DUTA/endang Teller Bank Sampah Induk Surabaya Ade Irna melayani nasabah Arif Muhammad untuk membayar rekening listrik dengan sampah, Selasa (7/3).

 

SURABAYA – Bank Sampah Induk Surabaya dinobatkan sebagai bank sampah terbaik oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup saat Peringatan Hari Sampah Nasional di Surabaya, Selasa (28/2) lalu. Berhasil mengolah 63 ton sampah per bulan, omset bank sampah ini sudah mencapai Rp60 juta per bulan dengan mempekerjakan 15 karyawan. Bahkan, bank sampah ini melayani pembayaran listrik dengan sampah.

Arif Muhammad, warga Ketintang Surabaya, adalah salah satu nasabah Bank Sampah Induk Surabaya (BSIS). Dia adalah nasabah individu yang setiap kali ada sampah-sampah yang bisa diuangkan misalnya kardus, botol mineral dan sebagainya menumpuk di rumahnya, selalu dia bawa ke BSIS di daerah Ngagel Timur.

Dari setiap kali menjual sampah itu, uang yang didapat dimasukkannya ke dalam tabungan atas namanya. Jika dalam sebulan, tabungannya bisa mencapai Rp300 ribu, Arif meminta petugas teller Bank Sampah itu mendebitnya untuk membayar rekening listrik.

“Tapi tidak setiap bulan bisa menutupi biaya rekening listrik. Terkadang juga kurang, nambahi kekurangannya. Ya lumayan lah daripada bayar semua sendiri, dari sampah kita bisa bayar listrik,” ujar Arif.

Tidak seperti bank-bank yang lain, Bank Sampah ini buka setiap hari mulai Senin hingga Minggu pukul 08.00 hingga 17.00 WIB. Setiap nasabah yang hendak menabung sampah, akan dilayani oleh petugas yang khusus bagian menimbang. Setelah itu, hasil timbangan itu akan diserahkan pada teller untuk dicatatkan ke rekening nasabah.

Salah satu teller bernama Ade Irna mengatakan, setiap bulan banyak nasabah individu yang membayar rekening listrik dengan sampah. “Ya sekitar 50 nasabah, terutama nasabah individu. Di sini, nasabah itu dibagi dua, ada yang kelompok dan ada yang individu,” tukasnya.

Bank Sampah Induk Surabaya ini termasuk salah satu dari lima bank sampah binaan PT PLN (Persero). Tidak mengherankan jika bank sampah ini memiliki kantor yang cukup memadai. Rumah dinas milik PT PLN yang ada di kawasan Ngagel Timur selulas 400 meter persegi dijadikan kantor dan gudang untuk menampung dan mengolah sampah-sampah dari masyarakat. Karena dikelola dengan baik, tidak terlihat  jika rumah itu adalah tempat penampungan sampah. Justru semua sampah yang ada di tata dengan rapi sesuai dengan jenisnya.

Badar Joang Harista selaku Ketua Yayasan Citra Bina Insani yang menjadi pengelola BSIS mengaku setiap bulan dia bisa menerima 63 ton sampah yang disetor dari 205 unit bank sampah binaan dan nasabah-nasabah individu. Dari sampah-sampah yang disetorkan itu, diakui Haris, panggilan akrab Badar Joang Harista, diolah untuk menjadi barang yang bernilai ekonomis lebih tinggi.

Misalnya, botol air mineral, dibersihkan dulu, dipisahkan tutup dan botolnya, dibuang lebelnya. Kemudian dimasukkan mesin mencacah untuk dijadikan butiran plastik. Dengan menjadi butiran plastik, harga jualnya bisa menjadi lebih tinggi.

Tak mengherankan jika omset bank sampah ini bisa mencapai Rp 60 juta per bulan. Dari omset yang didapat itu, bisa membiayai seluruh operasional kantor serta menggaji 15 orang karyawan. “Alhamdulillah, semua berkat dukungan masyarakat yang sadar akan pentingnya memilah dan memilih sampah,” ungkapnya.

Tidak mengherankan, dengan pengelolaan yang benar itu, bank sampah ini didatangani Direktur Human Capital Management PT PLN (Persero) Muhammad Ali dan Direjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Tuti Hendrawai Mintarsih, Selasa (7/3).

Keduanya mengaku kagum dengan sistem pengelolaan bank sampah ini. “Kita tidak sia-sia menyediakan tempat untuk mereka. Bank Sampah ini luar biasa,” tandas Muhammad Ali. (end)