SURABAYA | duta.co – Pasca putusan Majelis Kehormatan (MKMK) yang memberhentikan Ketua Hakim MK Anwar Usman karena dugaan pelanggaran Kode Etik terkait putusan Hakim MK no 90 tentang batasan usia Capres dan Cawapres, perdebatan terus bergulir di masyarakat. Salah satu pihak yang tidak sepenuhnya puas dengan putusan MKMK adalah Prof. Dr. Soenarno Edy Wibowo, S.H., M.H., seorang pakar hukum yang pernah mengajar di Universitas Narotama dan meraih gelar profesor dari ASEAN University International di Malaysia.

“Kita perlu mempertimbangkan apakah putusan yang dikeluarkan telah tepat dan memenuhi rasa keadilan, ataukah masih memunculkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat Indonesia. Karena ini melibatkan hakim, yang merupakan penjaga konstitusi, maka keputusan ini sangat penting dan harus diperlakukan dengan hati-hati,” kata Prof Bowo, panggilan akrabnya, Rabu, (8/11/23).

Ia melanjutkan, ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan ini bisa berdampak pada citra keadilan di Indonesia. “Sebagai alternatif, daripada hanya menghadapi sanksi moral dan sosial, sebaiknya meminta pendapat DPR RI, Mahkamah Agung, dan Presiden untuk mengkaji kembali keputusan ini. Sembilan hakim MK harus didasarkan pada rekomendasi dari tiga lembaga tersebut agar prosesnya lebih transparan dan bisa lebih diterima oleh masyarakat,” ungkapnya.

Prof. Bowo juga menyoroti isu bahwa putusan MK no 90 tahun 2023 berpotensi memengaruhi kepala daerah seperti gubernur dan bupati/walikota yang harus memenuhi batasan usia. Ia menunjukkan, bahwa hal ini dapat menjadi masalah yang kompleks dan memicu gugatan lebih lanjut.

Sementara itu, KPU telah menetapkan pasangan Prabowo dan Gibran sebagai capres dan cawapres, sehingga ada perdebatan tentang apakah putusan MKMK tersebut mempengaruhi validitas pasangan ini berdasarkan undang-undang nomor 90 tahun 2003.

Prof. Bowo, dengan menekankan pentingnya menjaga integritas lembaga peradilan dan menunjukkan bahwa hakim-hakim yang terlibat dalam kasus ini harus mempertimbangkan etika profesi mereka.

“Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi seharusnya mempertimbangkan untuk mundur jika terbukti melanggar etika, demi menjaga harga diri dan martabat lembaga peradilan,” tambahnya. (gal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry