Sulami Bahar, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya (duta.co/dok)

SURABAYA | duta.co -Kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen sudah tidak bisa diganggu gugat dan bakal diterapkan pemerintah tahun 2020 meski banyak diprotes dan dipermasalahkan pengusaha rokok. Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, salah satu  gabungan perusahaan rokok yang gencar memprotes tidak mempan juga karena regulasi kenaikan cukai sudah diputuskan dan tidak bisa dibatalkan.

Seperti dikatakan Sulami Bahar, Ketua Gapero Surabaya, rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen dan secara otomais akan menaikkan produk rokok yakni Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok senilai 35 persen di tahun 2020 sangat memberatkan.

“Dampaknya pasti sangat besar bagi industri rokok, diantaranya banyak perusahaan rokok akan gulung tikar. Tingginya HJE rokok, konsumen pastinya akan mencari rokok yang lebih murah. Dan rokok illegal diprediksikan bakal kembali marak karena makin diburu perokok,” ujarnya di sela acara Rembug Nasional tntang rokok yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wagub Jatim Emil Dardak di Garden Palace Hotel  beberapa waktu lalu.

Sulami Bahar menegaskan selama ini pemerintah menaikkan cukai rerata sekitar 10 persen. Tapi mengapa tahun 2020 menaikkan cukai 23 persen dan HJE 35 persen yang sangat eksesif. Tentu akan menyebabkan dampak negatif untuk industry. Industry rokok pastinya harus menanggung banyak beban dari kenaikan tersebut, salah satunya kenaikan HJE.

“Yang akan dilakukan perusahaan rokok diantaranya mengurangi jam kerja bahkan bukan tidak mungkin akan mengurangi hari kerja sampai mengurangi karyawan. Inilah ketakutan Gapero yang seharusnya pemerintah pikirkan,” ujarnya.

Sulami Bahar menambahkan Industri Hulu Tembakau (IHT) merupakan industri strategis, memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan Negara sebesar 10% dan APBN atau sebesar Rp 200 Triliun dalam bentuk cukai, Pajak Rokok daerah, dan PPN. IHT juga menyerap 7,1 juta jiwa yang meliputi petani, buruh, pedagang eceran, dan industri yang terkait.

“Pertanyaannya, kalau mau mematikan industri ini apakah orang akan berhenti merokok, apa sudah ada penggantinya? Apakah benar jika pabrik rokok dalam negeri tidak beroperasi maka kesehatan masyarakat dan polusi udara Iebih baik secara signifikan?,” ujar Sulami dengan nada tanya .

Gapero meminta secara tegas agar pemerintah mengkaji ulang kenaikan itu karena akan membuat perusahaan rokok gulung tikar dan akan banyak kasus PHK massal di Indonesia. Gapero sendiri

memiliki anggota dari berbagai perusahaan rokok  Golongan I, Golongan II/menengah dan Golongan III atau kecil dengan jumlah pabrik sekitar 454 unit.

Dengan naiknya cukai dan HJE itu, diperkirakan akan terjadi penurunan volume produksi sebesar 15 persen di tahun 2020. Akibatnya, terganggunya ekosistem pasar rokok, penyerapan tembakau dan cengkeh akan menurun sampai 30 persen dan rasionalisasi karyawan di pabrik.

“Juga akan lebih maraknya rokok illegal yang dalam dua tahun ini sudah menurun,” jelas Sulami.

Rokok illegal menurun selain karena gencarnya penindakan juga dikarenakan kebijakan cukai dan HJE yang moderat beberapa tahun terakhir.

Sulami menyebutkan, Gapero kecewa karena rencana kenaikan besaran cukai dan HJE yang sangat tinggi tersebut tidak pernah dikomunikasikan dengan pabrikan

“Ini akan membuat ekosistem pasar rokok terganggu. Belum lagi penyerapan tembakau dan cengkeh akan menurun sampai 30%. Kalau terus naik begini pabrik banyak yang tutup dan akan terjadi rasionalisasi karyawan di pabrik. Harga rokok akan makin mahal dan akan banyak masyarakat yang lari pada rokok ilegal,” tegas Sulami.

Gapero merupakan asosiasi yang mewakili pabrikan kretek, yang merupakan produk khas Indonesia (heritage). Anggotanya semua jenis yang meliputi Golongan I, Golongan II/menengah dan Golongan III/kecil dengan jumlah pabrik sekitar 454 unit. (imm)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry