Calon presiden petahana, Recep Tayyip Erdogan, dan istrinya, Emine, melambaikan tangan kepada para pendukung. FT/AP PHOTO/ALI UNAL/kompas.com)

ANKARA | duta.co – Dunia Islam tengah memelototi hasil pemilu Turki. Mengaca hasil survei dari berbagai lembaga di negara tersebut, sebagian orang yakin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) bakal tumbang. Ini karena hampir seluruh lembaga survey di sana menempatkan pesaingnya Kemal Kilicdaroglu, menang telak.

Hasilnya? Salah besar. Ternyata Erdogan masih kokoh, ia bahkan mendominasi perolehan suara pada putaran pertama dengan kemenangan 49.5%. Kilicdaroglu meraih 44.96% suara. Kandidat presiden ketiga, Sinan Ogan, seorang ultra-nasionalis – yang diduga akan bersekutu dengan Erdogan – mendapat 5,29%. “Suara masih dihitung” tegas Yener, dikutip Senin (15/5/2023).

Meski belum 100%, tetapi suara yang masuk sudah mencapai 99%. Karena tak satu pun kandidat memperoleh lebih dari 50%, pemilu masuk ke putaran kedua. “Alhamdulillah Erdogan menang. Padahal diprekdiksi akan tumbang. Meski harus memasuki puturan kedua, suara Erdogan diprediksi semakin bertambah,” begitu netizen dari Indonesia, Selasa (16/5/23).

Hasil pemilu putaran pertama, ini membuat pendukung oposisi lemas. Mereka yakin, Erdogan  akan mempertahankan dominasi politiknya di Turki. Putaran kedua akan berlangsung Minggu 28 Mei antara Erdogan dan Kemal Kilicdaroglu.

Karuan, hasil ini lepas dari perkiraan lembaga survey. Salah satu lembaga survei, MAK, dalam jajak pendapat yang diterbitkan pada 7 Mei menunjukkan Kilicdaroglu menang 50,9% dalam pemilihan presiden, cukup untuk mengamankan kemenangan di putaran pertama.

Ketua MAK Mehmet Ali Kulat mengakui, bahwa, pihaknya melakukan survei dipersulit oleh faktor-faktor termasuk gempa besar yang melanda Turki pada Februari, dan bulan suci Ramadhan, yang berlangsung dari Maret hingga April.

“Ada periode 20 hari setelah Ramadan dan Anda tidak dapat melakukan pemungutan suara secara legal dalam 10 hari terakhir. Ini membuat kami tersesat lebih jauh. Kami, sebagai perusahaan riset,” katanya terang-terangan.

Aliansi Rakyat Erdogan, yang terdiri dari Partai AK yang berakar Islam dan mitra nasionalisnya, juga tampaknya akan memenangkan mayoritas di parlemen baru dengan 321 dari 600 kursi, sebuah hasil yang dilihat sebagai peningkatan peluangnya dalam putaran kedua presiden.

Sementara sejumlah lembaga survei termasuk MAK memperkirakan mayoritas untuk Aliansi Rakyat dalam pemungutan suara parlemen, kinerja MHP nasionalis – bagian dari aliansi pemerintahan – jauh lebih baik dari perkiraan.

Erik Meyersson, kepala strategi pasar negara berkembang di SEB, mengatakan hasil jajak pendapat di Turki, seperti di banyak negara lain, sering keliru, termasuk karena orang-orang yang tidak jujur tentang siapa yang akan mereka pilih.

“Jajak pendapat dengan bias-bias dan isu-isu berbeda menciptakan rata-rata data berisik yang tetap tidak mewakili niat memilih,” katanya.

“Pemilih mungkin telah terlibat dalam pemberian sinyal, sejauh mereka menunjukkan ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan pemerintah dengan meningkatkan oposisi dalam jajak pendapat tetapi akibatnya mendukung petahana dalam pemilu,” tambahnya beralasan.

Erdogan sendiri tidak pernah ‘tunduk’ kepada lembaga survey. Ia berpendapat sebaliknya. ”Sekarang, mayoritas di parlemen (dipegang) Persatuan Rakyat. Karena itu, kita yakin pada pilihan bangsa, yang telah memberikan lebih banyak kepada Persatuan Rakyat di parlemen, akan lebih memilih kepercayaan dan kestabilan di pemilihan presiden juga,” ujarnya sebagaimana dikutip media Yeni Safak dan Hurriyet.

Ia mengatakan, pemilih yang memberi suara padanya lebih banyak 2,6 juta orang dibandingkan dengan suara untuk Kılıçdaroğlu. ”Jika bangsa kita memutuskan pilpres selesai, tidak ada masalah. Jika bangsa kita memilih pemilihan putaran kedua, mari kita lakukan,” tambahnya.

Analis politik Turki, Ali Carkoglu, mengatakan, Erdogan mendapat momentum. ”Erdogan mempertahankan basis dukungannya di pusat Anatolia (sebagian besar wilayah Turki di sisi Asia). Dia juga mempertahankan sebagian dukungan di kota besar,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Sementara kubu oposisi disebut tidak menempatkan calon yang tepat. Buktinya, mereka tidak bisa mendongkrak suara di daerah pemilihan yang mengambang. Sebaliknya di daerah yang diduga akan ada penurunan suara untuk AKP dan Erdogan, ternyata malah terjaga. ”Dia (Erdogan) sangat sukses di daerah terdampak gempa,” ujarnya.

Media Asing Kecele

Pun media banyak yang kecele. Laporan-laporan The Economist, Time, The New York Times, Der Spiegel, serta The Independent secara terbuka menunjukkan keberpihakan kepada Kılıçdaroğlu. Dalam serangkaian laporan The Economist dan Der Spiegel, bolak-balik disebut Kılıçdaroğlu sebagai alternatif terbaik Turki saat ini.

Bahkan, cuitan akun The Economist beberapa kali mengulangi unggahan untuk artikel soal keunggulan Kılıçdaroğlu dibandingkan Erdogan. Dalam ulasan pascapemilu, The Economist mempertahankan sebutan otoriter untuk Erdogan. Majalah itu juga menyebut, hasil penghitungan suara amat buruk bagi oposisi.

Untuk sebagian warga Turki, kondisi itu tidak nyaman. Sebab, mereka merasa negara asing berusaha mendikte pilihan mereka dan memengaruhi arah pemilu Turki. Padahal, sebagian orang Turki sudah puluhan tahun mengalami dipandang remeh dan rendah oleh orang Eropa Barat.

”Sekarang, mereka tiba-tiba peduli sekali kepada Turki. Kalau Erdogan menang, berarti Turki tidak demokratis. Mereka lupa, ikut pemilu sebagai petahana berarti punya beban lebih besar. Erdogan berkampanye ke seluruh penjuru Turki. Sementara mereka sibuk berkelahi dalam koalisi untuk memperebutkan jatah kekuasaan yang belum pasti didapat,” kata Aktay. (sumber kompas.com dan tempo.co)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry