WEBINAR : Dosen Universitas Brawijaya Profesor Yenny Risjani, dan Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hariyanto sebagai keynote speaker. (duta.co/dok)

MALANG | duta.co – Yayasan Perspektif Baru (YPB) bersama Konrad Adenauer Stiftung (KAS) dan bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang menggelar Webinar. Mengusung tema “Hidup Baru dengan Energi Terbarukan”, Senin (12/10).

Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini Wimar Witoelar, juga Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Direktur ESDM Hariyanto dan Profesor Yenny Risjani dari UB.

Menurut Pendiri Yayasan Perspektif Baru Wimar Witoelar, bahwa kita sekarang berada dalam keadaan yang banyak masalah. Ada yang fokus memilih antara ekonomi dan kesehatan masyarakat di kala pandemi. Sebenarnya masalah-masalah yang ada termasuk perubahan iklim saling berkaitan sehingga tidak bisa dipisah-pisahkan. Hal tersebut ia sampaikan dalam Webinar “Hidup Baru dengan Energi Terbarukan”.

“Bicara dengan mahasiswa itu selalu optimis karena pasti akan ketemu solusinya. Anak-anak muda bisa ikut membantu dengan memahami masalah dari para pakar yang ada. Anak muda bisa membantu masyarakat untuk tidak kehilangan konsentrasi di tengah berbagai masalah yang ada,” kata Wimar.

Sedangkan Direktur ESDM, Hariyanto dalam kesempatan tersebut memaparkan bahwa Indonesia memiliki komitmen nasional berkontribusi dalam kesepakatan global mitigasi perubahan iklim Paris Agreement. Komitmen nasional tersebut telah ada dalam UU No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement menurunkan emisi GRK untuk sektor energi sebesar 314 juta ton CO2 sesuai NDC pada 2030.

Tindakan mitigasi tersebut dilakukan di antaranya melalui penerapan energi terbarukan yang ditargetkan mencapai 23% bauran energi nasional pada tahun 2025, penerapan efisiensi energi dan penerapan teknologi bersih lainnya. Cadangan energi fosil sangat terbatas, sedangkan potensi energi terbarukan sangat besar di seluruh Indonesia sekitar 442 GWe.

Trend pemanfaatan energi kedepan juga mengarah ke energi bersih seperti energi terbarukan. Untuk mencapai target penerapan energi terbarukan dan penurunan emisi GRK tersebut, Pemerintah melakukan upaya akselerasi penerapan energi terbarukan untuk energi nasional.

Salah satunya melalui berbagai strategi di antaranya: pengembangan PLTS, PLTBm secara massive, pengembangan EBT melalui sinergi dengan rencana pembangunan ecotourime listrik secara sistematis, pengembangan.

Ditambahkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa, yang mengatakan bahwa perubahan iklim jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan bencana ekologis yang lebih besar dan berdampak serius. Seluruh dunia telah sepakat mengambil tindakan dalam Paris Agreement beberapa tahun lalu termasuk Indonesia. Bagi negara-negara yang sedang membangun seperti Indonesia sektor energi memainkan peranan yang penting.

Target penurunan gas rumah kaca Indonesia masih masuk kategori “highly insufficient”. Indonesia masih menggunakan supply energi yang didominasi bahan bakar fosil. Indonesia pada saat ini masih berada dalam lima besar negara dengan emisi CO2 per kapita terbesar di dunia. Dengan kondisi business as usual maka pada 2030 diproyeksikan emisi dari sektor energi Indonesia akan menjadi meningkat hampir 4 kali lipat (58,2% dari total emisi).

“Sebenarnya Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar sekali yaitu mencapai 442,4 GW. Energi terbarukan juga merupakan sumber lapangan kerja bagi generasi muda,” ungkap Fabby.

Namun hingga sekarang pemanfaatannya baru 2%. Ada berbagai hambatan dalam pemanfaatan energi terbarukan di antaranya ialah desain kebijakan yang buruk dan tidak transparan, ketiadaan institusi yang kuat dan berdedikasi, dan juga struktur harga yang tidak konsisten.

Menurut pandangan dosen UB, Prof Yenny Risjani, dari laut banyak yang dapat dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan, salah satunya adalah algae. Algae jumlahnya sangat berlimpah di laut dan berpotensi sebagai “bioenergi”. Mikroalgae lebih potensial dibandingkan dengan tanaman daratan karena pertumbuhannya sangat cepat yaitu mencapai 30 hingga 60 kali lebih cepat dibandingkan tanaman darat. Species microalgae tertentu bahkan bisa tumbuh menjadi dua kali lipat dalam beberapa jam. Tanaman mikroskopis ini juga bisa dipanen setiap hari.

“Karena mengandung lipid, starch dan karbohidrat algae sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam produksi biofuel, bioethanol atau biodiesel. Potensi produksi biofuel dan biomassa-nya beberapa kali lipat lebih tinggi dibanding tanaman darat,” ujar Yenny.

Profesor dari UB ini juga mengatakan, bila menggunakan teknologi bioproses yang tepat dan disertai dengan intensifikasi bisa menghasilkan 2.000 – 5.000 galon biofuel per hektar setiap tahunnya.

Adapun terkait dengan perubahan iklim, yang pada dasarnya adalah akibat aktifitas antropogenik, Yenny mengatakan peran generasi muda terutama mahasiswa sangat penting. Mahasiswa harus berpartisipasi dalam konservasi dan pengelolaan Lingkungan. Mahasiswa adalah pihak yang perlu menggerakkan konservasi dengan melibatkan seluruh stakeholder’s yang ada yaitu pemerintah, NGO, dan masyarakat. dah

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry