Totong Bekti Guntoro, Kepala Desa Dermosari Kecamatan Tugu. (DUTA.CO/DOK)

TRENGGALEK | duta.co — Beberapa kepala desa (kades) di wilayah Kabupaten Trenggalek mengalami ketakutan dalam mencairkan Dana Desa (DD). Meskipun dana tersebut telah masuk ke rekening desa setempat, para kades tersebut takut dengan aturan yang mereka dapat terkini, keputusan pusat terkait Padat Karya Tunai (PKT) yang harus terserap 30 persen dengan pola padat karya.

“Memang padat karya itu bisa membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa, namun dari sisi negatifnya justru membuat masyarakat desa engan untuk gotong royong,” ungkap Totong Bekti Guntoro, Kepala Desa Dermosari Kecamatan Tugu, Rabu (28/3/2018) di Trenggalek.

Selebihnya, masih keterangan Totong, jika penyerapannya tidak sampai 30 persennya, pembuatan surat pertanggungjawabannya (SPJ) bakal akan sulit . Hal ini didasari banyaknya kades yang terkena kasus hukum dalam melaksanakan DD.

“Kalau 30 persen itu tidak terserap maka kita yang tanggung jawab dengan SPJ. Itulah yang membuat saya sebagai kades ketakutan,” terangnya.

Sementara, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Trenggalek, Joko Wasono, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya mengatakan, padat karya tunai sesuai materi yang pihaknya terima saat ada sosialisasi di Propinsi Jatim merupakan program nasional. Hal itu juga sebagai program untuk memberikan lapangan kerja bagi warga.

“Tentunya yang dimaui pusat itu agar ada pola pemberdayaan. Dengan melibatkan masyarakat pada pembangunan yang berbasis padat karya, diharapkan  tingkat  penurunan angka kemiskinan di Indonesia akan jauh menurun,” terangnya.

Joko Wasono menambahkan, biar pun digelontor, dana desa dengan keinginan pembangunan di desa itu berhasil mengurangi angka kemiskinan. Maka pemerintah pusat secara nasioal mengumumkan program Hari Orang Kerja (HOK) yang berbasis padat karya.

“Programnya HOK itu diambil 30 persennya dari DD,” tandasnya. (lay)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry