“Pesan untuk kaum lelaki, bahwa, lelaki sejati adalah yang mampu berbuat baik atau menjaga perasaan perempuan.”

Oleh : Lia Istifhama*

DI WARUNG, pasar, halaman TK, bahkan sampai jamaah pengajian ibu-ibu kisah (rumah tangga) Inara Rusli dan Virgoun itu, terus menjadi bahan perbincangan.

Padahal, semua mafhum, itu masalah rumah tangga. Masalah internal, masalah pribadi di mana kita tidak boleh ikut menghakiminya.

Kita hanya boleh berdoa: Semoga rumah tangga, ikatan suami istri itu bertahan sebagaimana mitsaqan ghalidza atau ‘perjanjian agung’ yang terpatri dalam QS. An -Nisa: 21. Amien.

Terbaru, banyak ibu-ibu membaca warning dari kakak Inara Rusli. “Kamu harus bener lho kualitasnya, jangan sampai baru nikah sebentar habis itu cerai kayak artis-artis kebanyakan,” demikian Inara menirukan perkataan sang kakak, sebagai terunggah lewat YouTube SCTV. Waallahu’alam.

Kita memang tidak tahu, sampai kapan kisah cinta dan kesetiaan itu berumur? Indahnya kalimat cinta, mungkin saja hanya untuk menarik hati tatkala seorang lelaki berada dalam fase pendekatan (PDKT), atau sentuhan hangat di awal pernikahan.

Kita tidak pernah tahu, bahwa dalam waktu tertentu, kisah indah itu bisa menjadi sebuah kenangan belaka. Sejelita apapun seorang perempuan, ternyata tidak menutup kemungkinan cinta tulusnya akan terkhinati. Tidak sedikit kasus serupa.

Kisah ini persis berita viral di masyarakat, yaitu tentang curahan hati seorang ibu rupawan beranak tiga yang berusaha melepas kesedihan kekecewaan hatinya atas pengkhianatan suami, melalui media sosial.

Publik terkejut, lantaran sosok sang istri bukan hanya berparas cantik, namun juga seringkali menghiasi halaman sosial medianya dengan potret keharmonisan keluarga serta dukungan penuh demi karir sang suami. Namun apa daya, ketangguhannya sebagai seorang istri yang terus menerus menjaga kekuatan cinta, kini benar-benar diuji.

Salah satu pepatah cinta menjelaskan, bahwa cinta itu ibarat butiran pasir. Tatkala kita menggenggam erat, justru butiran demi butiran itu akan jatuh di antara jemari kita, hingga kemudian hanya menyisakan sedikit pasir yang setia melekat pada telapak kita.

Nah, maka, salahkah jika seorang istri kemudian mencintai suami yang sekaligus ayah dari anaknya hingga kemudian ia berusaha mencintai begitu tinggi dan, tidak ingin suami berbagi hati?

Tentu tidak salah, mengingat cinta adalah fitrah manusia. Terlebih bagi seorang wanita yang memiliki kelembutan hati dan empati sangat tinggi kepada orang terkasihnya. Dalam hadits diterangkan: “Sesungguhnya bagi suami ada cinta kasih dari sang istri (yang sangat besar) yang tidak bagi sesuatu (yang lain).” (HR. Ibnu Majah, Kitab Al-Jami’us Shaghier, hadits nomor 2380).

Istri, tentunya saat memutuskan menerima pinangan seorang lelaki, ia melalui pengorbanan besar, yaitu pengorbanan berbagi hati yang sebelumnya ia curahkan utuh kepada keluarga dan teman dekatnya. Ini kemudian terbagi sebagai bentuk pengabdian kepada sang suami yang dipilihnya.

Jodoh memang bagian takdir, namun bukan berarti seorang perempuan sebelum menjadi seorang istri, tidak berkesempatan memilih pasangan hidup, itu sebabnya lelaki pun umumnya melakukan perjuangan demi memikat hati sang istri.

Dalam Islam, salah satu kisah keagungan cinta abadi ditunjukkan oleh istri Nabi Muhammad SAW, Sayyidah Khadijah. Khadijah-lah yang menguatkan moral dan psikis sang Rasul tatkala pertama kali sang Nabi akhir zaman itu menerima wahyu.

Khadijah pula yang mendampingi dan menguatkan Rasullullah dalam proses awal dakwah beliau yang dipenuhi masa-masa sulit dan penuh ujian. Betapa kuatnya cinta dan pengorbanan Khadijah, menjadikan Rasulullah SAW mengalami kepedihan hebat tatkala Khadijah wafat pada tahun ke-10 kenabian.

Perempuan dan kesetiaan itu, seperti sebuah mahkota dan kelopak bunga yang menjadi kesatuan. Maka tak heran, begitu banyak seorang istri yang ditinggal wafat sang suami tatkala usianya masih muda, memilih tetap sendiri, tidak menikah lagi, demi menjaga kesucian hati dan cintanya untuk sang suami.

Namun sekali lagi, apa mau dikata, tatkala kesempurnaan cinta yang seharusnya terajut secara halal dan indah melalui kalimat: qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhitu bihi, wallahu waliyut taufiq (Aku terima nikahnya dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah), ternyata tidak selalu abadi.

Pernikahan seharusnya mendekatkan seorang lelaki kepada perempuan yang patut dikasihinya dan dijaganya. Namun ternyata tak sedikit lelaki yang melupakan ketidaksempurnaannya dengan menilai perempuan lain lebih sempurna dibandingkan istrinya.

Sedangkan istrinyalah yang menemani waktu dan hari-harinya untuk menerima segala ketidaksempurnaan seorang suami demi menunjukkan bahwa suami-lah sosok ayah terhebat untuk anak-anak mereka.

Dan kini, perempuan yang kemudian terkhianati cintanya, mau tidak mau harus melalui fase perjuangan untuk menumbuhkan ketangguhannya kembali. Ia harus memiliki ketangguhan dan keyakinan bahwa cinta sejati adalah hubungannya dengan Sang Pencipta (hablun minallah). Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, diterangkan:

Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda: Ada tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (yaitu) pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabb-Nya, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah”. (HR Bukhari).

Ketangguhan untuk memiliki kepercayaan diri dan keyakinan, bahwa ia selalu memiliki kesempatan mendapatkan ketulusan cinta, yaitu melalui anak maupun orang tuanya, serta ketangguhannya untuk menjadi teladan terbaik bagi anak-anaknya.

Akhir kata, pesan untuk kaum lelaki, bahwa lelaki sejati adalah yang mampu berbuat baik atau menjaga perasaan perempuan. Sebuah hadits menerangkan: “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada orang perempuan.” (HR. Hakim dari Ibnu Abbas, Kitab Al-Jami’us Shaghier, hadis nomor 4101). Semoga bermanfaat! amien.

*Lia Istifhama adalah Aktivis Perempuan dan Wakil Sekretaris MUI Jatim

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry