Yudono, Kepala Dinas Kesehatan Ngawi, memberi paparan edukasi penanganan serta pencegahan kasus stunting pada kegiatan Jambore Kader Posyandu. (mifta/duta.co)

NGAWI | duta.co – Pemerintah Kabupaten Ngawi, menargetkan tak ada kasus stunting baru. Stunting sendiri adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kurang gizi kronis dan infeksi berulang, dengan ditandai tinggi badan di bawah standar.

“Angka stunting di Ngawi menurut hasil survey 28,5 persen. Namun, secara faktual angka sebenarnya terdata 12,21 persen,” ungkap, Yudono, Kepala Dinas Kesehatan Ngawi

Yudono mengatakan, survey masih menjadi rujukan provinsi dan pusat, kendati menurut dia hal itu ada kelemahan. Alhasil, angka 28,5 persen termasuk tinggi, setara jumlah enam ribuan bayi dan balita.

Lanjut Yudono, Dinas Kesehatan selama ini mengintervensi spesifik dalam penanganan stunting, baik sebelum maupun pasca masa kelahiran. Setelah kelahiran, deteksi dini stunting melalui pengukuran timbang badan bayi di Posyandu.

Selain itu, pemakaian alat pengukuran bayi terstandar (antropometri) jadi penting. Dalam hal ini, Dinkes mengklaim di seluruh desa sudah ada alat standar meski sebagian dipakai secara bergantian antar Posyandu.

“Pengukuran berat badan jadi lebih akurat jika menggunakan alat itu, bila ada keterlambatan serta pertambahan berat badan bayi dapat dideteksi lebih cepat sehingga tidak terjadi malnutrisi kronis yang akhirnya menjadi stunting,” ujar Yudono.

Diagnosis stunting berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan antropometri serta penunjang lain. Penanganan stunting selain mengidentifikasi adanya faktor medis atau red flags penyebabnya, juga konseling dan edukasi.

Dikatakan Yudono, faktor penyebab stunting beragam. Seperti adanya penyakit bawaan, ekonomi kurang mampu, berat badan saat lahir kurang, mitos yang keliru, salah pola asuh dan kebersihan lingkungan.

“Faktor penyebab stunting paling tinggi dikarenakan salah pola asuh. Artinya tidak selalu karena faktor ekonomi, faktanya ada bayi dan anak stunting dari keluarga yang mapan,” ujar Yudono.

Dalam hal ini, kurangnya kewaspadaan bagi orang tua biasanya usai masa pemberian ASI eksklusif. Bayi bisa tidak terpenuhi asupan gizi berimbang dan rentan sakit. Dinkes mengintervensi hal ini dengan pemberian makanan tambahan (PMT).

Di samping itu, mengedukasi calon pengantin tentang perencanaan kelahiran juga penting. Upaya lainnya, melengkapi alat terstandar, penguatan kader posyandu, menerapkan hidup bersih sehat dan melibatkan masyarakat sebagai orang tua asuh.

“Model orangtua asuh adalah paling efektif. Sedangkan upaya pengadaan antropometri dan alat lainnya, juga di dukung dari Kementerian Kesehatan, dana sekitar Rp6 miliar lebih,” ujarnya.

Tak lepas dari hal tersebut, Dinas Kesehatan juga mendorong kader Posyandu agar tidak gagap teknologi informasi. Kader Posyandu di Ngawi harus melek digital serta aktif dalam melakukan input data melalui aplikasi.

“Kader Poyandu harus melek digital, sehingga informasi lebih cepat di akses. Ke depan target kita bisa nol (zero) kasus stunting baru, dan kami berharap keterlibatan seluruh elemen masyarakat,” pungkas Yudono. mif

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry