Tampak RR (kanan) saat bersilaturrahim ke Ketua DPD RI, LaNyalla. (FT/IST)

“Jadi, hari ini upaya pelemahan kelompok oposisi telah sampai di level ‘pertengkaran’ di internal oposisi dengan judul kegaduhan antara LNM melawan RR.”

Oleh : Zulkifli S Ekomei

KONTROVERSI antara LaNyalla Mattalitti (LNM), ketua DPD RI versus Rizal Ramli (RR), pakar ekonomi, sungguh menarik sekaligus memprihatinkan.

Kenapa? Jujur harus diakui, bahwa keduanya — di mata rezim — tergolong ‘oposisi’ pada satu sisi, karena manuver  dan pernyataan mereka kerap bertolak belakang dengan Istana, meski mereka berdua punya latar belakang dan posisi yang berbeda.

LNM menyatakan di beberapa kesempatan bukan oposisi, karena sebagai pejabat tinggi negara disumpah untuk bekerja bersama pemerintah sampai masa jabatan selesai tahun 2024. Sedangkan RR menyatakan diri sebagai oposisi, setelah sempat bergabung dengan pemerintah sebagai menteri meski akhirnya diberhentikan. Dengan demikian publik bisa menilai perbedaan keduanya.

Akhir-akhir ini perbedaan ini makin terbuka setelah keduanya kini justru bertabrakan di ruang publik, atau ditabrakan oleh pihak ketiga. Bisa oleh pihak rejim, bisa juga oleh sesama ‘oposisi’ yang pingin tampil di depan atau dikenal dengan istilah ‘rebutan panggung’.

Jadi, hari ini upaya pelemahan kelompok oposisi telah sampai di level ‘pertengkaran’ di internal oposisi dengan judul kegaduhan antara LNM melawan RR. Sedangkan sub judulnya seolah-olah cuma bertopik: LNM pro perpanjangan masa jabatan presiden, melawan RR yang kontra perpanjangan masa jabatan presiden.

Melalui rajutan opini via media oleh pihak-pihak tertentu, mata serta telinga publik seperti hendak digiring agar fokus pada sub judul di atas. Maka inilah penyesatan yang luar biasa. Selain pendangkalan persoalan, juga merupakan fitnah besar bagi LNM ketika tema konflik berhenti di sub judul, bahwa LNM seolah-olah pro perpanjangan masa jabatan presiden.

Interpretasi ini terus digoreng berbagai pihak guna meruncingkan situasi. Padahal substansi maksud LNM dalam pernyataan dalam Munas HIPMI, tak lain ialah kembali ke UUD 1945 Naskah Asli terlebih dahulu, sedang perpanjangan masa jabatan presiden hanya untuk mempersiapkan segala sesuatu terkait pengembalian UUD Naskah Asli.

Apa pun skenario yang mereka gulirkan, ternyata ada skenario lain yang tergelar. Entah berkah atas nama ‘blessing in disguise’, atau justru lepas kendali. Musibah, entah bagi kelompok siapa? Intinya, kolam NKRI tengah dikeringkan, ikannya melompat-lompat! (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry