“Bagi orang umum, yang terpenting dari seorang Muslim adalah ilmu dan manfaatnya bagi orang banyak. Selain oknum Ba’alawy yang mengekspos dirinya sebagai cucu Rasulullah, kebanyakan dari mereka menyembunyikan karena takut sombong dan tidak bebas.”

Oleh Achmad Murtafi Haris*

SEBULAN terakhir dunia YouTube diributkan dengan konten yang saling serang antara kelompok pro, dan kontra habib. Keributan berpangkal dari pernyataan Bahar Smith yang mengatakan bahwa Wali Songo adalah keturunan Rasul namun keturunannya karena tidak menjaga nasab, maka tidak tergolong ‘Alawiyyin (keturunan ‘Alawi b. ‘Ubaidillah b. Ahmad al-Muhajir yang terus nasabnya hingga Husein b. ‘Ali b. Abi Talib menantu Rasulullah). NAAT (Naqabah Ansab Awliya Tis’ah/Kumpulan pemilik Nasab Walisongo) angkat suara demikian pula dengan pemilik nasab Kesultanan Banten yang keturunan Sunan Gunung Djati. Mereka menuntut agar Bahar Smith meminta maaf yang oleh Bahar ditolak keras. Sebuah sikap yang memperuncing masalah dan memperburuk hubungan Ba’alawi dan NAAT. Jadilah genderang perang YouTube ditabuh dan serangan demi serangan dilancarkan oleh kedua belah pihak.

KH Imaduddin al-Bantani yang selama ini menyimpan hasil temuan penilitiannya tentang ketidakabsahan nasab Ba’alawi, dia keluarkan. Karya tulis itu pun kemudian diulas oleh beberapa kanal YouTube yang pada intinya mempermasalahkan keabsahan Ubaidillah, leluhur Ba’alawi, sebagai anak dari Ahmad al-Muhajir karena tidak tertulis dalam kitab induk nasab selama 5 abad dan baru muncul kemudian oleh penulis dari kalangan Ba’alawi. Oleh Imaduddin, ini tidak bisa diterima. Ia harus ditulis oleh selain Ba’alawi bukan klaim kelompok sendiri. Dari pihak Ba’alawi, mereka juga kemudian mempermasalahkan keabsahan nasab Walisongo dari jalur Azmatkhan dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang katanya juga tertolak.

Dari sisi DNA juga menjadi obyek saling serang. DNA Ba’alawi yang disinyalir berawal dari suku Yahudi Askenazi dijawab oleh pihak Ba’alawi bahwa memang antara Arab dan Yahudi memiliki leluhur yang bersambung di Nabi Ibrahim sehingga hal itu bukanlah masalah bagi keabsahan nasab. Hal itu juga bisa terjadi pada keturunan Walisongo jika meyakini bahwa nasab mereka bersambung ke Rasulullah Muhammad. Kemudian disebutkan, bahwa di Indonesia yang benar-benar pribumi adalah Papua selain itu tidak. Sehingga NAAT tidak bisa menuding Ba’alawi sebagai non-pribumi karena mereka juga sama. Beginilah serang menyerang terus berlanjut hingga yang beredar belakangan adalah daur ulang dari yang sudah-sudah.

Temuan KH. Imaduddin tentang keterputusan nasab Ba’alawi berdampak besar bagi eksistensi kaum Ba’alawi yang populasinya lebih 100 ribu. Selain itu, secara kualitatif, Ba’alawi yang dipuji karena dakwahnya juga terkena getahnya. Seperti Habib Lutfi b. Yahya anggota dewan pertimbangan presiden, mursyid tarekat, dan ketua umum MUI Jawa Tengah. Juga Habib Husein Baagil asal Tuban pemilik tagline “Merah Putih selalu di Hati” dan “Hanya Pengkhianat yang Mengatakan Syirik Hormat kepada Bendera Merah Putih”, tak urung terkena getahnya.

Jika penolakan ketersambungan silsilah Ba’alawi hanya menyasar Habaib yang kerap bikin panas jagad medsos karena pernyataan-pernyataan yang provokatif, seperti habib Rizieq Syihab dan Bahar Smith, barangkali bisa dimaklumi, tapi karena seluruh entitas Habaib terkena, termasuk habib yang tidak bermasalah, maka dampak dari penelitian menjadi tak terbatas. Menyasar lawan mau pun kawan. Bagi KH. Imaduddin dan KH. Nur Ihya Salafi yang keduanya aktif mengkritisi nasab Ba’alawi dan prilaku oknum Ba’alawi yang kurang berkenan, perkara nasab tidak menggugurkan reputasi habaib yang dikenal alim dan pencerah masyarakat. Mereka tetap mulia karena ilmu dan jasanya. Dan memang kedua hal itulah yang diajarkanal-Quran. Sedangkan nasab berlaku ke dalam dan menjadi kebanggaan keluarga. Bagi orang lain, ia tergantung dari kualitas sang pemilik nasab mulia. Pihak yang kontra Ba’alawi sangat memprihatinkan adanya oknum Ba’alawi yang kerap menunjukkan nasab ke khalayak, sesuatu yang justru mengurangi nilai dari nasab itu sendiri. Sesuatu yang teramat mahal seharusnya dirahasiakan bukan diekspos.

Dalam hadis disebutkan perintah agar umat Islam berpegang pada al-Quran, sunnah Rasul, dan keturunan Rasulullah (dijamak dari 2 riwayat sesuai penjelasan Habib Taufiq Assegaf). Keturunan di sini tentu keturunan Rasulullah yang berilmu bukan yang tidak berilmu apalagi yang bermasalah. Sebab tidak ada jaminan bahwa semua keturunan Rasulullah adalah baik. Di antara mereka juga ada yang melanggar aturan Allah sehingga harus dicambuk. Imam Ghazali seperti dikutip Syekh Ali Jum’ah berkata, bahwa Ahlul Bait yang yang tidak berilmu rawan sombong oleh karena itu perlu diingatkan dan didoakan. Tidak ada jaminan mereka terhindar dari dosa terbebas dari api neraka. (https://youtu.be/qqpUXRIVnXg)

Bahkan kalau benar identitas penceramah yang ada dalam salah satu konten YouTube kanal Kristen, maka terdapat penginjil yang keturunan Yaman yang mengaku bermarga Assegaf dan dari marga Ba’alawi yang lain. Dalam kanal Kristen Koptik Mesir juga terdapat pengakuan seorang Ashraf yang masuk Kristen. Terlepas dari benar dan tidaknya pengakuan itu, keunggulan nasab itu berlaku ke dalam sebagai kebanggaan internal. Sebab orang belum tentu percaya andaikan nasab itu benar lantaran kesenjangan yang terlampau panjang, lebih 1360 tahun. Apalagi jika ada yang mempermasalahkan seperti temuan KH. Imaduddin. Untuk itu, bagi orang umum, yang terpenting dari seorang Muslim adalah ilmu dan manfaatnya bagi orang banyak. Selain oknum Ba’alawy yang mengekspos dirinya sebagai cucu Rasulullah, kebanyakan dari mereka menyembunyikan karena takut sombong dan tidak bebas. Sikap ini tepat adanya apalagi di era kesetaraan manusia tanpa kasta. Islam hadir membawa kesetaraan. Kaum Ba’alawi menjunjung nilai itu sebagai nilai universal sumbangsih Islam bagi peradaban manusia semua.(*)

Achmad Murtafi Haris adalah dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry