Informasi untuk jalur afirmasi bagi siswa ABK agar bisa bersekolah di SD dan SMP umum di Surabaya. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Penerimaan siswa anak berkebutuhan khusus (ABK) di SD dan SMP Negeri di Kota Surabaya akan dilakukan lewat sistem zonasi melalui jalur afirmasi, yakni 15 persen dari kuota Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, Yusuf Masruh mengatakan dengan penerapan sistem zonasi akan mempermudah wali murid dalam penentuan jarak sekolah. Kebijakan penerimaan ABK di seluruh SD-SMP Negeri akan dijalankan pada tahun ajaran baru.

 “Agar tidak terlalu jauh, karena mereka (ABK) perlu pendampingan. Sebab, jarak rumah dengan sekolah juga berpengaruh bagi anak-anak,” kata Yusuf, Rabu (10/1).

Meski sudah ada beberapa ruang pendidikan yang menerapkan sekolah inklusi, saat ini Dispendik Kota Surabaya tengah mematangkan konsep tersebut, sekaligus melakukan sosialisasi kepada sekolah-sekolah lainnya.

 “Anak-anak butuh fasilitas di ruang pendidikan. Contoh guru SD kelas I, kami bekali masalah psikologis pendampingan anak. Kemudian guru bidang studi kelas VII pada jenjang SMP juga kami libatkan,” terangnya.

Dalam waktu dekat, Yusuf mengaku bahwa tengah mematangkan standarisasi bagi guru pendamping khusus (GPK). Bahkan, nantinya GPK juga akan ada di setiap sekolah.

 “Ada pendampingan dan pemerataan agar seimbang. GPK tidak setiap hari mengampu di sekolah (inklusi), tetapi berdekatan dengan sekolah lain. Jadi bisa mengampu di sekolah terdekat,” pungkasnya.

Dispendik Kota Surabaya sebelumnya mewajibkan SD dan SMP di Kota Pahlawan untuk menerima siswa berkebutuhan khusus (ABK). Sebab, seluruh anak di Kota Surabaya mempunyai hak yang sama dalam mengakses ruang pendidikan.

Yusuf Masruh mengatakan bahwa kebijakan dan skema konsep tersebut tengah dimatangkan dan akan berjalan pada tahun ajaran baru. Dengan demikian, diharapkan orang tua yang memiliki ABK dapat bebas memilih sekolah SD maupun SMP negeri.

“Tidak ada persentasenya, harapannya semua sekolah siap karena kita punya kesempatan yang sama,” kata Yusuf.

Yusuf mengaku mayoritas sekolah negeri belum memiliki guru pendamping khusus (GPK) bagi siswa ABK. Tetapi, ia menjelaskan bahwa sekolah diharapkan dapat melatih para tenaga pendidik untuk lebih kreatif, serta mampu melakukan pendampingan kepada siswa ABK.

“Contoh guru kelas I dan II di SD, kami latih bagaimana menangani psikologi anak. Jadi mengerti cara menenangkan atau membantu ABK memahami materi pembelajaran, serta membuat dia (ABK) bisa saling berkolaborasi dengan non-ABK di kelas,” jelasnya.

Dengan demikian, para tenaga pendidik akan memahami hal tersebut. Para tenaga pendidik juga diajak untuk membuat teknis penanganan pada siswa ABK saat di kelas. Tenaga pendidik juga diharapkan memberikan pemahaman bagi siswa non-ABK sehingga keduanya bisa membaur. azi

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry