Melalui covid-19, Tuhan sedang mengajak dan mengajarkan agar kita semakin dekat denganNya. Berbagi dengan keikhlasan, beribadah dalam kesunyian. Kini Ramadhan tanpa keramaian. Tahun ini benar-benar menyadarkan manusia, bahwa, puasa itu untukNya.”

 Oleh Nurudin*

RAMADHAN tahun ini memaksa diri manusia jauh dari hiruk pikuk. Bukan lantaran manusia tidak ingin itu. Sebab ada pinsipnya manusia itu senang dengan keriuhan. Secara sosial manusia juga mempunyai fitrah cenderung berkumpul dengan orang lain. Dalam literatur ilmu-ilmu sosial juga dikatakan bahwa hakikat manusia akanterlihat  jika ia bersama dengan orang lain.

Namun tahun ini terasa lain. Wabah virus covid-19 memaksa diri manusia untuk beraktivitas dalam kesunyian. Fitrah sebagai makhluk sosial untuk sementara harus dienyahkan dari dirinya. Ia dianjurkan menjadi seorang yang menyepi dan lepas dari hubungan sosial.

Secara naluriah tak ada yang suka dengan pandemi tahun ini. Pandemi telah meluluhlantakkan rencana manusia. Nyaris tak ada pihak yang diuntungkan dengan wabah ini. Semua kegiatan ekonomi seolah lumpuh, kebijakan politik kenegaraan juga direka ulang dan disesuaikan dengan kepentingan serta kebututan akibat dari covid-19. Semua harus berpikir ulang apa yang terjadi pada manusia selama ini.

Manusia tak suka pandemi itu wajar. Namun apakah kita juga tahu bahwa sebenarnya manusia itu juga tidak suka dengan pelaksanaan puasa? Jika mau menjawab jujur maka tak semua manusia mau melakukan puasa.

Jika seandianya Tuhan sekarang memerintahkan manusia Indonesia untuk tak puasa karena pada wabah virus, saya yakin itu akan diatanggapi dengan suka cita. Ini menurut rasionalitas manusia. Karena secara fisik puasa itu menyiksa, harus menahan banyak hal. Tak hanya makan dan minum tetapi juga kebutuhan lain.  Sementara yang dilarang itu menjadi kesukaan dan bisa jadi alat pelampiasan nafsu manusia.

Tetapi mengapa manusia tetap melaksanakan puasa? Karena ini panggilan dan ibadah serta perintah Tuhan yang diyakininya. Hanya mereka yang benar-benar yakin dan patuh — secara agamis orang menyebutnya manusia bertaqwa —  yang akan melaksanakan puasa wajib di bulan ramadhan. Itu semua sudah diperintahkan dalam Al Qur’an (QS 2:183). Tak melaksanakan puasa juga dianggap tak melaksanakan ajaran Tuhan. Tetapi Tuhan tidak akan marah jika ada manusia tidak berpuasa. Namun sifat rahim (penyayang) Tuhan tetap diberikan pada manusia. Itulah sifat Tuhan yang maha sempurna.

Wilayah Privat

Dalam setiap ramadhan selalu diingatkan bahwa puasa itu untuk Tuhannnya. Maka, puasa menjadi rahasia manusia dengan Tuhannya. Jika seorang yang sedang berpuasa kemudian dengan sembunyi-sembunyi  membatalkan diri, orang lain tidak ada yang tahu. Yang tahu hanya dirinya dengan Tuhan. Tak ada orang yang memberikan sanksi. Ini beda dengan setiap kegiatan fisik yang bisa diketahui banyak orang. Jika dilanggar akan diberikan hukuman. Itulah bentuk bukti kongkrit kepatuhan manusia pada Tuhan tercermin dalam puasanya. Jadi esensi dasar puasa itu sudah sedemikian privatnya.

Namun demikian manusia itu mempunyai sifat pamer dan “suka keramaian” sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini. Manusia prinsipnya ingin dilihat, dihargai, apa yang diraih dirayakan, diberikan pujian atau hal-hal yang artifisial. Maka kenapa Tuhan memerintahkan manusia berpuasa, salah satunya ingin menunjukkan pada mereka dan mengembalikan  manusia pada esensi sebenarnya.

Bahwa dalam urusan ibadah manusia itu harusnya membawa persoalan privatnya itu hanya untuk dirinya dan Tuhannya. Perkara ada ibadah sosial yang dilakukan (bersedekah, menyantuni anak yatim, zakat) itu hanya cerminan wilayah privatnya kewilayah sosial. Sementara aslinya soal ibadah itu masalah privat.

Karena kecenderungan manusia seperti itu maka Tuhan “memaksa” manusiauntuk berpuasa. Manusia tidak akan melaksanakan perintah Tuhan untuk melakukan puasamanakala tidakdipaksa. Padahal kemanfaatan puasa itu untuk manusia itu sendiri. Manusia bisa sehat fisik dan psikisnya. Jika seseorang hanya memahami puasa hanya menahan makan dan minum memang tahapan puasanya masihsebatas itu. Tetapi tujuan utamanya sangat mendalam menyangkut kesejatian manusia sebagai makhluk Tuhan.

Puasa dan Covid-19

Mengapa covid-19 menguntungkan manusia saat melaksanakan ibadah puasa? Jika seseorang sudah terbiasa dan bisa menjiwai setiap pelaksanaan puasa maka hal demikian tidak ada perbedaannya. Sekali lagi, karena puasa hanya untuk Tuhan saja. Puasa memberikan ujian pada manusia terkait kepatuhan padaNYa. Meskipun puasa itu juga akhirnya untuk kepentingan manusia juga.

Dengan adanya covid-19 segala bentuk kerumunan dilarang. Ini memang salah satu cara mengatasi derasnya perkembangan virus. Sementara obat manjur belum ditemukan dengan segera. Cara preventif menjadi pilihan yang paling baik.

Maka, tak heran jika saat ini jumatan juga dianjurkan diganti shalat  dhuhur di rumah. Masyarakat menurut saja kata para pimpinan keagamaan. Mereka lebih punya kadar pengetahuan lebih dan mumpuni daripada masyarakat kebanyakan.

Termasuk di sini  anjuran tidak melaksanakan shalat taraweh. Dengan anjuran shalat taraweh di rumah, Tuhan sebenarnya sedang mengajak dan mengajarkan agar seseorang semakin dekat denganNYa. Berbagi dengan keikhlasan dan beribadah dalam kesunyian. Ramadhan kali ini tidak ada keramaian dan keriuhan. Bulan suci tahun ini benar-benar menyadarkan pada manusia bahwa puasa itu sebenarnya hanya untukNya. Sebaiknya manusia tetap berbaik sangka.

Tentu bagi manusia yang terbiasa dalam keriuhan pelaksanaan ibadah puasa tahun ini tidak menyenangkan. Tetapi esensi utama setiap peristiwa tentu ada. Misalnya, manusia tidak lagi bisa selfie saat pelaksaan taraweh. Berpuasa tetapi bisa jalan-jalan di mall, tempat rekreasi atau buka bersama di warung makan terkenal. Dengan adanya covid-19 bukankah itu semua tidak bisa dilakukan? Manusia disadarkan bahwa puasa itu bukan untuk pamer. Puasa adalah wilayah privat manusia dengan Tuhannya. Hanya mereka yang bisa memahami dan mengambil suri teladanlah yang bisa mengambil hikmah dibalik peristiwa mewabahnya covid-19.

Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi, Fisip Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry