BUKTI: Foto milik pengurus Takmir Musholla As – Shomad berupa lembaran kitab yang disobek, dibuang dan dibakar oleh pelaku. (duta.co/nanang)
BUKTI: Foto milik pengurus Takmir Musholla As – Shomad berupa lembaran kitab yang disobek, dibuang dan dibakar oleh pelaku. (duta.co/nanang)

KEDIRI | duta.co — Kabar atas ulah A. Rizal (35) warga RT. 01 RW. 01 Kelurahan Tamanan Kecamatan Mojoroto atas tindakan penistaan agama di Musholla As – Shomad yang berdiri sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya, mendapat perhatian dari Ketua PCNU Kota Kediri. Dalam keterangannya, KH. Abu Bakar Abdul Djalil meminta kepada jamaah untuk bersabar dan menjalankan ibadah seperti biasanya.

“Kita serahkan sepenuhnya kepada aparat Kepolisian. Jangan kemudian menjadikan pertikaian sesama umat Islam,” jelas pengasuh PP. Salafiyyah di rumahnya, Jumat (10/2/2017).

Menyikapi atas kejadian penistaan agama, di mana Jamaah Musholla As – Shomad ini diancam dan dihadang saat hendak mendirikan salat berjamaah atau pun hendak mengaji, rupanya telah terdengar Gus Ab, sebutan Ketua PCNU sejak sebulan lalu. Kabar tersebut selalu dipantau hingga akhirnya, dirinya mendapat kepastian bila musholla wakaf tersebut merupakan bagian dari Jamiyyah NU.

“Saya mendengar kabar sudah sebulan, ada warga yang ngamuk, kemudian mengancam bagi yang hendak jamaah, mengaji atau pun shalawatan. Akhirnya kami pastikan, status musholla tersebut. Namun bila kemudian bertindak anarkhis atau terbukti melecehkan agama secara sadar, merupakan kewenangan pihak Kepolisian,” imbuhnya.

Atas kejadian tersebut, akhirnya pada Jumat pagi digelar pertemuan dihadiri takmir musholla, pihak Kelurahan Tamanan dan tim medis dari Puskesmas Campurejo. Meski sempat terjadi perdebatan, karena Rizal mengaku tidak bersalah dan apa yang dilakukan demi penegakkan agama atas rencana pendirian Negara Islam, akhirnya bisa diredam oleh Kapolsekta Mojoroto, Kompol Didit Prihantoro.

“Pelaku mengakui bila dia menyobek, membuang ke WC, dibakar dan sisanya disebar ke jalan. Namun itu bukan kitab suci Al – Qur’an dan kitab tersebut adalah miliknya. Bukan milik atau aset dari mushola yang sengaja dirusaknya. Dia juga mengakui menghalangi jamaah serta merasa terganggu kejiwaannya bila mendengar suara adzan atau shalawatan,” jelas Didit. Meski demikian, sejumlah warga mengaku tidak terima atas pertemuan digelar pihak Polsekta Mojoroto.

“Meskipun kitab tersebut bukan milik musholla, namun bila kemudian dilecehkan di depan jamaah, apakah ini tidak termasuk pelecehan. Kami pastikan, bahwa musholla kami bukan aliran sesaat, kami adalah warga NU,” jelas Solihin, salah satu jamaah yang turut mengikuti pertemuan. Hingga berita ini diturunkan, jajaran Pengurus PCNU dan pihak Kepolisian dikabarkan sedang melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan ini agar tidak berkembang menjadi isu SARA. (nng)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry