Oleh : Muhtarum Yusuf 
Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya

KARSINOMA nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari elemen epitelial maupun kripta kelenjar limfoid di mukosa nasofaring.

Di Indonesia KNF adalah jenis keganasan nomer empat setelah kanker leher rahim, payudara dan kulit, sedangkan di daerah kepala dan leher yang paling sering ditemukan.

Penyakit ini termasuk katastropik, yaitu membutuhkan perawatan medis yang lama dan berbiaya tinggi. Sesuai kebijakan Kementrian kesehatan Republik Indonesia penyakit kanker termasuk empat penyakit teratas yang dibiayai BPJS Kesehatan.

Terapi standar untuk KNF adalah radiasi dengan atau tanpa kombinasi kemoterapi. Perkembangan teknologi terapi meningkatkan angka kesembuhan dan harapan hidup.

Pada stadium dini angka kesembuhan lebih dari 90%, akan tetapi pada stadium lanjut hanya 50-60%, sayangnya 80-90% penderita datang berobat pada stadium lanjut. Pasca terapi paripurna kekambuhan dan penyebaran ke organ lain masih sering di temukan dan menjadi penyebab utama kematian.

Salah satu penyebabnya adalah terdapat sel kanker yang tidak mati (resisten) dengan terapi standar. Berdasarkan data di atas sangat penting untuk mengembangkan strategi terapi baru yang efektif untuk mengeliminasi sel kanker yang resisten terhadap terapi.

Berbagai hasil penelitian yang telah ada mengungkapkan keberadaan sel punca kanker yang dinilai menjadi alasan terjadinya kekambuhan, penyebaran dan resitensi terhadap terapi. Berdasarkan alasan ini maka satu-satunya solusi adalah mengeliminasi sel punca kanker. Pemahaman terhadap karakteristik sel punca kanker membuka lahan baru penelitian dasar dan klinis untuk pengembangan terapi kanker.

Sel punca kanker adalah sejumlah kecil sel kanker (<1%) yang memiliki   karakteristik seperti sel punca normal, yaitu mampu memperbanyak diri sendiri, belum berdiferensiasi dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih satu jenis sel (multipoten/pluripoten).

Populasi sel punca dalam tubuh terjaga dengan kemampuannya memperbanyak diri sendiri. Kemampuan ini dapat dilakukan berulang kali, bahkan diduga tak terbatas dan dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Dalam kondisi normal sifat ini dibutuhkan untuk menjaga homeostasis jaringan tubuh, akan tetapi bila karakteristik sel punca tersebut di atas apabila dimiliki oleh sel punca kanker akan sangat membahayakan. Sel kanker tumbuh dan bekembang tak terkendali, kontinuitas regenerasi populasi sel terjaga, resisten terhadap terapi dan sel kanker tidak akan mati.

Berdasarkan pengertian lama, obat kanker dirancang untuk membunuh sel kanker sebanyak mungkin. Tujuan obat anti kanker nampaknya tercapai, namun pasien yang dianggap berhasil seringkali mengalami kanker yang sama di kemudian hari dalam hidupnya.

Fakta ini memunculkan pertanyaan, apakah sel kanker yang dijadikan target obat anti kanker selama ini sudah tepat?.

Berdasarkan sejumlah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa hanya sebagian kecil dari total populasi sel kanker yang ternyata memiliki potensi membentuk tumor (tumorigenik). Sel kanker dengan potensi tumorigenik inilah yang seringkali disebut sel punca kanker.

Terungkapnya keberadaan sel punca kanker menciptakan sudut pandang yang berbeda dari yang telah ada selama ini, bahwa populasi sel kanker tidak lagi dipandang sebagai populasi yang homogen dengan potensi yang sama dan merata, melainkan layaknya sel normal yang memiliki hirarki dengan tingkat diferensiasi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Sel punca kanker berada pada puncak hirarki, oleh karena itu dianggap bertanggung jawab terhadap kekambuhan, penyebaran dan resistensi terhadap terapi.

Penemuan sel punca kanker dianggap dapat menjadi jawaban dari beberapa misteri yang selama ini belum terpecahkan. Salah satu masalah yang mungkin dapat dijelaskan melalui penemuan ini adalah kejadian kekambuhan penyakit kanker pada penderita yang telah menjalani terapi.

Radioterapi hanya mendeteksi dan membunuh sel kanker, sementara sel punca kanker tetap ada dan hidup terus pasca terapi. Sel punca kanker inilah yang nantinya akan melakukan proliferasi, serta menghasilkan sel kanker baru dan menimbulkan kekambuhan. Berdasarkan teori ini banyak peneliti dan praktisi medis berpendapat bahwa sel punca kanker inilah yang seharusnya menjadi target terapi. Hal ini berarti keberhasilan membunuh sel punca kanker maka akan mencegah terjadinya kekambuhan, metastasis dan resistensi terapi. Hasil terapi akan maksimal bila dilakukan kombinasi antara terapi standar dan terapi target spesifik langsung pada sel punca kanker.

Beberapa penelitian yang sedang berkembang menunjukkan bahwa pendekatan terapi dengan target sel punca kanker merupakan strategi yang sangat menjanjikan, karena lebih efektif dari pada terapi standar.

Sayangnya bukti yang komprehensif masih sedikit, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut terutama secara invivo yang ketat sebelum digunakan untuk uji klinik.

Tujuannya adalah dengan semakin berkembangnya strategi terapi dengan target sel punca KNF, akan memperkuat efikasi terapi standar yang selama ini digunakan. Ke depannya terapi KNF bersifat personal yaitu terapi standar tetap diberikan diperkuat dengan terapi target yang bervariasi berdasarkan karakteristik sel punca KNF yang dimilikinya.

Harapannya penderita yang resisten terhadap terapi semakin menurun, angka kekambuhan bisa ditekan, sehingga angka harapan hidup semakin meningkat.

Untuk mewujudkan harapan tersebut di atas perlu komitmen para peneliti di bidang kanker, pusat penelitian, rumah sakit tempat layanan penderita dan dukungan pemerintah khususnya dalam pendanaan. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry