Dr Zainal Abidin (kanan) tengah menyampaikan paparannya. (FT/mokhtar)

SURABAYA | duta.co – Sepakat! Ratusan peserta dialog ‘Melawan Kebangkitan PKI dalam Prespektif Mempertahankan Pancasila dan NKRI’, Rabu, (5/8/2020) di Museum NU menyepakati beberapa hal, di antaranya mendesak DPR RI segera mencabut RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang diubah menjadi RUU BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila).

“RUU ini justru menjadi ancaman terhadap ideologi Pancasila. Menjadi pintu masuk penyimpangan dari nilai-nilai luhur Pancasila, sekaligus bangkitnya gerakan neokomunis (ekstrem kiri). Bagaimana sepakat?,” demikian Dr Zainal Abidin membacakan salah satu rumusan dialog yang dijawab ‘setujuuuuu’ oleh ratusan peserta dari berbagai daerah di Jawa Timur.

Karenanya, tidak ada tawar-menawar. Kalau DPR RI masih ngotot membahas RUU BPIP, maka, umat beragama di Indonesia harus turun mengadang. “Tidak ada kompromi. Cabut RUU BPIP karena berpotensi membuat masalah. Konsideran RUU ini sama persis dengan Pancasila 1 Juni, bisa jadi pintu masuk kader PKI,” demikian peserta yang lain.

Selanjutnya, anti-Komunis Jawa Timur juga mendesak pembentukan tim advokasi untuk menggugat Keppres No 24 Tahun 2016 tentang Harlah Pancasila. “Gugatan ke jalur hukum sudah dipersiapkan LBH Astranawa. Rangkaian Webinar yang berlangsung selama tiga kali, ditutup dengan syukuran pada tanggal 18 Agustus nanti, adalah untuk menyempurnakan materi gugatan tersebut,” tegas Dr Zainal yang notabene dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Surabaya Jawa Timur.

Menurutnya, gerakan Neokomunis atau Komunis Gaya Baru, memang, semakin terang-terangan, semakin berani unjuk kekuatan karena telah menempati posisi strategis. Mereka sudah berada di parlemen dan jabatan strategis lainnya. “Ini menimbulkan dampak yang sangat luas pada semua bidang kehidupan,” urainya.

KH Ibrahim Rais, Ketua Pembina Yayasan Kanigoro yang mengalami langsung kekejaman PKI. (ft/mokhtar)

Ironisnya, peran DPR RI dan partai politik semakin tidak konsisten. Diamnya politisi, akademisi, juga menjadi perhatian serius peserta dialog. Tatanan demokrasi yang sudah dihancurkan sedemikian rupa. Ini membuat moralitas bangsa kita, jatuh. Sehingga tidak ada kepekaan terhadap setiap ancaman ideologi negara.

“Bayangkan, dari seluruh anggota DPR RI, hanya PKS yang menolak RUU tersebut. Kalau sudah demikian, ke mana lagi kita menitipkan aspirasi pada Pemilu 2024?” kata salah seorang peserta sambil menyebut ancaman kapitalisme, liberalisme, globalisme menyebabkan semakin terpuruknya perekonomian, meningkatnya hutang negara, meningkatnya kemiskinan, ketidakberdayaan ekonomi kerakyatan dalam sistem ekonomi global.

Untuk itu, demi masa depan bangsa, maka, masyarakat anti-komunis Jawa Timur, menyatakan, siap berada di garda depan melawan komunis gaya baru. Karena komunis diyakini hanya akan merusak tatanan kehidupan berbangsa. “Kami siap menjadi garda terdepan melawan neokomunis demi tegaknya Pancasila, eksistensi bangsa dan kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” demikian akhir pernyataan yang disampaikan Dr Zainal Abidin.

Dua dari Kanan: Prof DR Misranto SH MHum Rektor Universitas Merdeka, Pasuruan.

Hadir dalam dialog yang dimoderatori Dr Latief tersebut, Drs Choirul Anam (Cak Anam) Arukat Djaswadi (Ketua Umum GERAK), KH Ibrahim Rais,  Ketua Pembina Yayasan Kanigoro yang mengalami langsung kekejaman PKI. Dr Ir Zainal Abidin, MS Koordinator Mata Kuliah Bela Negara UPN ‘Veteran’ Jawa Timur, Prof Aminuddin Kasdi serta Prof DR Misranto SH MHum Rektor Universitas Merdeka, Pasuruan.

Acara ini dibesut oleh GERAK ( Gerakan Rakyat Anti Komunis), Gerakan Bela Negara (GBN) Jawa Timur, PUI (Persatuan Ummat Islam) Kediri Raya dan PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah). “Konsolidasi ini tidak berhenti di sini,kita terus berjalan terutama dalam membangun kesadaran anak-anak muda,” pungkas Ketua Umum GERAK, Arukat Djaswadi. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry