Azwar Anas dianggap tidak representatif PDIP. Tampak Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam (kanan). FT/IST

SURABAYA | duta.co – Pasangan Cagub dan Cawagub Jatim yang diusung koalisi PKB dan PDIP, Saifullah Yusuf dan Abdullah Azwar Anas, harus  waspada dengan ketidaksolidan mesin politik partai pengusung dalam Pilgub Jatim 2018. Sebab, secara kasat mata, mesin politik partai pengusung pasangan terlihat jalan sendiri-sendiri.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam mengatakan bahwa Ketum DPP PDIP, Megawati mestinya turun ke Jatim menjelaskan alasan partai berlambang kepala banteng mendukung pasangan Gus Ipul-Anas di Pilgub Jatim mendatang dan berkoalisi dengan PKB, supaya kader PDIP legowo dan berjuang keras memenuhi target DPP untuk memenangkan Pilgub Jatim 2018.

“Kalau tidak, kader PDIP Jatim justru akan melakukan politik Ahimsa atau melawan dengan cara diam terhadap keputusan DPP PDIP sehingga mesin politik partai hanya diam di tempat bahkan tak bergerak sama sekali,” ujar kandidat Dekan Fisip UTM kepada duta.co Kamis (26/10/2017).

Sebagaimana diketahui bersama, ada sejumlah kader asli PDIP yang ikut penjaringan Cagub-Cawagub Jatim. Seperti, Kusnadi ketua DPD PDIP Jatim, Budi Kanang Sulistiyo wakil ketua DPD PDIP Jatim dan memilih Bupati Ngawi, serta Suhandoyo wakil ketua DPD PDIP Jatim. Namun surat rekomendasi DPP PDIP justru memilih Abdullah Azwar Anas Bupati Banyuwangi sebagai Cawagub pasangan Gus Ipul.

Surokim berharap Saifullah Yusuf mampu memperbaiki komunikasi politik dengan koalisi parpol pengusung serta bisa berdiri adil diatas semua anggota parpol koalisi. “Kalau masih seperti itu, jelas akan berpengaruh pada soliditas koalisi. Duduk bersama dengan parpol koalisi itu mutlak diperlukan,” ungkapnya.

Di sisi lain, peneliti senior dari Surabaya Survey Center (SSC) itu juga menyarankan supaya pasangan Gus Ipul-Anas tidak terlalu over dengan tim bayangan di luar parpol karena itu justru akan menyulitkan konsolidasi parpol koalisi. Dicontohkan, kekuatan kultural kiai jangan sampai dijadikan kekuatan struktural dalam tim pemenangan.

“Kiai jangan sampai di strukturalkan tapi biarlah tetap menjadi kekuatan kultural politik. Sebab memainkan struktural justru akan mendegradasi peran kiai sebagai kekuatan kultural serta merugikan kiai itu sendiri karena bisa mengurangi kepercayaan umat terhadap kiainya,” pungkas Surokim. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry