KIRAB : Kirab untuk Ki Andong Sari di Ledok Bojonegoro yang dgelar tahun lalu. (dokumentasi/duta)

BOJONEGORO | duta.co – Apabila pemerintahan merasa benar dan sewenang wenang terhadap rakyatnya, dipastikan bakal dilawan rakyatnya dan menyebabkan kehancuran. Demikan ditegaskan Seniman Bojonegoro Wahyu Subakdiono, Minggu (19/04/2020).

”Di Bojonegoro sendiri sudah ada bukti fakta sejarahnya. Saat di masa Mbah Ki Andong Sari. Sejarahnya dia keluar dari Kerajaan Mataram dan karena pemerintahanya kompromi dengan penjajahan Belanda serta tidak peduli dengan rakyat, sehingga Mbah Ki Andong Sari melakukan perlawanan hingga Kerajaan Mataram dan Belanda kalang kabut dan hancur,” katanya.

Menurutnya perlawanan Ki Andong Sari, karena tidak rela rakyat ditindas. Pria yang pernah menjabat Lurah Ledok Kulon Bojonegoro di era satu dasa warsa yang lalu dan saat ini sebagai Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Bojonegoro. Dia mengatakan, Kelurahan Ledok Kulon merupakan makam Ki Andong Sari.

”Letak kompleks makam Ki Andong Sari berada tak jauh dari bantaran Sungai Bengawan Solo, yang ada di Ledok Kulon Kecamatan Bojonegoro Kota. Ki Andong Sari merupakan seorang tokoh perjuangan di masa lalu yang mempunyai peninggalan dan riwayat yang paling lengkap dibanding tokoh tokoh di masa lampau lainnya,” terangnya.

Dia menjelaskan, Ki Andong Sari dikenal sebagai seorang bangsawan yang memilih untuk berbaur dengan rakyat jelata dan melakukan babat alas untuk membuka Desa Ledok Kulon dan Ledok Etan. Kisah paling terkenal yang mewarnai kehidupan Ki Andong Sari adalah mengenai keilmuannya yang banyak diyakini warga Bojonegoro.

Dikisahkan, Ki Andong Sari merupakan pemberontak kerajaan Mataram yang memilih hijrah dengan menyamar sebagai seorang seniman kentrung. Melalui kentrung keliling itu jugalah Ki Andong Sari menyebarkan ajaran agama Islam, serta menggalang gerakan perlawanan terhadap penguasa Mataram yang kala itu dianggapnya tak sesuai dengan memimpin rakyat.

“Salah satu ilmunya adalah mengendalikan air,” tegasnya.

Pusaka yang digunakan oleh Ki Andong Sari dalam mengendalikan air adalah sebatang tongkat tanaman kelor. Kala itu sering berguna untuk mengelabui, patroli air di Sungai Bengawan Solo dengan cara mengendalikan laju dan arah perahu dari kejauhan.

Nama asli Ki Andong Sari adalah Arya Metahun, yang kemudian bertemu dengan gadis bantaran sungai Bengawan Solo yang bernama Sari. Pusaka pusaka milik Ki Andong Sari pernah disaksikan oleh mata kepala mantan lurah tersebut.

”Yang pernah saya saksikan keampuhannya adalah pusaka kutang onto kusumo,” tambahnya.

Dirinya bersama beberapa warga sempat mencoba keampuhan pusaka yang dikenal sebagai pusaka kebal peluru tersebut pada seekor ayam yang diikatkan di tembok makam Ki Andong Sari.

”Sobekan kain tersebut diikatkan di kaki ayam tersebut, kemudian ditembak beberapa kali namun tak pernah mengenai si ayam,” tambahnya.

Ada aturan tak tertulis untuk siapa saja yang hendak berziarah ke makam Ki Andong Sari, yakni mengenai larangan membelakangi kijing Ki Andong Sari. Meski tak dijelaskan mengapa dan apa akibatnya, namun hingga saat ini aturan tersebut begitu kuat dipegang warga dan juri kunci setempat. Di dalam makam itulah sisa sisa pusaka Ki Andong Sari masih terjaga dengan baik, dikeramatkan karena dianggap sebagai simbol perjuangan Ki Andong Sari, selalu dikirab dengan iringan musik kentrung Andong Sari.

Kirab yang hingga kini masih terjaga kelestariannya tersebut dilakukan setiap Selasa Kliwon di Bulan Suro, dengan mengarak 12 pusaka yang di replikakan dengan mengambil rute perjalanan Ki Andong Sari saat menyiarkan agama Islam di Bojonegoro.

Terpisah Sekertaris Kelompok Kerja (Pokja) Kebudayaan Bojonegoro Agus Sigro Budiono membenarkan di masa Ki Andong Sari melakukan perlawanan ke pemerintahan Belanda dan Mataram. Menurut Ki Andong Sari atau Arya Menahun atau Adipati Ngraseh, sangat menentang kebijakan pemerintah Mataram, pimpinan Sultan Amangkurat IV yang bersekongkol dengan pemerintah kolonial Belanda dan sangat merugikan rakyat. Karena itu kemudian Adipati Ngraseh melakukan perlawanan dan sempat berperang dengan Adipati Cakraningrat yang juga didukung Belanda.

”Akhirnya Cakraningrat berhasil dikalahkan. Adipati Ngraseh menjadi target pengejaran oleh pasukan gabungan pro Belanda yang terdiri dari Madura, Sedayu dan Mataram sendiri. Akhirnya beliau menyamar menjadi rakyat jelata dan berganti nama Ki Andong Sari. Beliau terus melakukan perlawanan membangkitkan semangat rakyat dengan cara mbarang kentrung hingga sampai di Ledok Bojonegoro,” katanya. rno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry