Oleh : Sri Martini

 

PENGELOLAAN keuangan negara yang optimal mutlak perlu dilakukan untuk mewujudkan pelaksanaan program pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan efisiensi dalam pengelolaan aset negara dan pengembangan sumber pembiayaan negara guna meningkatkan daya dukung APBN dalam menggerakkan sektor pembangunan secara ekonomi.

Pengembangan berbagai instrumen pembiayaan anggaran negara, khususnya instrumen pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah memobilisasi dana publik secara luas perlu dilaksanakan. Instrumen keuangan yang diterbitkan harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, memberikan kepastian hukum, transparansi, dan akuntabel. Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah yang telah banyak diterbitkan baik oleh korporasi maupun negara adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah, atau secara internasional dikenal dengan istilah sukuk.

Mengingat instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah sangat berbeda dengan instrumen keuangan konvensional, maka diperlukan pengaturan secara khusus. Untuk itu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN diundangkan untuk mengatur instrumen maupun perangkat yang diperlukan.

Pada saat ini masyarakat dapat melihat semakin meluasnya penggunaan syariah di pasar keuangan baik dalam maupun luar negeri, di mana semakin banyak negara menerbitkan instrumen pembiayaan berbasis syariah dan meningkatkan investasi dalam instrumen keuangan syariah. Penerbitan SBSN oleh pemerintah sejalan dengan semakin terbatasnya daya dukung APBN untuk menggerakkan sektor ekonomi pembangunan. Dengan kemampuan pemerintah dalam pengelolaan anggaran negara SBSN terutama dari sisi pembiayaan semakin meningkat.

SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara yang dimiliki oleh masyarakat menjadi bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik mata uang rupiah maupun valas. Dari perspektif pembiayaan , SBSN merupakan sumber pembiayaan alternatif yang relatif ringan dan tidak memberatkan dibandingkan dengan obligasi yang didasarkan pada bunga yang ditetapkan. Selain itu SBSN dapat meningkatkan kemandirian bangsa karena dan pembangunan dapat dipenuhi dari dalam negeri melalui dana penyertaan dan bukan dari luar negeri yang dapat menempatkan negara dalam posisi rentan dari risiko politik.

Agar SBSN dapat digunakan untuk pembiayaan proyek pembangunan, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui SBSN sehingga terdapat dasar hukum untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan obyek pembiayaan yang penganggarannya bersumber dari SBSN.

Melalui Peraturan Pemerintah tersebut diatur kriteria proyek yang dapat dibiayai dengan SBSN, yaitu proyek yang dilakukan dalam rangka: 1) pembangunan infrastruktur; 2) penyediaan pelayanan umum; 3) pemberdayaan industri dalam negeri; dan/atau 4) pembangunan lain yang sesuai dengan kebijakan strategi pemerintah. Proyek-proyek tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

Bagaimana implementasi pelaksanaan APBN yang bersumber dari SBSN di Jawa Timur? Untuk pembangunan di wilayah Provinsi Jawa Timur, alokasi anggaran yang tersedia pada APBN Tahun Anggaran 2022 yang bersumber dari SBSN sebanyak Rp2,07 triliun. alokasi tersebut terdapat pada anggaran yang dikelola oleh sejumlah satuan kerja pada 5 Kementerian/Lembaga di Jawa Timur, di mana anggaran terbesar terdapat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebanyak Rp653,87 miliar dan anggaran pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp51, 24 miliar.

Adapun pagu alokasi pada 3 kementerian lainnya berturut-turut adalah: Rp516,68 miliar pada Kementerian Perhubungan; Rp433,74 miliar rupiah pada Kementerian Agama; dan sebesar Rp415,54 miliar pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Seluruh pagu alokasi anggaran dari SBSN tersebut untuk jenis belanja modal, yaitu: belanja modal Gedung dan bangunan; belanja modal jalan, irigasi dan jaringan; serta belanja modal peralatan dan mesin.

Hingga berakhirnya periode Triwulan III Tahun Anggaran 2022, penyerapan anggaran dari SBSN di Jawa Timur masih sangat rendah yaitu sebesar Rp948,41 miliar atau hanya mencapai 45,8% dari total pagu alokasi. Capaian tersebut masih jauh dari capaian ideal di akhir Triwulan III yang diharapkan sebesar 70%.

Capaian proporsi realisasi anggaran SBSN tertinggi di Jawa Timur sebesar 79,2% terdapat pada Kementerian Pertahanan, oleh satker Zidam V/Brawijaya berupa belanja modal untuk membiayai peningkatan perbaikan dinas matra darat. Sebaliknya capaian realisasi terendah terdapat pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang baru mencapai 38,53% saja yang diterapkan untuk mewujudkan revitalisasi prasarana perguruan tinggi pada 2 universitas negeri di perguruan tinggi Jawa Timur serta revitalisasi prasarana tinggi pada 4 perguruan tinggi di Jawa Timur.

Kementerian Perhubungan mencapai realisasi sebesar 50,7% yang digunakan untuk mewujudkan revitalisasi Terminal Penumpang Tipe A Patria Blitar dan pembangunan jalur ganda kereta api Mojokerto-Sepanjang. Selanjutnya penyerapan anggaran pada Kementerian Agama mencatat 48,11% dari alokasi anggaran yang tersedia, yang digunakan untuk mewujudkan revitalisasi dan pembangunan Pusat Layanan Haji dan Umroh Terpadu, pembangunan Urusan Kantor, peningkatan prasarana madrasah, dan pembangunan Gedung Pendidikan.

Kementerian PUPR mencatat baru mencapai persentase realisasi anggaran sebesar 42,4% yang antara lain digunakan untuk mewujudkan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional; pengendalian banjir, lahar, dan drainase utama perkotaan dan pengaman pantai; pengembangan jaringan irigasi permukaan, rawa dan non-padi.

Rendahnya realisasi menunjukkan adanya kendala atau permasalahan dalam pelaksanaan anggaran bersumber SBSN pada satker Kementerian/Lembaga tersebut. Masalah umum yang terjadi di antaranya adalah memungkinkan pelaksanaan kontrak secara multitahun sehingga kurang memacu satker untuk melaksanakan eksekusi segera.

Selain itu realisasi anggaran juga terkendala karena satker harus mengikuti kebijakan kementerian yang dinamis yang sedikit berpengaruh pada kecepatan proses pengadaan barang untuk pelaksanaan belanja modal tersebut di mana hal ini menunjukkan masih kurang optimalnya kualitas perencanaan anggaran yang dilakukan.

Rendahnya realisasi anggaran yang bersumber dari SBSN tidak hanya berdampak pada peningkatan biaya dana bagi negara, namun hal tersebut akan menghasilkan pengembangan output belanja negara yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah baik pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Keuangan maupun Kementerian/Lembaga sebagai pemrakarsa proyek agar terdapat kebijakan strategi yang mampu mengatasi permasalahan pelaksanaan anggaran yang bersumber dari SBSN sehingga tujuan pembiayaan dari SBSN untuk meningkatkan daya dukung APBN dalam menggerakan perekonomian yang berhasil dapat tercapai.

 

*Penulis adalah Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran I, Kanwil DJPb Provinsi Jatim, Kemenkeu RI.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry