GUSURAN: Pasar malam panitia HUT ke 74 Kemerdekaan RI yang digelar dibekas penggusuran Pasar Pon. Duta/Hamzah

TRENGGALEK | duta.co – Yadi (50), salah satu pedagang Pasar Pon Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, mengaku kecewa dengan kebijakan Pemkab setempat yang memberikan izin pemakaian lahan bekas gusuran untuk Pasar Malam HUT ke 74 Kemerdekaan RI hingga Sabtu (17/8) mendatang.

Pria asal Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan ini mengaku telah menunggu setahun untuk bisa menempati kios pasar yang dijanjikan Pemkab melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Perdagangan (Komindag) pasca terbakar sejak Agustus 2018 lalu.

“Dulu dijanjikan pemerintah akan pindah dari sini (pasar sementara-red) setahun,” ungkapnya, Jumat (8/2).

Namun, kini dia disuguhi pemandangan lahan Pasar Pon yang ditempatinya 40 tahun tak kunjung dibangun pemerintah dengan alasan menunggu anggaran dari pemerintah pusat.

“Saya kecewa terhadap pemerintah yang tidak menepati janjinya,” lanjutnya.

Malahan, Yadi kini bersama dengan 700 an pedagang yang lain kaget melihat lahan pasar bekas kebakaran itu ditempati pedagang musiman dalam kegiatan menyambut HUT ke 74 Kemerdekaan RI oleh pihak Panitia Peringatan Hari Besar Nasional (PPHBN) Kabupaten Trenggalek.

“Katanya dibangun, eh tapi malah untuk pasar malam sampai tanggal 17 nanti,” ungkapnya balik tanya.

Kepasrahan Yadi bersama pedagang yang lain tampak saat didatangi kuli tinta dengan mengaku pendapatannya jauh berkurang sejak menempati kios sementara di area Terminal Klas IIB di Jalan Dewi Sartika.

“Selain sempit dan kumuh, pengunjungnya juga sepi karena aksesnya yang tidak layak dan area parkirnya yang jauh dari lokasi pasar,” akunya.

Sementara, Hadi Susilo Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) laskar Merah Putih mengaku kecewa sikap pemkab setempat yang lebih mementingkan kepentingan kelompok pemodal dari pada pedagang yang secara de facto mempunyai hak penuh atas pasar tersebut.

“Investigasi kita pedagang pasar Pon difasilitasi panitia pasar malam hanya 20 stand saja, dan itupun masih harus kontribusi per pedagang Rp 200 ribu,” keluhnya.

Padahal dengan uang itu pedagang selayaknya menempati secara gratis tanpa biaya karena punya hak terlebih dahulu dari pada pedagang musiman yang didatangkan investor mitra paniti PPHBN dengan kontribusi Rp 2,5 juta per kios.

“Artinya pemkab lebih pentingkan investor daripada nasib pedagang,” jelasnya.

Maka itu Hadi ingin pemkab segera mengkaji ulang nasib pedagang agar sedapat mungkin dimanusiawikan serta segera memberikan kejelasan pembangunan pasar Pon itu.

“Ayo jelaskan jangan hanya diam dan berikan janji yang tidak pasti,” pungkasnya. ham 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry