernomor 036.PKC-XXIII.V.04.02-025.A-|03.2020 itu ditujukan kepada Kapolda Jatim.  Ada tiga point penting dalam surat tersebut, terkait berita kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh salah satu keluarga kiai di Ploso, Jombang.

Pertama, PMII Jatim meminta Kapolda Jawa Timur mengusut tuntas kasus pencabulan anak dibawah umur yang dilakukan tersangka berinisial MSA, sesuai dengan pasal 76D juncto Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kedua, Kapolda Jatim dalam hal ini harus melaksanakan fungsi Penegakan Hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ketiga, Sebagai bagian dari elemen masyarakat kami sangat prihatin atas adanya kasus pelecehan yang dilakukan MSA dan kami PKC PMII Jawa Timur memberikan dukungan moril terhadap korban pelecehan tersebut.

Banyak Masalah Lebih Penting

Surat ini diteken Abdul Ghoni sebagai Ketua Umum PMII Jawa Timur dan Padil selaku Sekretaris Umum. Sampai berita ini diturunkan, duta.co belum berhasil mengkonfirmasi Abdul Ghoni sebagai Ketua Umum PMII Jawa Timur dan Padil selaku Sekretaris Umum atas terbitnya surat tersebut.

Masih menurut Kholili, mahasiswa, memang harus kritis terhadap setiap masalah, termasuk dalam hal ini penegakan hukum. Tetapi, mahasiswa juga tidak boleh melanggar aturan. Penyebutan nama pesantren, dalam kasus asusila, ini sangat melecehkan lembaga pesantren. “Tidak ada pesantren kompromi dengan perbuatan cabul. Ini harus diluruskan,” tegasnya.

Kedua, lanjut Kholili, mahasiswa jangan mudah larut dalam masalah yang belum jelas jluntrungnya. Apalagi menyangkut nama baik seseorang dan lembaga pesantren. “Saya tidak habis pikir, banyak persoalan bangsa yang jauh penting untuk disikapi oleh PMII Jatim, mengapa lebih sibuk mengurus soal kasus pencabulan. Biarlah kasus ini menjadi ranah polisi, toh polisi sudah melakukan proses hukum,” urai mahasiswa Pasca Sarjana UIN-SA ini. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry