KERJASAMA : Rektor Ubhara Brigjen Pol (Purn) Drs. Edy Prawoto, SH. Mhum (kiri) menandatangani kontrak kerjasama dengan Kopertis VII yang diwakili Zainuddin Maliki (kanan). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co – Dosen tidak hanya bisa mengajar di depan kelas. Namun, materi yang diajarkan harus prakmatis, disesuaikan dengan Rancangan Program Pembelajaran (RPP) dan Rencana Pembelajaran Semester (RPS).

Tidak mengherankan Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya mengundang secara khusus tenaga-tenaga ahli dari Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) VII untuk memberikan pelatihan secara khusus bagi para dosen yang ada di Ubhara. Pelatihan itu meliputi Applied Approach (AA) dan Pelatihan Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI).

Untuk tahap awal selama seminggu akan dilakukan pelatihan Applied Approach (AA). Pelatihan ini diikuti 40 dosen yang semula sudah mengikuti PEKERTI dari 100 dosen lebih yang mengajar di Ubhara. “Karena aturannya mengikuti Pekerti dulu baru ikut AA. Ini yang ikut AA karena sebelumnya sudah mengikuti Pekerti. Nah minggu depan, ada pelatihan khusus untuk Pekerti namun untuk AA-nya bisa mengikuti pelatihan yang akan datang,” ujar Kepala Humas Ubhara Dewi Amartani, Senin (11/9).

Ubhara sendiri memang secara khusus mengundang Kopertis VII. Hal ini untuk memberikan pelatihan bagi para dosen Ubhara tanpa harus meninggalkan kampus. “Selama ini kita yang sering ikut ke luar kampus. Sekarang kita adakan sendiri agar lebih efektif bagi para dosen,” tambah Dewi yang juga dosen FISIP Ubhara ini.

Pelatihan ini cukup mendapatkan respon dari para dosen. Apalagi dengan mengikuti pelatihan, dosen akan mendapatkan sertifikat yang nantinya akan berguna untuk banyak hal salah satunya pengajuan sertifikasi dosen (serdos).

“Kalau dulu mau ngajuin serdos ada tes Bahasa Inggris, kemampuan akademik, sekarang ditambah sertifikat-sertifikat yang dimiliki termasuk sertifikat pelatihan AA dan Pekerti ini,” tandas Dewi.

Dengan mengikuti pelatihan ini, diakui Dewi, dosen tidak hanya mengajar hard skill pada mahasiswa namun juga soft skill. Sehingga nantinya tidak hanya bisa meluluskan mahasiswa yang pintar otaknya namun juga memiliki kepekaan terhadap sosial, rasa tanggung jawab, kepedulian dan sebagainya.

“Misalnya dari 100 persen jam kuliah, dosen bisa menyisihkan 10 hingga 15 persen jamnya untuk memberikan pengetahuan tentang soft skill. Ini penting lo untuk menciptakan generasi yang tidak hanya pintar tapi peduli,” jelas Dewi. (end)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry